Posted by : Unknown
Monday, February 20, 2017
MAKALAH
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL QUR’AN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ulumul Quran
Dosen Pengampu : Dewi
Mustika, M.Kom.I
Disusun oleh :
Nama : Ririn mayasari
NPM : 1503010009
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN
ISLAM
FAKULTAS ADAB DAKWAH DAN
USHULUDDIN
IAIN
METRO LAMPUNG
T.A. 1438 H/2017 M
KATA PENGANTAR
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِسْلاَمِ. وَنُصَلِّيْ وَنُسَلِّمُ عَلَى خَيْرِ اْلأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِسْلاَمِ. وَنُصَلِّيْ وَنُسَلِّمُ عَلَى خَيْرِ اْلأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
Segala puji bagi Allah
yang telah memberi sebaik-baik nikmat berupa iman dan islam. Salawat dan doa
keselamatanku terlimpahkan selalu kepada Nabi Agung Muhammad Saw berserta
keluarga dan para sahabat-sahabat Nabi semuanya
Alhamdulillah karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ulumul
Qur’an ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini yaitu menyajikan
beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah ini membahas
mengenai “Ilmu – Ilmu Qur’an”. Makalah ini menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti untuk para pembacanya.
Kami menyadari
bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekeurangan , kami mengharapkan
kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat
berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah
ini.
Metro, 18
febuari 2017
Penyusun
Ririn mayasari
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i....
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................... iii
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
1
C. Tujuan Pembuatan Makalah .......................................................................... 2
BAB
II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Al Quran.................. .................................................................... 3
B. Hikmah Di Turunkannya Al Quran Berangsur Angsur ................................. 6
C. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an.......................................................... 7
1.
Penulisan Al Quran
Pada Masa Rasulullah SAW............................. 8
2. Penulisan Al Quran Pada Masa Khulafa Al Rasyidin..................... 10
D. Rasm al Quran.............................................................................................. 15
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 20
B. Saran .......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Betapa pun awamnya seseorang muslim/muslimat, niscaya ia tahu dan
memang harus tahu bahwa sumber utama dan pertama ajaran agama yang dianutnya
(Islam) ialah al-Qur’an al-Karim. Baru kemudian diikuti dengan
al-Hadis/al-Sunnah sebagai sumber penting kedua agama Islam. Beberapa hari menjelang
kematiannya, Nabi Muhammad Saw berwasiat kepada umatnya supaya berpegang teguh
dengan kedua sumber ajaran Islam tersebut (al-Qur’an dan al Sunnah). Hal ini
terungkap dalam sabdanya:
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا إِنْ تُمْسِكْتُمْ بِهِمَا : كِتَاب
اللهِ وَسُنَّة نَبِيِّهِ (رواه مالك)[1]
Artinya : Aku tinggalkan di tengah-tengah
kalian (umat Islam) dua hal. Kalian tidak akan pernah sesat selama berpegang
teguh dengan keduanya yakni Kitabullah (al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya
(al-hadist). HR. Imam Malik).
Ilmu tafsir bisa mendorong kita untuk
mengetahui ilmu-ilmu al-Qur’an sedikit mendalam, serta mendorong kita untuk
mengetahui hal-hal yang menunjang pemahaman al-Qur’an yang mulia ini, berupa
usaha maksimal, kesungguhan yang optimal pembahasan mendalam. Kesemuanya itu
harus dicurahkan dalam rangka studi al-Qur’an yang mulia. Betapa usaha para
guru besar ternama dan Ulama yang terkenal, dimana mereka telah menghabiskan
usia demi terjaminnya permikiran atas wahyu murni sebagai pedoman/undang-undang
yang berharga, sejak awal diturunkannya al-Qur’an sampai saat ini
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Alquran?
2. Apa hikmah dari diwahyukannya Alquran?
3. Bagaimanakah proses penulisan Alquran pada masa
Nabi?
4. Bagaimanakah proses penulisan Alquran pada masa
Khulafa’urasyidin?
5. Bagaimanakah proses penyempurnaan Alquran
setelahnmasa khalifah?
6. Apa yang dimaksud dengan rasm Alquran?
7. Bagaimanakah pendapat beberapa ahli mengenai rasm
Alquran?
C. Tujuan Masalah
Makalah Sejarah Turunnya Alquran dan
Penulisan Alquran ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
pada mata kuliah Alquran/ Ilmu Tafsir, serta sebagai bahan untuk
mengetahui:
1. Apa yang dimaksud dengan Alquran
2. Hikmah dari diwahyukannya Alquran
3. Bagaimana proses penulisan Alquran pada masa
Nabi
4. Bagaimana proses penulisan Alquran pada masa
Khulafa’urasyidin
5. Bagaimana proses penyempurnaan Alquran setelahnmasa
khalifah
6. Apa yang dimaksud dengan rasm Alquran
7. Bagaimana pendapat beberapa ahli mengenai rasm
Alquran
BAB II
PEMBAHASAN
Banyak sekali berbagai pendapat
mengenai Alquran baik dari pengertian, perkembangan serta penulisan Al-Quran.
Selain itu juga, masih banyak dari kalangan orang muslim yang belum mengerti
dan paham mengenai Alquran. Maka dari itu beberapa ahli membuat suatu
kesepakatan mengenai ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Alquran yang
dinamakan dengan Ulumul Quran. Dari segi turunnya Alquran dan penulisan
Alquran terdapat pula beberapa perbedaan pendapat para ahli.Adapun perbedaan
itu dari segi pengertian Alquran, sejarah turunnya Alquran, penulisan serta
rasm Alquran dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, maka akan diuraikan pada bab
berikutnya.
A. Pengertian
al qur’an
Menurut etimologi:
Al-Qur’an berasal dari kata Qa-ra-a (قرأ) artinya
membaca, maka perkataan itu berarti “bacaan”. Maksudnya, agar ia menjadi bacaan
atau senantiasa dibaca oleh segenap bangsa manusia terutama oleh para pemeluk
agama Islam.[2]
Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang tiada tandingannya (mu’jizat),
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rosul, dengan
perantara Malaikat Jibril alahis salam, di tulis dalam mushhaf-mushhaf yang
disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), serta mempelajarinya
merupakan suatu ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan
surat An-Nass.[3]
Perbedaan ulama dalam menelusuri asal-usul
kata al-Qur’an, mereka juga tidak seragam dalam memberikan definisi al-Qur’an.
Namun demikian, jika direnungkan dengan seksama, terdapat beberapa unsur
al-Qur’an yang disepakati oleh para pakar ilmu-ilmu al-Qur’an. Unsur-unsur
al-Qur’an yang dimaksudkan ialah :[4]
Pertama, al-Qur’an adalah wahyu atau Kalam Allah SWT. Semua
definisi yang diberikan para ahli, selalu diawali dengan penyebutan al-Qur’an
sebagai Kalam atau wahyu Allah.[5]
Perhatikan misalnya definisi al-Qur’an yang menurut Muahmmad Ali al-Shabuni
konon telah disepakati oleh para ulama khususnya para ulama ushulul fikih
yaitu:
القرآن هو
كلام الله المعجز المنزل على خاتم الأنبياء والمرسلين بواسطة الأمين جبريل عليه
وسلّم المكتوب فى المصاحف المنقول الينا بالتّواتر المتعبد بتلاوته المبدوء بسورة
الفاتحة المختتم بسورة النّاس.[6]
Artinya : Al-Qur’an ialah Kalam Allah yang
(memiliki) mukjizat, diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan
melalui perantara Malaikat Jibril AS, ditulis dalam berbagai mushhaf,
dinukilkan kepada kita dengan cara tawatur (mutawatir) yang dianggap ibadah
dengan membacanya, dimulai dengan surat al-Fatihah, dan ditutup dengan surat
al-Nas.
القرآن هو
الوحي المنزل من عند الله إلى رسوله محمد بن عبد الله خاتم الأنبياء المنقول منه
بالتواتر لفظا زمعنى وهو آخر الكتب السماوية نزلا.[7]
Artinya : Al-Qur’an ialah wahyu Allah yang
diturunkan dari sisi Allah kepada Rasul-Nya Muhammad Ibn ‘Abdullah, penutup
para nabi, yang dinukilkan dari padanya dengan penukilan yang mutawatir
nazham/lafal maupun maknanya, dan merupakan kitab sawawi yang paling akhir
penurunannya.
Sebagai wahyu Allah, tentu saja al-Qur’an
mutlak bukan puitisi penyair (pujangga), bukan mantera-mantera tukang tenung,
bukan bisikan syaitan yang terkutuk; bahkan juga bukan sabda Nabi Muhammad SAW,[8]
bukan perkataan selain Dia.
Kedua, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ini menunjukkan
bahwa kalam atau wahyu Allah yang diturunkan kepada para nabi dan rosul Allah
yang lain tidak dapat dinamakan al-Qur’an. Sebab, seperti ditegaskan sebelum
ini, al-Qur’an adalah nama khusus yang diberikan Allah terhadap kitab suci-Nya
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Karenanya, kitab-kitab Allah yang
lain-Zabur, Taurat, dan Injil- tidak boleh disebut sebagai al-Qur’an meskipun
sama-sama wahyu dan orang yang menerimanya sama-sama nabi dan atau rasul Allah.
Terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu ayat-ayat al-Qur’an yang
menyatakan bahwa al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Ketiga, al-Qur’an disampaikan melalui Malaikat Jibril AS.
Semua ayat al-Qur’an diwahyukan dengan perantaraan Malaikat Jibril. Memang ada
segelintir pendapat yang menyatakan bahwa sebagian al-Qur’an – diantaranya
surat al-Kautsar menurut mereka – disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW
secara langsung, tidak melalui perantara Malaikat Jibril AS, tetapi pendapat
ini selalu di bantah banyak pihak.
Keempat, al-Qur’an diturunkan dalam bentuk lafal Arab. Para
ulama menyakini bahwa al-Qur’an diturunkan dari Allah SWT bukan semata-mata
dalam bentuk makna seperti halnya dengan Hadis Qudsi, akan tetapi juga
sekaligus lafalnya. Perhatikan kata lafzhan wa ma’anan dalam definisi al-Qur’an yang dikemukan ‘Afif
Abd al-Fattah Thabbarah di atas. Demikian juga halnya dengan beberapa ta’rif
al-Qur’an yang diformulasikan para ahli ilmu-ilmu al-Qur’an yang lain. Karena
al-Qur’an itu lafal dan maknanya berasal dari Allah SWT, maka terjemahan
al-Qur’an dan bahkan tafsirnya yang dalam bahasa Arab sekalipun, tidak dapat
dikatakan sebagai al-Qur’an.
Al-Qur’an yang secara harfiah berarti
“bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena
tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang
lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu.[9]
B. Hikmah diturunkannya
al qur’an secara berangsur-angsur
Al-qur’an turun secara berangsur-angsur selama 23 tahun. 13 tahun di Mekkah
menurut pendapat yang rajih (kuat) dan 10 tahun di Madinah. Sebagai bukti dan
dalil tentang turunnya al-qur’an secara berangsur-angsur dapat diketahui dari
firman Allah surat al-Isra’ ayat 106 :
“Dan al-qur’an itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakan perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian”.
Dan juga firman Allah surat
al-Furqan ayat 32 :
“Berkatalah orang-orang kafir: “mengapa al-qur’an itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja ?”, demikian supaya Kami hatimu dengannya dan Kami
membacakannya secara tartil (teratur dan benar)”.
Kedua ayat diatas menunjukkan suatu bukti bahwa al-qur’an diturunkan secara
beransur-angsur, bagian demi bagian sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi, tidak sebagaimana halnya kitab-kitab samawi yang lain, seperti Taurat,
Injil dan Zabur yang turunnya sekaligus. Seandainya kitab-kitab tersebut
diturunkan secara berangsur-angsur tentulah orang-orang kafir tidak merasa
heran terhadap al-qur’an yang turun secara berangsur-angsur.
Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan beberapa hikmah tentang diwahyukannya
al-qur’an secara berangsur-angsur:
1. Untuk
menguatkan atau mengukuhkan hati Rasulullah SAW dalam melaksanakan tugas
sucinya, sekalipun ia menghadapi hambatan dan tantangan yang beraneka ragam.
2. Untuk
menghibur hati Nabi pada saat ia menghadapi kesulitan, kesedihan datau
perlawanan dari orang-orang kafir.
3. Untuk
memudahkan Rasulullah dan para pengikutnya menghafal al-qur’an, karena mereka
pada umumnya ummi arau buta huruf..
4. Agar
mudah dimengerti dan dilaksanakan segala isinya, sebab siapa pun orangnya, ia
akan enggan melaksanakan perintah atau larangan yang diberikan sekaligus,
karena dirasakan sangat berat.
5. Untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau penolakan terhadap suatu
pendapat yang berkembang atau perbuatan yang dilakukan.
6. Untuk
meneguhkan dan menghibur hati pada pengikutnya yang hidup semasa dengannya
dalam menghadapi pahit getirnya perjuangan menegakkan kebenaran dan ajaran
tauhid.
7. Untuk
memudahkan mereka sedikit demi sedikit meninggalkan tradisi-tradisi jahiliyah
yang negative, seperti minum khamar dan lain-lain.
8. Untuk
menujukkan satu kenyataan yang tidak dapat dibantah tentang eksistensi
al-qur’an sendiri, bahwa ia merupakan kalamullah semata.
9. Mereka
yang berpendapat bahwa al-qur’an itu ada nasikh dan mansukh. Bagi mereka. Salah
satu hikmah turunnya al-qur’an secara berangsur-angsur adalah karena diantara
ayat-ayat al-qur’an itu ada yang perlu dinasikhkan oleh Tuhan dan digantinya
ayat yang baru.
10. Turunnya
al-qur’an adalah secara berangsur-angsur ialah sesuai dengan sunnatullah yang
berlaku di seluruh alam ini. Semuanya berangsur-angsur atau evolusi, dari kecil
berangsur-angsur jadi besar.[10]
C. Pengumpulan Al
Qur’an Dan Penulisan Al Qur’an
Merujuk kepada definisi al-Qur’an yang sebelumnya
telah disepakati oleh para ulama’:
“Al-Qur’an adalah kalam Allah yang berupa mukjizat,
diturunkan kepada
Muhammad saw. dan dinukil kepada kita secara mutawatir, serta
dinilai beribadah ketika membacanya”
Maka, materi al-Qur’an yang merupakan mukjizat itu
sampai kepada kita melalui proses penukilan, bukan periwayatan. Dengan
begitu dapat diartikan dengan memindahkan materi yang sama dari sumber asli ke
dalam mushaf. Karena itu, pengumpulan al-Qur’an itu tidak lain merupakan bentuk
penghafalan al-Qur’an di dada dan penulisannya dalam lembaran. Sebab, dua
realitas inilah yang mencerminkan proses penukilan materi al-Qur’an. Dua
realitas penghafalan al-Qur’an di dada dan penulisannya dalam lembaran ini
secara real telah berlangsung dari kurun ke kurun, sejak
Rasul hingga kini, dan bahkan Hari Kiamat.[11]
Ditinjau dari segi bahasa, al-Jam’u berasal dari
kata يخمع- جمع yang artinya mengumpulkan.
Sedangkan pengertian al-Jam’u secara terminologi, para ulama berbeda pendapat.
Menurut Az-Zarqani, Jam’ul Qur’an mengandung dua pengertian. Pertama mengandung
makna menghafal al-Qur’an dalam hati, dan kedua yaitu menuliskan huruf demi
huruf dan ayat demi ayat yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW. Menurut al-Qurtubi dan Ibnu Katsir maksud dari Jam’ul Qur’an
adalah menghimpun al-Qur’an dalam hati atau menghafal al-Qur’an.[12]
Menurut Ahmad von Denffer, istilah pengumpulan
al-Qur’an (jam’ al-qur’ân) dalam literatur klasik itu mempunyai berbagai
makna,[13] antara
lain:
1.
Al-Qur’an dicerna oleh hati.
2.
Menulis kembali tiap pewahyuan.
3.
Menghadirkan materi al-Qur’an untuk ditulis.
4.
Menghadirkan laporan (tulisan) para penulis wahyu yang
telah menghafal al-Qur’an.
5.
Menghadirkan seluruh sumber, baik lisan maupun
tulisan.
Berdasarkan pendapat para ulama di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Jam’ul Qur’an adalah usaha penghimpunan
dan pemeliharaan al-Qur’an yang meliputi penghafalan, serta penulisan ayat-ayat
serta surat-surat dalam al-Qur’an.[14]
1.
Penulisan Al Qur’an Pada Masa Nabi
a. Pengumpulan
dalam dada.
Secara kodrati, bangsa arab memiliki daya hafal yang
kuat. Hal itu dikarenakan sebagian besar dari mereka buta huruf atau tidak
dapat membaca dan menulis. Sehingga dalam menulis berita, syair, atau silsilah
keluarga mereka hanya menuliskannya dalam hati. Termasuk ketika mereka menerima
ayat-ayat al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Dalam kitab shahih Bukhari, dikemukakan bahwa terdapat
tujuh Huffaz melalui tiga riwayat. Mereka adalah Abdullah bin Mas’ud,
Salim bin Ma’qal, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid
bin Sakan, dan Abu Darda.
b. Pengumpulan dalam bentuk tulisan
Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur’an
dari para sahabat pilihan seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abban
bin Sa‘id, Khalid bin Sa‘id, Khalid bin al-Walid, Mu‘awiyah bin Abu
Sufyan, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Selain penulis wahyu, para
sahabat yang lainnya pun ikut menulis ayat-ayat al-Qur’an. Kegiatan ini
didasarkan pada sebuah hadits Nabi.[15] :
لَا
تَكْتُبُوْاعَنِّي شَيْئًاإِلَّاالْقُرْاٰنَ وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي سِوَى
الْقُرْاٰنَ فَلْيَمْحُهُ.
Artinya :
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku
kecuali al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain al-Qur’an,
hendaklah ia menghapusnya.” (H.R. Muslim)
Diantara faktor pendorong penulisan al-Qur’an pada
masa Nabi[16] adalah
:
1. Mem-back
up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.
2. Mempresentasikan
wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hafalan para
sahabat saja tidak cukup karena terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka
sudah wafat. Adapun tulisan tulisan akan tetap terpelihara walaupun pada masa
Nabi al-Qur’an tidak ditulis di tempat tertentu.
Dalam suatu
cacatan, disebutkan bahwa sejumlah bahan yang digunakan untuk menyalin
wahyu-wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad,[17]
yaitu :
1. Riqa, atau
lembaran lontar (daun yang dikeringkan) atau perkamen (kulit binatang).
2. Likhaf, atau
batu tulis berwarna putih, terbuat dari kepingan batu kapur yang terbelah
secara horizontal lantaran panas.
3. ‘Asib, atau
pelapah kurma, terbuat dari bagian ujung dahan pohon kurma yang tipis.
4. Aktaf, atau
tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta.
5. Adlla’ atau
tulang rusuk, biasaya juga terbuat dari tulang rusuk unta.
6. Adim, atau
lembaran kulit, terbuat dari kulit binatang asli yang merupakan bahan utama
untuk menulis ketika itu.
Para
sahabat menyodorkan al-Qur’an kepada Rasulullah secara hafalan maupun tulisan.
Tetapi tulisan-tulisan yang terkumpul pada jaman nabi tidak terkumpul dalam
satu mushaf, dan yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki yang lainnya.
2.
Penulisan al Qur’an pada masa khulafaurrasyidin
a. Penulisan al Qur’an periode Abu Bakar Ash-Shidiq
Pasca wafatnya Rasulullah SAW, kekhalifahan bangsa
Arab beralih kepada Abu Bakar. Pada masa kekhalifahannya, Abu Bakar dihadapkan
oleh kemurtadan yang terjadi di kalangan bangsa Arab. Abu Bakar pun segera
mengerahkan pasukan untuk menumpas kemurtadan. Perang itupun dikenal dengan
sebutan Perang Yamamah yang terjadi pada tahun 11 H/633 M.
Dalam perang tersebut, sekitar 70 orang Huffaz mati
Syahid. Umar bin Khattab merasa khawatir atas peristiwa ini. Maka Umar
mengadukan kekhawatirannya tersebut kepada Abu Bakar.
Diceritakan bahwa Bukhari meriwayatkan di dalam
shahihnya dari Zaid bin Tsabit, ia berkata:
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Telah
mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia berkata; Telah mengabarkan
kepadaku Ibnu As Sabbaq bahwa Zaid bin Tsabit Al Anshari radliallahu 'anhu -salah
seorang penulis wahyu- dia berkata; Abu Bakar As shiddiq datang
kepadaku pada waktu perang Yamamah, ketika itu Umar disampingnya. Abu Bakr
berkata bahwasanya Umar mendatangiku dan mengatakan; "Sesungguhnya perang
Yamamah telah berkecamuk (menimpa) para sahabat, dan aku khawatir akan menimpa
para penghafal Qur'an di negeri-negeri lainnya sehingga banyak yang gugur dari
mereka kecuali engkau memerintahkan pengumpulan (pendokumentasian) al
Qur`an." Abu Bakar berkata kepada Umar; "Bagaimana aku mengerjakan suatu
proyek yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam?" Umar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah sesuatu yang
baik." Ia terus mengulangi hal itu sampai Allah melapangkan dadaku
sebagaimana melapangkan dada Umar dan aku sependapat dengannya. Zaid berkata;
Abu Bakar berkata; -pada waktu itu disampingnya ada Umar sedang duduk, dan dia
tidak berkata apa-apa.- "Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang cerdas, kami
tidak meragukanmu, dan kamu juga menulis wahyu untuk Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, karena itu kumpulkanlah al Qur'an (dengan seksama)."
Zaid berkata; "Demi Allah, seandainya mereka menyuruhku untuk memindahkan
gunung dari gunung-gunung yang ada, maka hal itu tidak lebih berat bagiku dari
pada (pengumpulan atau pendokumentasian al Qur'an). kenapa kalian mengerjakan
sesuatu yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam?" Abu Bakar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah baik."
Aku pun terus mengulanginya, sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan
dada keduanya (Abu Bakar dan Umar). Lalu aku kumpulkan al Qur'an (yang ditulis)
pada kulit, pelepah kurma, dan batu putih lunak, juga dada (hafalan) para
sahabat. Hingga aku mendapatkan dua ayat dari surat Taubah berada pada
Khuzaimah yang tidak aku temukan pada sahabat mana pun. Yaitu ayat: Sungguh
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling
(dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan
selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki
'Arsy yang agung." (9: 128-129). Dan mushaf yang telah aku kumpulkan itu
berada pada Abu Bakr hingga dia wafat, kemudian berada pada Umar hingga dia
wafat, setelah itu berada pada Hafshah putri Umar. Diriwiyatkan pula
oleh 'Utsman bin 'Umar dan Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab; Al Laits
berkata; Telah menceritakan kepadaku 'Abdur Rahman bin Khalid dari Ibnu Syihab;
dia berkata; ada pada Abu Huzaimah Al Anshari. Sedang Musa berkata; Dari
Ibrahim Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab; 'Ada pada Abu Khuzaimah.'
Juga diriwayatkan oleh Ya'qub bin Ibrahim dari Bapaknya. Abu Tsabit berkata;
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim dia berkata; 'Ada pada Khuzaimah atau
Abu Khuzaimah.[18]
Jati diri Zaid bin Tsabit begitu istimewa sehingga tak
heran Abu Bakar dan Umar diberikan kelapangan dada untuk memberikan tugas
tersebut pada Zaid bin Tsabit, yang mana sebagai pengumpul dan pengawas komisi
ini Zaid bin Tsabit dibantu Umar sebagai sahibul fikrah yakni pembantu
khusus. Beberapa keistimewaan tersebut diantaranya adalah[19] :
1) Berusia
muda, saat itu usianya di awal 20-an (secara fisik & psikis kondisi prima)
2) Akhlak yang
tak pernah tercemar, ini terlihat dari pengakuan Abu Bakar yang mengatakan
bahwa, “Kami tidak pernah memiliki prasangka negatif terhadap anda”.
3) Kedekatannya
dengan Rasulullah SAW, karena semasa hidup Nabi, Zaid tinggal berdekatan dengan
beliau.
4) Pengalamannya
di masa Rasulullah SAW masih hidup sebagai penulis wahyu dan dalam satu kondisi
tertentu pernah Zaid berada di antara beberapa sahabat yang sempat mendengar
bacaan al-Qur’an malaikat jibril bersama Rasulullah SAW di bulan Ramadhan.
5) Kecerdasan
yang dimilikinya menunjukkan bahwa tidak hanya karena memiliki vitalitas dan
energi namun kompetensinya dalam kecerdasan spiritual dan intelektual
Seperti diceritakan diatas, pengumpulan al-Qur’an
dilaksanakan oleh Zaid atas arahan khalifah. Waktu pengumpulan Zaid terhadap
al-Qur’an sendiri sekitar 1 tahun. Hal ini dikarenakan Zaid bin Tsabit
melakukannya dengan sangat hati-hati. Hal yang pertama kali Zaid lakukan adalah
mengumumkan bahwa siapa saja yang memiliki berapapun ayat al-Qur’an, hendaklah
diserahkan kepadanya. Ia tidak akan menerima satu ayat pun melainkan orang
tersebut membawa bukti dan dua orang saksi yang menyatakan bahwa apa yang ia
bawa adalah wahyu Qur’ani. Bukti pertama adalah naskah tertulis. Bukti kedua
adalah hafalan, yaitu kesaksian orang-orang bahwa pembawa al-Qur’an itu telah
mendengarnya dari Rasulullah SAW.[20]
Buah hasil kerja Zaid sangat teliti dan hati-hati
sehingga memiliki akurasi yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan :
1)
Menulis hanya ayat al-Qur’an yang telah disepakati
mutawatir riwayatnya.
2)
Mencakup semua ayat al-Qur’an yang tidak mansukh
al-Tilawah.
3)
Susunan ayatnya seperti yang dapat kita baca pada
ayat-ayat yang tersusun dalam al-Qur’an sekarang ini.
4)
Tulisannya mencakup al-ahruf al-sab’ah sebagaimana al-Qur’an
itu diturunkan.
5)
Membuang segala tulisan yang tidak termasuk bagian
dari al-Qur’an.
Senada dengan itu, al-Zarqani menyebutkan bahwa
ciri-ciri penulisan al-Qur’an pada masa khalifah Abu Bakar ini adalah :
1)
Seluruh ayat al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam
satu mushaf berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama.
2)
Tidak termasuk di dalamnya ayat-ayat al-Qur’an yang
telah mansukh atau dinasakh bacaannya.
3)
Seluruh ayat al-Qur’an yang ditulis di dalamnya telah
diakui kemutawatirannya.
Kekhusususan hasil kerja Zaid sendiri membedakan dengan catatan para sahabat yang menjadi dokumentasi pribadi. Catatan mereka yang masih mencakup ayat-ayat yang mansukh al-Tilawah, ayat-ayat yang termasuk kategori riwayat al-Ahad, catatan doa dan tulisan yang diklasifikasikan sebagai sebagai tafsir dan takwil.
Kekhusususan hasil kerja Zaid sendiri membedakan dengan catatan para sahabat yang menjadi dokumentasi pribadi. Catatan mereka yang masih mencakup ayat-ayat yang mansukh al-Tilawah, ayat-ayat yang termasuk kategori riwayat al-Ahad, catatan doa dan tulisan yang diklasifikasikan sebagai sebagai tafsir dan takwil.
Setelah semua ayat al-Qur’an terkumpul, kumpulan
tersebut disimpan dalam kotak kulit yang disebut “Rab’ah”. Kemudian kumpulan
tersebut diserahkan kepada Abu Bakar. Setelah beliau wafat, kumpulan atau
lembaran-lembaran tersebut berpidah tangan kepada Umar. Lalu setelah Umar
wafat, maka lembaran-lembaran tersebut disimpan oleh putrinya sekaligus
istri Rasulullah SAW yaitu Hafsah binti Umar.
b. Penulisan al Qur’an Periode Utsman
Penyebaran Islam bertambah luas, dan para Qurra‘ pun
tersebar ke seluruh wilayah hingga ke arah utara Jazirah Arab sampai Azerbaijan
dan Armenia. Setiap wilayah diutuslah seorang Qari. Maka bacaan al-Qur’an
yang mereka bawakan berbeda-beda. Berasal dari suku kabilah dan provinsi yang
beragama sejak awal pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan. Nabi
Muhammad SAW sendiri memang telah mengajarkan membaca al-Qur’an berdasarkan
dialek mereka masing-masing lantaran dirasa sulit untuk meninggalkan dialek
mereka secara spontan. Namun kemudian adanya perbedaan dalam penyebutan atau
membaca al-Qur’an yang kemudian menimbulkan kerancuan dan perselisihan dalam
masyarakat.
Ketika itu, orang yang mendengar bacaan al-Qur’an yang
berbeda dengan bacaan yang ia gunakan menyalahkannya. Bahkan mereka saling
mengafirkan. Hal ini membuat Huzaifah bin al-Yaman resah dan mengadukan hal
tersebut kepada Utsman. Menanggapi hal tersebut, Utsman mengirim utusan kepada
Hafsah dan meminjam mushaf Abu Bakar. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin “As, dan Abdurrahman bin Haris bin
Hisyam. Keriga orang terakhir adalah orang Quraisy. Utsman memerintahkan agar
apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam
bahasa Quraisy, karena Qur’an turun dalam logat mereka.
Setelah mereka melakukan hal itu, Utsman mengembalikan
mushaf kepada Hafsah. Mereka menyalinnya ke dalam beberapa mushaf baru tersebut
dan memerintahkan agar semua Qur’an/mushaf lainnya dibakar. Mushaf tersebutlah
yang dikenal dengan mushaf Utsmani.
Al-Zarqani sendiri mencatat bahwa ciri-ciri mushaf
yang disalin pada Khalifah Usman adalah sebagai berikut :
1)
Ayat-ayat al-Qur’an yang tertulis di dalamnya
seluruhnya berdasarkan riwayat yang mutawwir berasal dari Rasulullah.
2)
Tidak terdapat di dalamnya ayat-ayat al-Qur’an yang
mansukh atau dinasakh bacaannya.
3)
Susunan menurut urutan wahyu.
4)
Tidak terdapat di dalamnya yang tidak tergolong pada
al-Qur’an seperti apa yang ditulis oleh sebagian sahabat dalam mushaf
masing-masing sebagai penjelasan atau keterangan terhadap ayat-ayat tertentu.
5)
Mushaf yang ditulis pada masa khalifah usman tersebut
mencakup “tujuh huruf” dimana al-Qur’an diturunkan dengannya.
Mushaf Usmani tidak memakai tanda baca seperti titik
dan syakal karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab
murni di mana mereka tidak memerlukan syakal, titik dan tanda baca lainnya
seperti yang kita kenal sekarang ini. Pada masa itu tulisan hanya terdiri
atas beberapa simbol dasar, hanya melukiskan struktur konsonan dari sebuah kata
yang sering menimbulkan kekaburan lantaran hanya berbentuk garis lurus semata.
D. Rosm Al
qur’an
1. Pengertian Rasmul
Qur’an dari Berbagai Sumber
Rasmul Al-Qur’an atau yang lebih dikenal dengan Ar-Rasm Al-‘Utsmani lil Mushaf (penulisan mushaf Utsmani) adalah : Suatu metode khusus dalam penulisan Al-Qur’an yang di tempuh
oleh Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy yang di setujui oleh Utsman.[21]
Rasmul
al-Qur’an yaitu : Penulisan Al-Qur’an yang dilakukan oleh 4 sahabat yang
dikepalai oleh Zaid bin Tsabit, dibantu tiga sahabat yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali
bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan yang dilatar belakangi oleh saran dari
Umar bin Khattab kepada Abu Bakar, kemudian keduanya meminta kepada Zaid bin
Tsabit selaku penulis wahyu pada zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam
untuk mengumpulkan (menulis) Al-Qur’an karena banyaknya para sahabat dan
khususnya 700 penghafal Al-Qur’an syahid pada perang Yamamah.[22]
Metode
khusus dalam Al-Qur’an yang digunakan oleh 4 sahabat yaitu: Zaid bin Tsabit,
Ubay ibn Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan bersama disetujui
oleh khalifah Utsman. Istilah rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan
al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis
dan membukukan Al-Qur’an. Yaitu mushaf yang
ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Mus bin zubair, Said bin Al-Ash,
dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu.
Para ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu :
a. Al–Hadzf (membuang,
menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’ (يَآيُّهَا
النَّاسُ).
b. Al–Jiyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang
mempunyai hokum jama’ (بنوا اسرا ئيل )
dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang
terletak di atas lukisan wawu ( تالله
تفتؤا).
c. Al–Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat yang
sebelunya, contoh (ائذن ).
d. Badal (penggantian),
seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata (الصلوة).
e. Washal dan fashl(penyambungan dan
pemisahan),seperti kata kul yang
diiringi dengan kata maditulis dengan
disambung (كلما).
f. Kata yang dapat di baca
dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi,penulisanya disesuaikan
dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ustmani,penulisan kata
semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, contohnya,(ملك يوم
الدين ).
Ayt ini boleh dibaca dengan menetapkan alif(yakni dibaca
dua alif), boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat(yakni dibaca
satu alif).
2.. Pendapat Para Ulama
Tentang Rasmul Qur’an.
Para ulama telah berbeda pendapat mengenai status rasmul Al-Qur’an ini.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi yang mana
mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menginformasikan bahwa nabi pernah
berpesan kepada mu’awiyah, salah seorang seketarisnya, “Ambillah tinta,
tulislah huruf” dengan qalam (pena), rentangkan huruf “baa”, bedakan huruf
“siin”, jangan merapatkan lubang huruf “miim”, tulis lafadz “Allah” yang baik,
panjangkan lafadz “Ar-Rahman”, dan tulislah lafadz “Ar-Rahim” yang indah
kemudian letakkan qalam-mu pada telinga kiri, ia akan selalu mengingat Engkau.
Merekapun mengutip pernyataan Ibnu Mubarak :“Tidak seujung rambutpun dari huruf
Qur’ani yang ditulis oleh seorang sahabat Nabi atau lainnya. Rasm Qur’ani
adalah tauqif dari Nabi (yakni atas dasar petunjuk dan tuntunan langsung dari
Rasulullah SAW). Beliaulah yang menyuruh mereka (para sahabat) menulis rasm qur’ani
itu dalam bentuk yang kita kenal, termasuk tambahan huruf alif dan
pengurangannya, untuk kepentingan rahasia yang tidak dapat dijangkau akal
fikiran, yaitu rahasia yang dikhususkan Allah bagi kitab-kitab suci lainnya”.
Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan
tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui oleh ustman
dan diterima umat,sehingga wajib diikuti dan di taati siapapun yang menulis
alqur’an. Tidak yang boleh menyalahinnya, banyak ulama terkemuka yang
menyatakan perlunya konsistensi menggunakan rasmul ustmani.
Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al Qur’an versi Mushaf
‘Utsmani diperselisihkan para ulama. Ada yang mengatakan wajib, dengan alasan
bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (tauqifi). Pola itu harus
dipertahankan walaupun beberapa di antaranya menyalahi kaidah penulisan yang
telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan Imam Malik berpendapat haram
hukumnya menulis Al Qur’an menyalahi rasm ‘Utsmani. Bagaimanpun, pola tersebut
sudah merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama).
Ulama yang tidak mengakui rasm ‘Utsmani sebagai rasm tauqifi, berpendapat
bahwa tidak ada masalah jika Al Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar
(rasm imla’i). Soal pola penulisan diserahkan kepada pembaca. Kalau pembaca
lebih mudah dengan rasm imla’i, ia dapat menulisnya dengan pola tersebut,
karena pola penulisan itu hanya simbol pembacaan, dan tidak mempengaruhi makna
Al Qur’an.
3.. Kaitan Rusmul Qur’an
Dengan Qira’at
Secara
etimologi Qiraat adalah jamak dari Qira’ah, yang berarti ‘bacaan’, dan ia
adalah masdar(verbal noun) dari Qara’a. Secara terminologi atau istilah ilmiyah
Qiraat adalah salah satu Mazhab (aliran) pengucapan Qur’an yang dipilih oleh
seorang imam qurra’ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab yang
lainya.
Qiraat
ini ditetapkan berdasarkan sabad-sanadnya sampai kepada Rasulullah. Periode
qurra’ (ahli / imam qiraat) yang mengajarkan bacaan Qur’an kepada orang-orang
menurut cara mereka masing-masing adlah dengan berpedoman kepada masa para
sahabat.diantara para sahabat yang terkenal yang mengajarkan qiraat ialah Ubai,
Ali, Zaid bin Sabit, Ibn Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari dan lain-lain. Dari mereka
itulah sebagian besar sahabat dan Tabi’in di berbagai negri belajar qira’at
yang semuanya bersandar kepada Rasulullah.[23]
Sahabat-sahabat
nabi terdiri dari beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunya lahjah
(bunyi suara / sebutan) yang berlainan satu sama lain. Memaksa mereka menyebut
pembacaan atau membunyikan al-Qur’an dengan lahjah yang tidak mereka biasakan,
suatu hal menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah Yang Maha
Bijaksana menurunkan al-Qur’an dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh
golongan Quraisy dan oleh golongan-golongan yang lain di tanah Arab. Oleh karna
itu menghasilkan bacaan al-Qur’an dalam berbagai rupa atau macam bunyi lahjah.
Dan bunyi lahjah yang biasa ditanah Arab ada tujuh macam. Di samping itu ada
beberapa lahjah lagi. Sahabt-sahabat nabi menerima al-Qur’an dari nabi menurut
lahjah bahasa golonganya. Dan masing-masing mereka meriwayatkan al-Qur’an
menurut lahjah mereka sendiri. Sesudah itu munculah segolongan ulama yang
serius mendalami ilmu qira’at sehingga mereka menjadi pemuka qira’at yang
dipegangi dan dipercayai. Oleh karena mereka semata-mata mendalami qira’at
untuk mendakwahkan al-Qur’an pada umatnya sesuai dengan lahjah tadi. Kemudian
muncullah qurra-qurra yang kian hari kian banyak. Maka ada diantara mereka yang
mempunyai keteguhan tilawahnya, lagi masyhu, mempunyai riwayah dan dirayah dan
ada diantara mereka yang hanya mempunyai sesuatu sifat saja dari sifat-sifat
tersebut yang menimbulkan perselisihan yang banyak.
Untuk
menghindarkan umat dari kekeliruan para ulama berusaha menerangkan mana yang
hak mana yang batil. Maka segala qira’at yang dapat disesuaikan dengan bahasa
arab dan dapat disesuaikan dengan salah satu mushaf Usmani serta sah pula
sanadnya dipandang qira’at yang bebas masuk kedalam qira’at tujuh, maupun
diterimanya dari imam yang sepuluh ataupun dari yang lain.
Meskipun
mushaf Utsmani tetap dianggap sebagai satu-satunya mushaf yang dijadikan
pegangan bagi umat Islam diseluruh dunia dalam pembacaan Al-Qur’an, namun
demikian masih terdapat juga perbedaan dalam pembacaan. Hal ini
disebabkan penulisan Al-Qur’an itu sendiri pada waktu itu belum mengenal adanya
tanda-tanda titik pada huruf-huruf yang hampir sama dan belum ada baris
harakat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang
tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya
dengan berbagai qira’at. Hal itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman
cara membaca Al-Qur’an.
Dengan demikian hubungan rasmul Qur’an dengan Qira’at sangat erat. Karena
semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan
untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-Qur’an.Untuk
mengatasi permasalahan tersebut Abu Aswad Ad-Duali berusaha menghilangkan
kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh orang-orang Islam non Arab dalam
membaca Al-Qur’an dengan memberikan tanda-tanda yang diperlukan untuk menolong
mereka membaca ayat-ayat al-Qur’an dan memahami kandungan ayat-ayat al-Qur’an
tersebut.
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Al Qur’an
adalah Kalam (perkataan) Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Permulaan turunnya Al Qur’an
adalah pada malam Lailatul Qadar, tanggal 17 Ramadhan bertepatan tanggal 6
Agustus 610 M, sewaktu beliau sedang berkhalwat
(menyendiri) di dalam Gua Hira’ di atas Jabal Nur. Al Qur’an diturunkan secara
bertahap dalam 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan
10 tahun di Madinah.
Nabi SAW
menyuruh sahabat menghafalkan ayat-ayat yang di ajarkannya, dan memerintahkan
sahabat yang pandai menulis untuk menuliskannya di atas pelepah-pelepah kurma,
lempengan-lempengan batu, dan kepingan-kepingan tulang. Pada masa Khulafaur
Rasyidin penulisan Al Qur’an ditulis di atas lembaran-lembaran kertas yang
disebut suhuf-suhuf. Suhuf-suhuf itu lalu disusun menjadi
satu mushaf.
Sebelum
ditemukan mesin cetak, Al Qur’an disalin dan diperbanyak dari mushaf Usmani dengan cara tulisan
tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke-16, ketika Eropa menemukan mesin
cetak dapat digerakkan (dipisah-pisahkan). Al Qur’an pertama kali dicetak di
Hamburg (Jerman) pada tahun 1694.
b.
Saran
Makalah ini
tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna dan kami sangat mengharapkan
saran dan kritik guna membangun dan bisa memperbaiki makalah kami. Karena ada
pepatah yang mengatakan “semakin ilmu itu di gali maka semakin banyak yang
tidak kita ketahui”.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan, Ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Setia,
2001.
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta,
Pustaka Firdaus, 2000
Muhammad ‘Ali al-Shabuni, al-Tibyan
fi’Ulum al-Qur’an, Damsyik-Siriya, Maktabah al-Ghazali, 1401 H/1981 M
Afif “abd al-Fattah Thabbarah, Ruh
al-Din al-Islami, Beirut Lubhan, Dar al-‘ilm li al-Malayin
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung.
Mizan, 1996.
Abd. Chalik, Drs. H. A. Chaerudji, “Ulum Al-Qur’an”. Diadit
Media. Jakarta Pusat. 2007
Hafidz Abdurrahman, Ulumul Qur’an Praktis, Idea Pustaka Utama, Bogor, 2003
Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Pustaka
Setia, Bandung, 2006
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah
Al-Qur’an, Forum Kajian Budaya dan Agama,Yogyakarta, 2001
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar, Cetakan ketujuh, Februari 2012
M.Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-Qur’an / Tafsir. Jakarta
: Bulan Bintang, Cetakan ketigabelas, Tahun 1990
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta : PT Pustaka Antar
Nusa, Tahun 1994, Cetakan kedua
[5] Terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu jumlah ayat al-Qur’an yang
menyatakan bahwa al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan oleh Allah SWT Di
antaranya ialah : al-An’am (6): 155, al-Furqon (25): 6, al-Zumar (39): 1,
al-Sajadah (41): 2 dan al-Najm (53): 4.
[6] Muhammad ‘Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi’Ulum al-Qur’an,
Damsyik-Siriya, Maktabah al-Ghazali, 1401 H/1981 M, h. 6
[7] ‘Afif “abd al-Fattah Thabbarah, Ruh al-Din al-Islami, Beirut
Lubhan, Dar al-‘ilm li al-Malayin, h. 18
[8] Perhatikan dengan cermat beberapa Fiman Allah dalam al-Qur’an di
antaranya : al-Haqqah (69): 41 dan 42, al-Takwir (81): 25 dan Yunus (10): 37.
[12] Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Pustaka Setia,
Bandung, 2006, hlm. 10
[13] Hafidz Abdurrahman, Ulumul Qur’an Praktis, ... ,
hlm. 82
[14] Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, ... , hlm. 10
[15] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung,
2013, hlm. 38-39
[16] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, ... , hlm. 39
[17] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah
Al-Qur’an, Forum Kajian Budaya dan Agama,Yogyakarta, 2001, hlm. 151
[18] Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Hadits No. 4311
[21] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar, Cetakan ketujuh, Februari 2012, h. 150
[22] M.Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-Qur’an / Tafsir. Jakarta
: Bulan Bintang, Cetakan ketigabelas, Tahun 1990, h. 83-86
[23] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta : PT Pustaka Antar
Nusa, Tahun 1994, Cetakan kedua, halaman 247
mantap kakak
ReplyDeletebaca juga : http://anggrekvanda15.blogspot.co.id/2017/10/makalah-ulumul-quran-sejarah-turun-dan.html
ReplyDeletePelajaran dan pendidikan akhlak sangat penting bagi pelajar muslim di seluruh Indonesia. Bagi seorang muslim dan muslimah sudah seharusnya Kita memiliki semangat dan ghirah dalam mempelajari bahasa arab. Terlebih lagi bahasa arab dan wasilah bagi kita dalam mengenal ilmu syari.
ReplyDeletesebutkan adab berpakaian dalam islam Sejarah diturunkannya Al Quran Ufa Bunga SMartphone