Posted by : Unknown
Thursday, February 23, 2017
MAKALAH
SEJARAH
STILISTIKA BARAT DAN INDONESIA
Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Stilistika
Dosen
Pengampu : Ika Selviana MA.Hum
Disusun
oleh :
Nama : Roy Aditia Wardana
NPM :
15030100010
JURUSAN BAHASA
DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS
USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
IAIN METRO LAMPUNG
T.A. 1438
H/2017 M
KATA PENGANTAR
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui
dan Maha Melihat hamba-hambanya.Alhamdulillah karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Stilistika
ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini yaitu menyajikan beberapa hal
yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah ini membahas mengenai “Sejarah Stilistika Barat Dan Indonesia”. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
untuk para pembacanya.
Kami menyadari
bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekeurangan , kami mengharapkan
kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat
berguna semaksimal mungkin. Akhir kata
kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.
Metro, 18 febuari 2017
Penyusun
Roy Aditia W
DAFTAR ISI
KATA PENGENTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Stilistika di Barat.......................................................................................... 2
B. Sejarah Stilistika di Indonesia.................................................................................... 5
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................................ 9
B.
Saran.......................................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Sastra
merupakan suatu kebulatan dalam arti dapat dilihat dari berbagai sisi. Didalam
ilmu bahasa dikenal namanya stilistika, style sebagai sesuatu yang memiliki
banyak definisi yang berbeda dan tidak dapat hanya diletakan pada
sebuah.Stilistika sebagai salah satu cabang ilmu Linguistik yang relatif baru
berkembang di Indonesia. Gaya bahasa juga merupakan sarana sastra yang turut
menyumbangkan nilai kepuitisan atau estetik karya sastra, bahkan seringkali
nilai seni suatu karya ditentukan oleh gaya bahsanya ( pradopo, 2000 :263)
Dalam ilmu
bahasa dikenal namanya stilistika, style
sebagai sebuah hal yang memiliki banyak definisi yang berbeda dan tidak dapat
hanya diletakan pada sebuah wilayah cakupan tertentu (spesifik) tentu secara
cukup gambling memberikan pemahaman bahwa stilistika (yang terbangun
atasnya)berpotensi sangat besar untuk tidak hanya hadir dalam sebuah wilayah
dan satu define khusus, bahkan ketika ia dimasukan dalam khasanah sastra yang
menggunakn bahasa. Stilistika verbar yang dekat dengan kebahasaan juga oleh
beberapa ahli mendapat definisi khusus sebagai linguistic stylistics yang dicetuskan pertama kali oleh Firth
(1957), dan kemudian dilanjutkan oleh
Holliday (1964)
Oleh karena
itu, pemakalah akan membahas tentang bagaimana perkembangan Stilistika baik di
Dunia barat maupun di Indonesia.
b.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah stilistika di Barat?
2.
Bagaimana sejarah stilistika di Indonesia ?
c.
Tujuan
penulisan
1.
Untuk mengetahui sejarah stilistika di Barat
2.
Untuk mengetahui stilistika di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Perkembangan Stilistika Di Dunia Barat
Sastra adalah
karya yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hasil kemasannya akan
tergantung bagaimana cara mengemasnya. Apabila bahasa dikemas dengan penekanan
pada aspek bunyi atau musik huruf, maka hasilnya dinamai puisi. Apabila bahasa
dikemas dengan penekanan pada aspek dialog, maka hasilnya dinamai teater.
Sedangkan apabila bahasa dikemas dengan penekanan pada aspek uraian atau
deskripsi, maka hasilnya dinamai kisah, hikayat, novel atau semacamnya.
Pada dasarnya,
karya sastra bukanlah semata-mata pengungkapan kata-kata, melainkan juga
merupakan hasil pemikiran serta media penyampaian misi kemanusiaan,
nasionalisme, seni dan sikap dalam menghadapi tingkah laku dalam kondisi tertentu.
Disamping itu karya sastra juga lahir dari sosok pribadi tertentu yang memiliki
kecakapan tertentu Dan dalam kondisi yang tertentu pula. Semuanya itu berperan
pada pembuatan suatu karya sastra.
Banyak faktor
pembentuk sebuah karya sastra membuat kritik sastra di Barat pada abad ke-19
dan ke-20 berada dikesimpangan, tarik menarik antara berbagai kecenderungan.
Ada sekelompok kritikus yang melihat sastra dari hubungan antara sastrawan
dengan karyanya. Menurut mereka, karya sastra adalah pengungkapan sebagai objek
atau keseluruhan kehidupannya. Dari perspektif ini, muncullah apa yang dikenal
dengan biografi sastrawan. Sementara itu, ada juga kritikus sastra yang
memperhatikan sastra dari aspek kejiwaan sasatrawannya yang terkadang tidak
tampak dalam hidup kesehariannya. Dari perspektif ini muncullah psikologi
sastra. Kritikus lainnya memperhatikan sastra dari kaitannya dengan msyarakat
termasuk lapisan-lapisannya dan kondisi serta masa lahirnya. Dari perspektif
ini muncullah sosiologi sastra. Disamping itu, para kritikus sastra yang
memperhatikan aspek-aspek lainnya, seperti nasionalisme, politik, teologi,
filsafat dan lain-lain.
Kecenderungan-kecenderungan
tersebut membuat para kritikus terlena. Mereka lebih memperhatikan teori-teori
sosial, teori psikologi dan teori-teori lainnya daripada teori sastranya.
Kejadian-kejadian ini mendorong para peneliti dan kritikus
sastra lainnya
untuk kembali kepada kritik sastra yang berfokus pada aspek bahasa sastra itu
sendiri sehingga bisa diketahui nilai suatu sastra. Corak analisis dan kritik
sastra yang berfokus pada aspek kebahasaan terus berlangsung didunia kritik
dibelahan Eropa dengan nama kritik bahasa, analisis struktual, dan stilistika.[1]
Revolusi
terhadap paradigma analisis sastra klasik dilakukan oleh Charles Bally
(1865-1947) dengan teori stilistika deskriptif ekspresif-nya. Ia merupakan
murid Ferdinand De Saussure (1857-1913). De Saussure dikenal dengan peletak
linguistik modern, sedangkan Bally adalah peletak stilistika moderan.
Pemikiran yang
berkembang sebelum De Saussure bahwa bahasa merupakan produk masyarakat.
Individu hanya mewarisi bahasa dari masyarakat sehingga peran individu terhadap
perkembangan bahasa sangat minim. Bahasa, kaidah-kaidah dan sastranya, adalah
karya generasi lalu, sedangkan individu hanyalah mengungkapkan pola-pola lama.
De Saussure berpendapat bahwa individu memiliki peran palimg besar dalam
menciptakan bahasanya yang khas. Menurutnya, bahasa bukan hanya merupakan
pola-pola kolektif yang lama, melainkan juga dalam ukuran tertentu merupakan
pencampuran dengan spirit individu.
Ferdinand De
Saussure (1857-1913) membagi bahasa menjadi dua: languge dan parole. Yamg
pertama menitikberatkan pada kaidah-kaidah dasar kebahasaan, sedangkan yang
kedua menitikberatkan pada bagaimana bahasa itu dalam penggunaanya. Dan, yang
terakhir ini merupakan objek analisis stilistika.
`Parole yang merupakan analisis
stilistika dibagi menjadi dua: tuturan biasa dan tuturan sastra atau seni.
Tuturan biasa bersifat spontan, rasional. Jenis ini menggunakan bahasa sesuai
dengan keterbatasan makna yang terkandung dalam kamus, tidak ada kata ataupun
makna yang baru sehingga tidak dibutuhkan pemikiran yang mandalam untuk
memahaminya. Adapun tuturan sastra bersumber dari penutur yang megarahkan
tuturannya pada indera perasaan pendengaranya atau pembacanya dengan
menggunakan kata-kata dan makna pilihan yang terkadang bisa dipahami secara
mudah dan terkadang dibutuhkan pemikiran secara mendalam.
Tujuan tuturan
biasa adalah penyampaian isi pesan dengan gambaran yang jelas, berbeda dengan
tuturan sastra: mempengaruhi penutur dengan kata-kata yang bagus yang kadang
tidak dijumpai dalam tuturan biasa.
Dalam
stilistika desktiptif terdapat dua aliran. Dalam hal-hal yang bersifat rinci,
keduanya banyak perbedaan. Namun, dalam hal-hal yang prinsip keduanya ada
persamaan: sama-sama berfokus pada karya sastra berdasarkan analisis tuturan
itu sendiri. Aliran pertama dinamai structural
deskriptif. Aliran ini memandang tuturan atau karya sastra sebagai kesatuan
dari unsur-unsurnya yang saling berhubungan tanpa bisa dipisah-pisahkan. Jika
ada unsur yang rusak, rusaklah stuktur karya sastra secara keseluruhan.
Kesatuan unsur-unsur ini bukan terjadi secara kebetulan, tetapi didasarkan pada
analisis dan aturan-aturan.
Aliran kedua
dinamai formalisme. Muncul di Rusia pada tahun 1917, aliran ini dipelopori oleh
Roman Jacobson. Diantara pendapatnya, bahwa studi sastra adalah analisis
terhadap faktor-faktor yang menjadikan karya ini mempunyai nilai sastra. Dengan
kata lain, mereka memfokuskan pada tuturannya saja dan mengabaikan aspek-aspek
lain seperti aspek psikologi dan sosial kemasyarakatan.
Dengan
demikian, perbedaan diantara kedua aliran ini adalah bahwa structural deskriptif memperluas
analisisnya, disamping tuturan ke aspek sosial, filsafat, psikologi, sejarah dan laim-lain yang mempengaruhi dan mewarnai
karya sastra. Dilain pihak, aliran formalisme menjauhi aspek-aspek tersebut dan
memfokuskan hanya pada tuturan yang sudah menjadi karya sastra.
Berdasarkan
atas pemikiran De Saussure, Charles Bally mengembangkan pemikiran stilistika
ekspresif. Menurutnya, nilai-nilai stilistika tidak bisa ditampung dalam
“nilai-nilai statis”. Pendapat ini bersebrangan dengan pendapat para ahli
sastra sebelumnya ( pra De Saussure ), yang mengatakan bahwa nilai-nilai
stilistika terletak pada kerangka nuansa atau rasa bahasaa, yang menurut mereka
berpusat pada soal metapora. Menurut Bally, nilai-nilai stilistika lebih dari
itu. Kadang ungkapan-ungkapan sederhana pun terdapat nilai-nilai keindahan.
Dengan kata lain, ungkapan-ungkapan seperti itu termasuk kedalam kerangka
nuansa atau rasa bahasa. Dengan demikian, ranah analisis stilistika semakin
meluas karena termasuk juga bahasa tuturan yang tidak bisa lepas dari konteks[2].
Berdasarkan
penjelasan diatas, stilistika deskriptifnya Charles Ball merangkum dalam tiga
prinsip berikut ini :
a)
Ranah analisis stilistika deskriptif tidak
terbatas pada kaidah-kaidah sastra tradisional saja.
b)
Bahasa tuturan dimasukan kedalam ranah analisis
stilistika.
c)
Stilistika menggunakan metode deskriptif.
Konsep ini
merupakan salah satu fragmen stilistika di dunia barat dari sekian banyak
fragmen yang ada.
B. Sejarah Perkembangan Stilistika Di Indonesia
Di Indonesia,
stilistika juga mengalami sejarah dan perkembangan. Pada tahun 1956, Slamet
Mulyana menerbitkan buku Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Budaya, penerbit
Ganaco, Bandung. Buku ini berisi sekalar pemandangan tentang Poesi juga biasa
disebut Puitika. Pandangan Puitika tidak terlepas dari persoalan poetika pada
hakikatnya adalah persoalan filsafat. Dengan demikian, peristiwa sastra
dihubungkan dengan peristiwa Bahasa Indonesia. Hal ini ada hubungannya dengan
pengajaran bahasa. Kekurangan penyelidikan bahasa dan sastra Indonesia terasa
sekali oleh pengajar di sekolah, yaitu sifat pembelajaran tidak lagi merupakan
perluasan, tetapi pendalaman. Bahasa Indonesia merupakan salah satu fenomena
yang berhubungan adat dengan manusia Indonesia. Slamat Mulyana mendefinisikan
stilistika adalah pengetahuan tentang kata yang berjiwa.
Istilah
stilistika kemudian dikembangkan oleh Jassin. Ia menguraikan bahwa ilmu bahasa
yang menyelidiki gaya bahasa disebut stilistika atau ilmu gaya biasa orang
menyebut gaya bahasa apa yang disebut Stijl dalam bahasa Belanda, Style dalam
bahasa Ingggris dan Perancis, Stil dalam bahasa Jerman. Jassin selanjutnya
mengemukakan bahwa kata gaya bahasa bermakna cara menggunakan bahasa. Di
dalamnya tercakup gaya bercerita. Biasanya orang jika berbicara tentang stil
seseorang pengarang yang dimaksud bukan saja gayanya dalam mempergunakan
bahasa, melainkan juga gayanya bercerita. Seorang stilistikus atau ahli gaya
bahasa menjawab pertanyaan mengapa seorang pembicara atau pengarang menyatakan
pikiran dan perasaan seperti yang dilakukan dan tidak dalam bentuk lain, atau
bagaimana keharmonisan gabungan isi dan bentuk.
Pada 1982,
Sudjiman membuat Diktat Mata Kuliah Stilistika, Program S1. Universitas
Indonesia. Kemudian Ia menerbitkan buku Bunga Rampai Stilistika. Grafiti,
Jakarta 1993. Istilah stilistika sejak 1980-an ini mulai dikenal di dunia
Pengetahuan Tinggi sebab telah menjadi satu disiplin ilmu. Hal ini
dilatarbelakangi oleh kenyataan selama ini bahwa dalam usaha memahami karya
sastra para kritikus sastra menggunakan pendekatan intrinsik dan ekstrisik,
bahkan ada yang menggunakan beberapa pendekatan sekaligus. Semua itu ada hukum
untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang alasan pengarang
menciptakan karya tertulis, gagasan yang hendak disampaikan ataupun hal-hal
yang mempengaruhi cara penyampaiannya semua itu dilakukan untuk merebut makna
yang terkandung dalam karya sastra serta menikmati keindahannya. Karena medium
yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa, pengantar bahasa pasti akan
mengungkapkan hal-hal yang membantu kita menafsirkan makna suatu karya sastra
atau bagian-bagiannya untuk selanjutnya memahami dan menikmatinya. Pengkajian
ini disebut pengkajian stilistika. Dalam pengkajian ini tampak relevansi
linguistik atau ilmu bahasa terhadap studi sastra. Dengan stilistika, dapat
dijelaskan interaksi yang rumit antara bentuk dan makna yang sering luput dari
perhatian dan pengamatan para kritikus sastra.
Pada tahun
1986, Natawidjaja menerbitkan buku Apresiasi Stilistika, Intermasa, Yogyakarta.
Dalam buku ini diuraikan penggunaan bahasa suatu karya sastra melalui aspek
bahasa, misalnya peribahasa, ungkapan, dan gaya bahasa dalam karya sastra. Buku
ini sangat bermanfaat bagi siswa SMA dan mahasiswa yang ingin meningkatkan
pemahaman mengenai stilistika bahasa Indonesia. Di Universitas Gadjah Mada, penelitian
skripsi sarjana juga membahas masalah stilistika. Hal ini sudah dilaksanakan
sejak 1958 sampai dengan sekarang ini, misalnya Budi S telah membuat skripsi
tentang ”Bahasa Danarto dalam Godlob: Kajian Stilistika Cerpen-cerpen Danarto”,
1990. Ia memberi penekanan analisis terhadap kosakata, majas (bahasa kiasan),
sarana retorika, struktur sintesis, interaksi bahasa dan humor dari mantra
(Puleh, 1994:X). Pada 1993, Lukman Hakim membahas stilistika judul makalahnya
”Tinjauan Stilistika terhadap Robohnya Surau Kami”, (AA. Navis). Ia membahas
cerita pendek ini dari sisi gaya bahasa/stil, pengarangnya terutama yang
berhubungan dengan (1) struktur kalimat yang dihubungkan dengan gaya bercerita;
dan (2) pemilihan leksikal yang dikaitkan dengan pemakaian majas (Depdikbud,
1993:28-38, Bahasa dan Sastra, X.4).
Pada 1995,
Aminuddin menerbitkan bukunya Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya
Sastra, IKIP Semarang Press, Semarang. Kajian stilistika dalam buku ini terdiri
dari enam bab. Bab 1 mengenai Pengertian Gaya dalam Perspektif Kesejarahan; Bab
2 mengenai Studi Stilistika dalam Konteks Kajian Sastra; Bab 3 Bentuk Ekspresi
sebagai Pangkal Kajian Stilistika; Bab 4 Aspek Bunyi dalam Teks Sastra; Bab 5
Bentuk Simbolik dalam Karya Sastra; dan Bab 6 Bentuk Bahasa Kias dalam Karya
Sastra. Pada 2003, Tirto Suwondo membahas cerpen dengan pandangan stilistika,
judul makalahnya ”Cerpen Dinding Waktu, karya Danarto, Studi Stilistika” dimuat
dalam bukunya Studi Sastra Beberapa Alternatif, Hanindita, Yogyakarta, 2003. Suwondo
berkesimpulan bahwa cerpen dinding waktu karya Danarto kaya akan gaya bahasa,
baik gaya bahasa berdasarkan struktur kata dan kalimat maupun berdasarkan
langsung atau tidaknya makna. Dengan demikian, hingga saat sekarang ini,
stilistika sudah berkembang dengan pesat.
Perkembangan
stilistika di Indonesia sangat lambat bahkan hampir tidak mengalami kemajuan.
Penelitian tentang stilistika pada umumnya terbatas sebagai sub bagian dalam
sebuah buku teks atau dalam skripsi dan tesis. Kualitas penelitianpun terbatas
sebagai semata-mata deskripsi pemakaian bahasa yang khas, sebagai gaya bahasa.
Oleh karena itu sampai saat ini belum ada buku yang secara khusus membahas
stilistika.
Sebagai contoh
untuk menelusuri sejarah perkembangan stilistika di Indonesia, maka dicoba
menelusuri buku-buku yang dapat diimplikasikan baik terhadap gaya bahasa maupun
stilistika itu sendiri. Buku pertama berkaitan dengan gaya bahasa ditulis oleh
Slametmuljana. Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan gaya bahasa dan
stilistika, tetapi dikaitkan dengan judulnya Peristiwa Bahasa dan Peristiwa
Sastra (1956) dapatlah disebutkan bahwa buku tersebut mengawali studi
stilistika di Indonesia. Sebagian besar pembicaraan yang dilakukan berkaitan
dengan Bahasa Sastra, khususnya puisi (yang disebut kata „berjiwa‟), bahasa
kontekstual, yang di bedakan dengan bahasa kamus (bahasa dengan arti tetap),
sebagai bahasa bebas konteks. Menurut Slametmuljana, perkembangan mengenai
kata-kata berjiwa inilah yang disebut sebagai stilistika.
Bahasa adalah alat
untuk mewujudkan pengalaman jiwa yaitu cita dan rasa ke dalam rangkaian bentuk
kata yang tepat dan dengan sendirinya sesuai tujuan pengarang.
Teeuw dalam
bukunya yang berjudul Tergantung pada Kata (1980) menganalisis sepuluh puisi
dari sepuluh penyair terkenal, sehingga dapat mewakili ciri-ciri pemakaian
bahasa pada masing-masing puisi sekaligus mewakili kekhasan personalitas
pengarangnya[3].
Menurut Teeuw, melalui karya-karya Chairil Anwarlah terjadi revolusi total
dalam bahasa, dengan cara mendekonstruksi sistem sastra lama yang didiominasi
oleh berbagai ikatan, sehingga menjadi baru sama sekali.
Panuti Sudjiman
dalam bukunya yang berjudul Bunga Rampai Stilistika (1993), secara jelas telah
menyinggung makna stilistika itu sendiri, yaitu mengkaji ciri khas penggunaan
bahasa dalam wacana sastra. Dengan singkat stilistika mengkaji fungsi puitika
suatu bahasa. Sesuai dengan judulnya, sebagai bunga rampai pembicaraan
stilistika dibicarakan dalam empat bab dari keseluruhan buku yang terdiri atas
delapan bab. Menurut Sudjiman, stilistika menjembatani analisis bahasa dan
sastra.
Pembicaraan ini
hanya mengemukakan pembicaraan gaya bahasa dan stilistika dalam bentuk buku
yang sudah diterbitkan dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh stilistika
menjadi pusat perhatian bagi kritikus sastra Indonesia, sekaligus menunjukkan
masih lemahnya industri penerbitan di Indonesia.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebelum mengalami perkembangan dan perluasan seperti pada masa
kini, stilistika sebagai sebuah bagian dari linguitik telah disepakati memiliki
kaitan yang sangat erat dengan sastra. Sudjiman (1993: 3) menyebut bahwa
sesungguhnya sumbangan linguitik dalam kritik sastra ialah misalnya sorotan
pada penggunaan bahasa dan gaya bahasa sebagai unsur yang membangun karya
sastra, penggunaan dialek dan register tertentu. Pengetahuan linguistik,
khususnya fonologi dan fonemik, sangat bermanfaat dalam pengkajian puisi, yaitu
dalam pautannya dengan metrik, penyusunan struktur segmen bunyi dalam
hubungannya dengan unit-unit bunyi pada bahasa tertentu, atau derap dengan
irama. Adapun pengetahuan linguistik yang termasuk di dalamnya fonologi, dan
fonemik, dan juga syntax, lexico-semantic, adalah merupakan point utama
dalam analisis stilistika sastra pada awal kemunculannya. Hal ini tentu tidak
lepas dari background tokoh-tokoh besar teori stilistika yang merupakan para
ahli kebahasaan seperti Jakobson (1896 – 1982), Halliday (1925
– sekarang), dan Leech (1936 – sekarang)
B.
Saran
Setelah pemakalah membaca dan membahas tentang sejarah bahasa di
indonesia maupun di barat maka pemakalah menyarankan bahwasanya sejarah
sangatlah penting untuk mengetahui cikal bakal sebelumnya.
DAFTAR PUATAKA
Ahmad
Darwisy, Dirasah Al-Uslub bain
Al-Mua’sirah wa at-Turas,( Kairo; Dar Garib Lit-Taba’ah wat-Tauzi 1998),
Aminuddin. 1995. Stilistika:
Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang:IKIP Semarang Press.
Atmazaki. 2005. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Padang:
Citra Budaya Indonesia.
Junus, Umar. 1989. Stilistik: Suatu Pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pendidikan Malaysia.
Natawidjaja, P. Suparman. 1986. Apresiasi Stilistika. Jakarta:
Intermasa.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Semi, M. Atar. 2008. Stilistika Sastra. Padang: UNP Press.
Sudjiman Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistik. Jakarta: Grafiti.
[1]
.
Ahmad Darwisy, Dirasah Al-Uslub bain Al-Mua’sirah wa
at-Turas,( Kairo; Dar Garib Lit-Taba’ah wat-Tauzi 1998), hal.13-14
[3] . Ratna, Nyoman Kutha. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2009.)h.39.