Posted by : Unknown
Monday, February 20, 2017
MAKALAH
ULUMUL
QUR’AN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadis
Dosen Pengampu : Dewi Mustika, M.Kom.I
Disusun oleh :
Nama : Puput Istianingsih
NPM : 1503010005
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAKWAH DAN USHULUDDIN
IAIN METRO LAMPUNG
T.A. 1438 H/2017 M
KATA PENGANTAR
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui
dan Maha Melihat hamba-hambanya.Alhamdulillah karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ulumul
Qur’an ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini yaitu menyajikan
beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah ini membahas mengenai “Ilmu – Ilmu
Qur’an”. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para
pembacanya.
Kami menyadari
bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekeurangan , kami mengharapkan
kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat
berguna semaksimal mungkin. Akhir kata
kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.
Metro, 18
febuari 2017
Penyusun
Puput
Istianingsih
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL......................................................................................... i....
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
1
C. Tujuan Pembuatan
Makalah .......................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Sejarah
Perkembangan Ulumul Qur’an.......................................................... 3
B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an .................................................................... 4
C.
Cabang- Cabang Pokok Pembahasan............................................................. 6
D.
Sejarah
Perkembangan Ulumul Qur’an........................................................ 10
1.
Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Rasulullah
SAW........... 10
2.
Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Khulafa al Rasyidin...... 13
3.
Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Tadwin
(Penulisan Ilmu) 14
4.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad II H............................. 15
5.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad III H........................... 15
6.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IV H........................... 15
7.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad V H............................. 16
8.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VI H........................... 26
9.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VII H.......................... 26
10.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VIII H........................ 17
11.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IX H........................... 17
12.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad X H............................. 18
13.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad XIV H........................ 18
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 22
B. Saran .......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Pada Umumnya,
umat islam diwajibkan untuk selalu menjadikan kitab suci Al-Quran sebagai
landasan dalam hidup, untuk itu, pengetahuan sejarah perkembangan maupun
pengertian dari Al-Quran itu sendiri harus benar-benar dimengerti. Selain
merupakan sumber utama bagi ajaran islam, Al-qur’an juga sebagai pedoman,
sumber rujukan bagi umat islam yang universal, baik meyangkut kehidupan dunia
maupun akhirat.
Ulumul qur’an
atau juga di sebut ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Quran
maupun dari segi pemahaman terhadap apa yang terkandung di dalamnya. Dengan
demikian ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu asbabul nuzul dan
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul Qur’an.
Sebelum kita
mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, ada baiknya kita mengerti terlebih dahulu
sejarah adanya ulumul Qur’an. Dengan adanya pokok pembahasan ini diharapkan
mahasiswa semakin mencintai sumber utama umat islam yaitu Al-Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1) Apa pengertian ilmu, Al-Qur’an, dan Ulumul Qur’an ?
2) Apa saja yang merupakan ruang lingkup dari ilmu Al-Qur’an
?
3) Bagaimana cara pembukuan serta pembakuan dari ilmu-ilmu
Al-qur’an ?
4) Bagaimana sejarah serta perkembangan Al-Qur’an?
C. Tujuan
Masalah
1) Untuk mengetahui pengertian ilmu, Al-Qur’an dan Ulumul
Qur’an.
2) Untuk mengetahui ruanglingkup pembahasan ulumul Qur’an.
3) Untuk mengetahui betapa pentingnya mendalami ilmu Al-Qur’an.
4) Untuk mengetahui sejarah perkembangan Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
Alquran adalah mukjizat Islam yang abadi di
mana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya.
Allah SWT. membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya
Ilahi dan menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW., demi membimbing mereka ke
jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada para sahabatnya sebagai
penduduk asli Arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat
sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima,
mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah.
A.
Pengertian
‘Ulumul Qur’an
1.
Arti Kata ‘Ulum
Secara etimologi, kata ‘Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab
yang terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum”
dan “Al-Qur’an”. Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu.[1] Kata
ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa
ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an,
baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman
terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
2.
Arti Kata
Qur’an
Menurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya
sama dengan kata “qira’ah” yaitu bacaan.
Bentuk
mashdar ini berasal dari fi’il madhi “qoro’a” yang artinya membaca.
Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang
bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara
malaikat Jibril, yang dimulai surah Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas, yang
dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah.
Sedangkan
”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa adalah Kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang
diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat
al-Fatihah sampai surat an-Nas, dengan demikian, secara bahasa, ’ulum
al-Qur’an adalah ilmu-ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitan dengan
al-Qur’an.[2]
3.
Arti Kata Ulumul Qur’an
Kata ulum yang disandarkan kepada
kata “al-Qur’an” telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan
kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik dari segi
kberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk
yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskan berbagai
defenisi Ulumul Qur’an.
B. Ruang
Lingkup Ulumul Qur’an
Mengingat
luasnya ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama
menjadikannya seperti luas yang tak terbatas. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi,
ilmu-ilmu Al Qur’an itu mencapai 77.450. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata
yang terdapat dalam Al Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam
Al-Quran mengandung makna zahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Hal ini
didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan
empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin,
terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut
mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka
jumlahnya menjadi tidak terhitung.
Firman Allah :
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi
tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu
sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)”.(Q.S.
Al-Kahfi :109).[3]
Namun demikian, Ash-Shiddieqi
memandang segala macam pembahasan Ulumul Quran itu kembali kepada bebrapa pokok
persoalan saja sebagai berikut:
Pertama, persoalan nuzul. Persoalan
ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan tempat turunnya Al Qur’an, sebab-sebab
turunnya Al Quran, dan sejarah turunnya Al quran.[4]
Kedua, persoalan sanad. Persoalan
ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir, yang ahad, yang
syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayatnya dan para penghafal Al-Quran,
dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah
(cara membaca al quran) hal ini menyangkut waqof (cara berhenti), Ibtida’ (cara
memulai) imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah (meringankan
bacaan hamzah) idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf
sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut
lafal al quran yaitu tentang yang ghorib (pelik), mu’rob (menerima perubahan
akhir kata), majaz (metafora), musytarak (lafal yang mengandung lebih dari satu
makna), murodif (sinonim), isti’arah (metaphor), dan tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran
yang berhubungan dengan al quran, yaitu ayat yang bermakna ‘amm (umum) dan
tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum) yang dimaksud khusus, ‘amm (umum) yang
dikhususkan oleh sunnah, yang nas, yang dzahir, yang mujmal(bersifat global),
yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang berdasarkan pengutaraan) yang
mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), mutlaq (tidak terbatas), yang
muqoyyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas) mutashabih (samar), yang
muskhil (maknanya pelik), yang nasikh (menghapus), dan mansukh (dihapus),
muqaddam (didahulukan), muakhor ( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu
tertentu, dan yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran
yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl (pisah) wasl (berhubungan) ijaz
(singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr (pendek).[5]
B. Cabang- Cabang Pokok
Pembahasan
Ulumul Qur’an.Meskipun nama
ilmu-ilmu yang menjadi pembahasan Ulumul Quran telah disebutkan secara sepintas
lalu, namun untuk lebih mengenalnya perlu dikemukakan beberapa macam yang
penting diketahui seorang yang hendak menafsirkan atau menerjemahkan Alquran.
Ilmu-ilmu Alquran pada dasarnya terbagi ke dalam dua kategori. Pertama,
ilmu riwayah, yaitu ilmu-ilmu yang hanya dapat diketahui melalui jalan
riwayat, seperti bentuk-bentuk qiraat, tempat-tempat turunnya Alquran,
waktu-waktu turunnya. Kedua, ilmu dirayah, yaitu ilmu-ilmu yang
diketahui melalui jalan perenungan, berpikir, dan penyelidikan, seperti
mengetahui pengertian lafal yang gharib, makna-makna yang menyangkut
hukum, dan penafsiran ayat-ayat yang perlu ditafsirkan.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas
ilmu-ilmu Alquran yang terpokok.[6]
a.
Ilmu Mawathin al-Nuzul
Ilmu
ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya. Di
antara kitab yang membahas ilmu ini adalah Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya
Al-Suyuthi.
b.
Ilmu Tawarikh al-Nuzul
Ilmu
ini menerangkan masa turunnya ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari
permulaan turunnya sampai akhir serta urutan turun surah dengan sempurna.
c.
Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya
ayat. Di antara kitab yang penting dalam hal ini adalah kitab Lubab
al-Nuqul karya Al-Suyuthi. Namun, perlu diingat bahwa banyak riwayat
dalam kitab ini yang tidak sahih.
d.
Ilmu Qiraat
Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan
Alquran yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh qiraat yang sah
dan beberapa macam pula yang tidak sah. Tulisan Alquran yang beredar di
Indonesia adalah menurut qiraat Hafsh, salah satu qiraat yang ke
tujuh. Kitab yang paling baik untuk mempelajari ilmu ini adalah Al-Nasyr
fi al-Qiraat al-Asyr karangan Imam Ibn al-Jazari.
e.
Ilmu Tajwid
Ilmu ini menerangkan cara membaca Alquran
dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan yang
panjang dan yang pendek, dan sebagainya.
f.
Ilmu Gharib Alquran
Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang
ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak
terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti menjelaskan makna
kata-kata yang pelik dan tinggi. Di antara kitab penting dalam ilmu ini adalah Al-Mufradat
li Alfaz al-Qur’an al-Karim karangan Al-Raghib al-Ashfahani. Kitab ini
sangat penting bagi seorang mufassir atau penerjemah Alquran.
g.
Ilmu I’rab Alquran
Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Alquran
dan kedudukannya dalam susunan kalimat. Di antara kitab penting dalam ilmu ini
adalah Imla’ al-Rahman karangan Abd al-Baqa al-Ukbari.
h.
Ilmu Wujuh wa al-Nazair
Ilmu ini menerangkan kata-kata Alquran yang
mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat
tertentu. Ilmu ini dapat dipelajari dalam kitab Mu’tarak al-Aqran
karangan Al-Suyuthi.
i.
Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al- Mutasyabih
Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam
(jelas maknanya) dan yang mutasyabih (samar maknanya, perlu
ditakwil). Salah satu kitab menyangkut ilmu ini ialah Al-Manzumah
al-Sakhawiyah karangan Al-Sakhawi.
j.
Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh
(yang dihapuskan) oleh sebagian para mufassir. Di antara kitab-kitab yang
membahas hal ini adalah Al-Nasikh wa al-Mansukh karangan Abu Ja’far
al-Nahhas, Al-Itqan karangan Al-Suyuthi, Tarikh Tasyri’ dan Ushul
al-Fiqh karangan Al-Khudhari.
k.
Ilmu Badai’ Alquran
Ilmu ini bertujuan menampilkan
keindahan-keindahan Alquran dari sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan
ketinggian balaghahnya. Al-Suyuthi mengungkapkan yang demikian dalam kitabnya Al-Itqan
dari halaman 83 s/d 96 dalam jilid II.
l.
Ilmu I’jaz Alquran
Ilmu ini menerangkan susunan dan kandungan
ayat-ayat Alquran sehingga dapat membungkemkan para sastrawan Arab. Di antara
kitab yang membahas ilmu ini adalah I’jaz al-Qur’an karangan
Al-Bagillani.
m.
Ilmu Tanasub Ayat Alquran
Ilmu ini menerangkan penyesuaian dan keserasian
antara suatu ayat dan ayat yang di depan dan yang di belakangnya. Di antara
kitab yang memaparkan ilmu ini ialah Nazm al-Durar karangan Ibrahim
al-Biqa’i.
n.
Ilmu Aqsam Alquran
Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud
sumpah Tuhan yang terdapat dalam Alquran. Ibn al-Qayyim telah membahasnya dalam
kitabnya Al-Tibyan.
o.
Ilmu Amtsal Alquran
Ilmu ini menerangkan maksud
perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan Alquran. Al-Mawardi telah membahasnya
dalam kitabnya berjudul Amtsl al-Qur’an.
p.
Ilmu Jidal Alquran
Ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara
debat dan bantahan Alquran yang dihadapkan terhadap kaum Musyrik yang tidak
bersedia menerima kebenaran dari Tuhan. Najmuddin telah mengumpulkan ayat-ayat
yang menyangkut ilmu ini.
q.
Ilmu Adab Tilawah Alquran
Ilmu ini merupakan tata-cara dan kesopanan yang
harus diikuti ketika membaca Alquran. Imam Al-Nawawi telah memaparkan dalam
kitabnya berjudul kita Al-Tibyan.
Inilah tujuh belas macam ilmu Alquran yang sangat
ditentukan oleh Ash-Shiddieqy untuk memahirkan oleh setiap orang
yang bermaksud menafsirkan atau menterjemahkan Alquran. Sebelum itu, ia juga
harus menguasai ilmu balaghah, bahasa dan kaidah-kaidahnya, ilmu kalam
dan ilmu ushul. Namun demikian, tampaknya masih banyak lagi ilmu-ilmu yang
harus dikuasai oleh seorang mufassir atau penerjemah. Setidaknya satu ilmu lagi
harus ditambahkan kepada ilmu-ilmu yang disebutkan Ash-Shiddieqy di atas, yaitu
ilmu tafsir.[7]
Ilmu tafsir merupakan bagian dari Ulumul Quran.
Ilmu tafsir berfungsi sebagai alat untuk mengungkap isi dan pesan yang
terkandung dalam ayat-ayat Alquran. Ulumul Quran lebih umum dari ilmu tafsir
karena Ulumul Quran ialah segala ilmu-ilmu yang mempunyai hubungan dengan
Alquran. Ilmu tafsir tidak kurang penting dari ilmu-ilmu di atas, terutama
setelah berkembangnya dengan menampilkan berbagai metodologi, corak, dan
alirannya. Kadang-kadang Ulumul Quran ini juga disebut Ushul At-Tafsir
(dasar-dasar/prinsip-prinsip penafsiran), karena memuat berbagai pembahasan
dasar atau pokok yang wajib dikuasai dalam menafsirkan Alquran.
C. SEJARAH
PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang
dan macamnya, Ulumul Quran tidak lahir sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi
suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan
kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Alquran dari segi keberadaannya dan
segi pemahamannya. Makalah ini akan memaparkan perkembangan Ulumul Quran pada
masa Rasulullah SAW., masa Khulafa al-Rasyidin, dan masa Tadwin (Penulisan
Ilmu).
1.
Perkembangan
Ulumul Quran Pada Masa Rasulullah SAW
Pada
masa Rasulullah SAW. ini Alquran belum dibukukan. Di masa Rasulullah SAW. dan
para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri
sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW., Ulumul Quran dipelajari secara
lisan, hal ini berlangsung terus sampai beliau wafat.[8]
Karena para sahabat yang menerima Alquran asli orang Arab dengan
keistemewaan hafalan yang kuat, kecerdasan, kemampuan menangkap makna yang terkandung
dalam Alquran. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan
struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada
Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat
tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasulullh SAW.
Sebagai contoh, ketika turun ayat :
“Dan
tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman …” (QS Al-An’am (6): 82).
Para sahabatnya bertanya: “Siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi)
dirinya !”. Nabi menjawab, “Pemahamannya tidak seperti yang kalian maksudkan,
tidakkah kalian mendengar apa yang dikatakan seorang hamba yang soleh kepada
anaknya”.[9]
Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirk berdasarkan ayat
di bawah ini :
“Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar”
(QS Luqman (31): 13). “
Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW.
memahami Alquran tentunya tidak diragukan lagi karena ialah yang menerimanya
dari Allah dan Allah yang mengajari segala sesuatunya.
Dengan demikian ada tiga faktor yang
menyebabkan Ulumul Quran tidak dibukukan di masa Rasulullah SAW. dan sahabat.
Pertama,
kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar untuk memahami
Alquran dan Rasulullah SAW. dapat menjelaskan maksudnya.
Kedua, para
sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
Ketiga, adanya
larangan Rasul untuk menuliskan selain Alquran.
Semua ini merupakan faktor yang menyebabkan
tidak tertulisnya ilmu ini baik di masa Nabi SAW. maupun di zaman sahabat.[10]
Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari
orang-orang buta huruf, dan alat tulis menulis pun tidak dapat mereka peroleh
dengan mudah. Itu juga merupakan halangan bagi kegiatan menulis buku tentang
ilmu Alquran.[11]
Di lain pihak ada larangan dari Rasulullah
SAW., untuk menuliskan selain Alquran. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Muslim
yang berbunyi :
ﻻﺘﻜﺘﺒﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻤﻥﻜﺘﺏﻋﻨﻰﻏﻴﺭﺍﻠﻘﺭﺍﻥﻓﻠﻴﻤﺤﻪﻭﺤﺩﺜﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻻﺤﺭﺝﻭﻤﻥﻜﺫﺏﻋﻠﻲﻤﺘﻌﻤﺩﺍﻓﻠﻴﺘﺒﻭﺃﻤﻘﻌﺩﻩﻤﻥﺍﻠﻨﺎﺭ
Artinya : “Janganlah sekali-kali kalian menulis
apapun dariku. Dan barang siapa yang menuliskan selain Alquran maka harus
menghapusnya, dan ceritakanlah apa yang kalian dengar dariku karena itu tidak
apa-apa, barang siapa yang berbohong kepadaku dengan sengaja maka bersiaplah
untuk mencari tempat duduk di neraka”.[12]
Larangan beliau itu didorong kekhawatiran akan
terjadinya pencampuran Alquran dengan hal-hal yang bukan dari Alquran. Pada
masa Rasulullah SAW., penulisan Alquran dilakukan oleh beberapa penulis wahyu
yaitu Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Muawiyah bin Abi
Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan sebagainya.
2.
Perkembangan
Ulumul Quran Pada Masa Khulafa al Rasyidin
Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu
Alquran masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan.[13]Ketika
Abu Bakar Shiddiq menjadi khalifah terjadi pertempuran yang sangat sengit antara
kaum muslimin dengan pengikut Musailamah al-Kadzab yang menimbulkan banyak
korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh penghafal Alquran yang gugur,
sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar untuk menuliskan Alquran
dalam satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk menerima usul Umar
tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menuliskan Alquran dalam
bentuk mushaf.
Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai
bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya
kaum muslimin berpegang pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi
beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia
memerintahkan supaya membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang menurut
caranya masing-masing. Di zaman Khalifah Utsman wilayah Islam bertambah luas
sehingga terjadi perbauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak
mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan
tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab. Bahkan dikhawatirkan
akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum Muslimin tentang bacaan Alquran
yang menjadi standar bacaan bagi mereka. Untuk menjaga terjadinya kekhawatiran
itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah Alquran yang disebut Mushhaf
Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini maka berarti Utsman telah
meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm
al Rasm al-Utsmani.[14]
Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan
baru dalam bidang ilmu Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang
berasal dari bangsa non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan
dalam pembacaan Alquran, Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk
menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa
Arab dari pencemaran dan menjaga Alquran dari keteledoran pembacanya. Tindakan
khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu Nahwu dan I’rab
Alquran.[15]
3.
Perkembangan
Ulumul Quran Pada Masa Tadwin (Penulisan Ilmu)
Setelah berakhirnya zaman khalifah yang Empat,
timbul zaman Bani Umayyah. Kegiatan para sahabat dan Tabi’in terkenal dengan
usaha-usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Alquran melalui jalan
periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatan.
Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya.
Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan ini adalah; khalifah yang
Empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah
ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan Tabi’in ialah
Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id ibn Jubair, dan
Zaid ibn Aslam di Madinah. Dari Aslam ilmu ini diterima oleh putranya Abdul
Rahman bin Zaid, Malik ibn Anas dari generasi Tabi’i al-tabi’in. Mereka ini
semua dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir,
ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib
Alquran dan lainnya.[16]
4.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad
II H
Kemudian, Ulumul Quran memasuki masa
pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka
terhadap ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-‘Ulum al-Qur’aniah
(Induk Ilmu-ilmu Alquran). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn
al-Hajjaj. Sufyan ibn Uyaynah dan Waqi’ Ibn al-Jarrah[17]Kitab-kitab
tafsir mereka menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.
5.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad
III H
Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir
al-Thabari (w. 310 H.).
Al-Thabari adalah mufassir
pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya
atas lainnya. Ia juga mengemukakan i’rab dan istinbath
(penggalian hukum dari Alquran). Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab
al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat
Makkiah dan Madaniah. Guru Imam al-Bukhari, Ali Ibn al- Madini mengarang asbab
al-nuzul; Abu Ubaid al-Qasim Ibn Salam (w.224 H.) mengarang tentang nasikh
dan mansukh, qirrat dan keutamaan-keutamaan Alquran. Muhammad Ibn
Ayyub al-Dharis menulis tentang kandungan ayat-ayat yang turun di Mekkah dan
Madinah.Muhammad Ibn Khalaf Ibn al-Mirzaban (w. 309 H) mengarang kitab al-Hawi
fi ’Ulum al-Qur’an.[18]
6.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad
IV H
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an
dan beberapa kitab Ulumul Quran. Di antara tokoh-tokoh Ulumul Quran ini ialah
Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari (w. 328 H.) dengan kitabnya ‘Ajaib
ulum al-Qur’an. Di dalam kitab ini al-Anbari
berbicara tentang keutamaan-keutamaan Alquran, turunnya atas tujuh huruf,
penulisan mushhaf-mushhaf, jumlah surah, ayat, dan kata-kata Alquran. Abu
al-Hasan al-Asy’ari (w. 324 H.) mengarang al-Mukhtazan fi’ulum al-Qur’an
(Yang Tersimpan di Dalam Ilmu Alquran), kitab yang berukuran besar sekali.Abu
Bakar al-Sijistani. mengarang Grarib al-Qur’an; Abu Muhammad al-Qashshab
Muhammad Ibn Ali al-Kharkhi (w. 360 H.) mengarang Nukat al-Qur’an al-Dallah
’ala al-Bayan fi Anwa’ al-‘Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah ’an Ikhtilaf
al-Anam(Titik-Titik Alquran
Menunjukkan Kejelasan Tentang Berbagai Ilmu dan Hukum yang Memberitakan
Perbedaan Pikiran Insani) dan Muhammad Ibn Ali al-Adfawi (w. 388 H.) mengarang Al-istghna’
fi ’Ulum al-Qur’an (Kebutuhan Akan Ilmu Alquran).[19]
7.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad
V H
Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat,
di antaranya ialah Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi. mengarang
Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an dan i’rab al-Quran. Abu Amral-Dani (w. 444
H.) menulis kitab Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’i dan Al-Mukham fi
al-Nuqath. Dalam abad ini juga lahir ilmu amtsal al-Qur’an yang di
antara lain dikarang oleh Al-Mawardi (w. 450 H.).[20]
8.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad
VI H
Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang
melanjutkan pengembangan ilmu-ilmu Alquran yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat
al-Qur’an. Abu al-Qasim Abd al-Rahman al-Suhaili (w. 581 H.) mengarang Mubhamat
al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Alquran yang maksudnya apa dan
siapa tidak jelas. Misalnya kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun
(seorang raja). Ibn al-Jauzi ( w.597 H.) menulis kitab Funun al-Afnan
fi’Ajaib al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ’Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.
9.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad
VII H
Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan
sebutan Al-‘Izz (w. 660 H.) mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ’Alam
al-Din al-Sakhawi (w. 643 H.) mengarang tentang qirrat. Ia menulis kitab
Hidayah al-Murtab fi al-Mutasyabih yang terkenal dengan nama Al-Sakhawiyah.
Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismal al-Maqdisi (w. 665 H.) menulis kitab Al-Mursyid
al-Wajiz fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-‘Aziz.
10.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad
VIII H
` Pada
abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Alquran.
Sementara itu penulis tentang kitab-kitab tentang ilmu-ilmu sebelumnya telah
lahir terus berlangsung. Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang badai’al-Qur’an.
Ilmu ini membahas keindahan bahasa dalam Alquran. Ibn al-Qayyim ( w.752 H.)
menulis tentang Aqsam Alquran. Ilmu ini membahas tentang sumpah-sumpah
Alquran. Najmuddin al-Thufi (w.716 H.) menulis tentang Hujaj Alquran.
Ilmu ini membahas tentang bukti-bukti yang dipergunakan Alquran dalam
menetapkan suatu hukum. Abu al-Hasan al-Mawardi menyusun ilmu amtsal Alquran.
Ilmu ini membahas tentang perumpamaan-permpamaan yang ada dalam Alquran.
Kemudian Badruddin al-Zarkasyi[34] (w. 794 H.) menyusun kitabnya Al-Burhan
fi ’Ulum al-Qur’an.[21]
11.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IX H
Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama
melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Alquran. Jalaluddin al-Bulqini, menyusun
kitabnya Mawaqi’ al-‘Ulum min Mawaqi’al-Nujum. Menurut al-Suyuthi,
Al-Bulqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Quran
yang lengkap. Sebab dalam kitabnya mencakup 50 macam ilmu Alquran. Muhammad ibn
Sulaiman al-Kafiaji,[22]
mengarang kitab Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya diterangkan
makna tafsir, takwil, Alquran, surah dan ayat. Di dalamnya juga diterangkan
tentang syarat-syarat mentafsirkan Alquran. Jalaluddin al-Suyuthi (w. 991 H.)
menulis kitab al-Tahbir fi’Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai
pada tahun 873 H. Kitab ini memuat 102 macam-macam ilmu Alquran. Karena itu,
menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Quran yang
paling lengkap. Namun Al-Suyuthi belum merasa puas dengan karya yang monumental
ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi ’Ulum Al-Qur’an. Di
dalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Alquran secara padat dan sistematis.
Menurut Al-Zarqani, kitab ini sebagai pegangan kitab bagi para peneliti dan
penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Imam Al-Suyuthi pada tahun 991 H.,
seolah perkembangan karang-mengarang dalam Ulumul Quran sudah mencapai
puncaknya sehingga tidak terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan
seperti kemampuannya.[23]
Keadaan seperti ini dapat terjadi sebagai akibat meluasnya sikap taklid yang
dalam sejarah perkembangan ilmu-ilmu agama umumnya mulai berlangsung
setelah masa Al-Suyuthi. Kondisi yang demikian berlangsung sejak wafatnya Iman
Al-Suyuthi hingga akhir abad ke-13 H.
12.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad
X H
Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad
kemunduran karena hanya seorang penulis yang aktif mengarang, yaitu Imam
Jalaluddin
Setelah
as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-Alquran seolah-olah
telah mencapai puncaknya dan bephenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam
mengembangkan Ulumul Alquran, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya
Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.
13.
Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad
XIV H
Setelah
memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali pephatian ulama menyusun
kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan macam Ilmu
al-Alquran, di antara mereka itu ialah:
a) Thahir al-Jazairi menyusun kitab
Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335 H.
b) Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun
kitab Mahasinut Ta’wil.
c) Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani
menyusun kitab Manahilul Irfan fi Ulumil quran (2 jilid).
d) Muhammad Ali Salamah mengarang kitab
Manhajul Furqan fi Ulumil quran.
e) Thanthawi Jauhari mengarang kitab
al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan Alquran wal Ulumul Ashriyah.
f) Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun
I’jazul Quran.
g) Mustafa al-Maraghi menyusun kitab
“Boleh Menterjemahkan al-Alquran”, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para
ulama yang pada umumnya menyetujuinya tetapi ada juga yang menolaknya sepepti
Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab Risalah
Tarjamatil Alquran.
h) Said Qutub mengarang kitab
al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi Dzilalil quran.
i)
Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Alquranul
Hakim. Kitab ini selain menafsipkan al-Alquran secara ilmiyah, juga membahas
Ulum Alquran.
j)
DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Gupu Besar al-Azhar
univepsity yang diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba’al `Adzim,
Nadzarratun Jadidah fil Alquran.
k) Malik bin Nabiy mengarang kitab
al-Dzahiratul Alquraniyyah. Kitab in] membicapakan masalah wahyu dengan
pembahasan yang sangat bephapga.
l)
Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzapatun fil Alquran.
m) Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar
Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas Adab Universitas Libanon
mengarang kitab Mahabits fi Ulumil Alquran. Kitab ini selain membahas Ulumul
Alquran, juga menanggapi dan membantah secara ilmiyah pendapat-pendapat
opientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang bephubungan
dengan al-Alquran
n) Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas
Syari’ah Universitas Syria, mengarang kitab al-Manhalul Khalid.
Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang
lengkap dan menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul
Alquran pada umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang
menurut alZarqani istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya
al-Burhan fi Ulumil Alquran. Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi
al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran sebagai suatu ilmu sudah ada pada abad
III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi Ulumil Qur’an.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Ulumul Alquran
sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) pada abad III
H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H. Kemudian
dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H. Kemudian ditepuskan
oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian disempurnakan oleh alZarkasyi
(w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824
H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi oleh
al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir inilah
sebagai puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran, sebab
setelah al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir abad XIII
H.
Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit
kembali aktifitas para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab
tentang Alquran, baik yang membahas ulumul Quran maupun yang membahas salah
satu cabang dari Ulum Quran.
Dari uraian-uraian di atas, dapat dipahami
bahwa Ulumul Quran merupakan kumpulan berbagai ilmu yang berhubungan dengan
Alquran. Kemudian, pengertiannya dikembangkan kepada kajian berbagai masalah
yang beragam dengan standar ilmiah. Dengan kata lain Ulumul Quran adalah suatu
ilmu yang mencakup berbagai kajian yang berkaitan kajian-kajian Alquran
seperti, pembahasan tentang asbabun nuzul, pengumpulan Alquran dan
penyusunannya, masalah Makiyah dan Madaniyah, nasikh dan mansukh,
muhkam dan mutasyabihat, dll. Pada dasarnya, ilmu-ilmu ini adalah
ilmu Agama dan bahasa Arab. Namun, menyangkut ayat-ayat tertentu, seperti
ayat-ayat kauniah dan perjalanan bulan dan bintang diperlukan
pengetahuan kosmologi dan astronomi. Karena itu, ilmu ini mempunyai ruang
lingkup yang luas dan dalam sejarahnya selalu mengalami perkembangan.
Karena itu pula wajar Al-Suyuthi berkata bahwa
pintu ilmu ini senantiasa terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian
untuk memasuki persoalan-persoalan yang belum terjamah para ulama terdahulu
karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi dengan
sebaik-baik perhiasan di akhir masa.[24]
Uraian-uraian di atas juga menunjukan betapa
pentingnya kedudukan ilmu ini dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan
Alquran. Dengan ini juga maka seseorang akan dapat menunjukan dan
mempertahankan kesucian dan kebenaran Alquran. Untuk menggambarkan pentingnya
Ulumul Quran, para ulama memberikan perumpamaan yang berbeda-beda. Al-Zarqani
mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi para mufassir. Ilmu ini
seperti ulumul hadis bagi orang yang mempelajari ilmu hadis. Pengarang kitab Al-Tibyan
fi ‘Ulum al-Qur’an mengibaratkan Ulumul Quran sebagai premis minor dari dua
premis tafsir.[25]
Menurut Manna Al-Qaththan, ilmu ini kadang-kadang disebut Ushul al-Tafsir
karena ilmu ini meliputi unsur pembahasan-pembahasan yang harus diketahui oleh
seorang mufassir untuk menjadi landasannya dalam menafsirkan Alquran.
BAB III
PENUTUP
- SIMPULAN
Sejarah perkembangan Ulumul Quran dalam makalah
ini dibagi kepada tiga bagian yaitu, Perkembangan Ulumul Quran pada masa
Rasulullah SAW., Perkembangan Ulumul Quran pada masa Khulafa al Rasyidin dan
Perkembangan Ulumul Quran pada masa Tadwin (Penulisan Ilmu).
Sebenarnya dalam penyampaian dalam memperdalam
ulumul quran sangatlah luas, dan banyak sekali manfaat dalam mempelajari ilmu
al quran, penulis makalah juga merasa betapa bodohnya kita setelah mempelajari
ilmu alquran bahwaanya wawasan serta ilmu yang di miliki tidak sebanding.
Dan ilmu al quran ini sejak zaman dahulu para
ulama juga mempelajarinya seperti halnya yang di katakan imam Al-Suyuthi bahwa
pintu ilmu ini senantiasa terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian
untuk memasuki persoalan-persoalan yang belum terjamah para ulama terdahulu
karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi dengan
sebaik-baik perhiasan di akhir masa. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran
sebagai anak kunci bagi para mufassir.
B.
SARAN
Saran
dari penulis bahwasanya ilmu alquran sangatlah penting baik di dunia utama di
akherat karena al quran adalah pedoman hidup orang islam yang telah di wahyukan
kepada nabi muhammad saw oleh allah swt melalui malaikan jibril. Dan
sesungguhnya sumber dari segala sumber ilmu adalah al quran.
4. Rosihon Anwar,op, cit. hla 14
[6] . Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm.
105-108.
9.Manna
al-Qaththan, Op. Cit., hlm. 4.
[10] . Al-Shalih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum
al-Quran, Dar al ‘Ilm Li al-Malayin, Beirut, 1977, hlm. 120.
[11] . Al-Shalih, Shubhi, Membahas Ilmu-ilmu
Al-Qur’an (Mabahits fi Ulumil Qur’an), Cet. IX, Alih bahasa; Tim Pustaka
Firdaus, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1990, hlm. 156.
[12]. Al-Zarqany, Muhammad Abd al-Azhim, Manahil
al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz I, Isa al-Baby al-Halaby wa Syirkah, Mesir,
(tt), hlm. 28.
[17] . Waki’ bin
al-Jarrah bin Malih bin ‘Adi’. Nama panggilannya Abu Sufyanar-Ruwasi al-Kufi,
dari Tsauri. Hadis yang berasal darinya diketengahkan oleh ‘Abdullah bin
al-Mubarrak, Yahya bin Adam,Ahmad bin Hanbal dan ‘Ali bin al-Madani. Lahir 128
H. dan wafat 197 H. Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Mu’in mengatakan: “Orang
yang terpercaya di Iraq adalah Waki’”. (Lihat Tarikh Baghdad XIII, hlm.
466 – 481).
[19]
. Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Ilmu-Ilmu
Alquran, Bulan Bintang, Jakarta, 1973, hlm. 14.
[20]
. Ash-Shiddiqieqy, T.M. Hasbi, Loc. Cit.
[22] . ] Muhammad bin
Sulaiman bin Sa’ad bin Mas’ud Muhyiddin Abu Abdullah al-Kafiyaji. Dialah yang
menekuni syair berakhiran huruf kaf dalam ilmu Nahwu, sehingga ia
terkenal dengan Kafiyaji. As-Suyuthi pernah magang dengan mengikutinya selama
14 tahun. Al-Kafiyaji menulis banyak kitab mengenai Tafsir, Fiqh, Pokok-Pokok
Bahasa Arab dan Nahwu. Kitabnya yang tidak disebut judulnya dalam al-Itqan, ternyata
dalam al-Bughyah disebut oleh Suyuthi berjudul at-Tafsir fi
Qawa’id-dit-Tafsir. Suyuthi mengatakan, al-Kafiyaji berkata, ia menemukan
ilmu tersebut sebagai hal yang belum ada sebelumnya. Karenya al-Kafiyaji tidak
membatasi dirinya pada al-burhan tulisan Zarkasyi dan tidak pula puas dengan Mawaaqi;ul-Ulum
karya Jalaluddin al-Bulqaini. Ia wafat tahun 879 H.
[24] . Al-Suyuthi,
Jalaluddin, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, I, Dar al-Fikr, Tanpa nama Kota,
Tanpa Tahun, hlm. 3.
jazakallah khaeran katsiran semoga bermanfaat bagi kami,.
ReplyDeletejazakallah khairan katsiran bermaanfaat bagi kami
ReplyDelete