Posted by : Unknown
Thursday, March 16, 2017
A. Letak dan
Kondisi Geografis
Nama
asli Arab Saudi adalah AL Mamlaka AL Arabiah AL Saudiah. Kerajaan ini didirikan
oleh Raja Abdul Azis pada tanggal 23 September 1932, ibukota Arab Saudi adalah
Riyad.
1. Luas wilayah : 2.331.000 KM2.
2. Letak astronomis : 15º LU-32º LU dan 34º BT-57º BT.
3. Letak geografis : Asia barat, berupa semenanjung Arabiah.
4. Batas-batas : Utara adalah Yordania, Irak, dan Kuwait. Timur
adalah Teluk Persia, Uni Emirat Arab, Bahrein, dan Khattar. Selatan adalah Oman
dan Yaman. Barat adalah Laut Merah.
5. Bentang alam : Sebagian besar berupa Gurun pasir dan Plato.
Di gurun juga ditemukan Oase, yaitu sumber air di gurun. Jenis tumbuhan alami
yang tumbuh adalah Semak-semak, padang rumput, dan tumbuhan Gurun.
6. Iklim : Beriklim Tropis di selatan dan Sub Tropis di utara,
serta beriklim continental darat.
“Jazirah Arab”, demikian Bangsa Arab menamakan negeri mereka atau
terkadang mereka cukup menyebutnya dengan ‘al-Jazirah’, meskipun
sebenarnya ia bukanlah sebuah pulau melainkan hanya sebuah semenanjung, karena
sebelah utara negeri ini tidak dibatasi oleh perairan (laut). Mereka
menamakannya demikian hanya sekedar tajawuz (melebih-lebihkan).
Sebelah Utara negeri ini berbatasan dengan negeri Syam,
al-Jazirah, dan Irak, sedangkan bagian Timur berbatasan dengan Teluk Persia
(the Persian Gulf) dan Laut Oman, sebelah selatan dibatasi oleh Samudera
Hindia, dan bagian Barat dibatasi oleh Teluk Arab atau yang dikenal dengan Laut
Merah. Luasnya sekitar seperempat luas Eropa atau dua setengah kali lipat luas
Mesir.
Jazirah Arab itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian,
yang berbeda satu dengan lainnya, baik kondisi geografi, iklim, maupun
tradisi penduduknya. Sebelah Barat terdiri dari dua wilayah besar, yakni
al-Hijaz di sebelah Utara dan Yaman di sebelah selatan. Kota Hijaz dinamakan
demikian karena di sana terdapat gunung Sarah yang terbentang mulai dari Yaman
hingga ujung kota Syam, sehingga orang Arab menyebutnya dengan hijaz yang
berarti pembatas, karena gunung tersebut membatasi negeri Mekah – terbentang
hingga tepi pantai- menjulang tinggi, mengelilingi Hijaz dan sekitarnya sampai
kota-kota yang berada di dataran rendah, dan itulah yang dinamakan dengan
negeri Mekah (Tihamah).
Hijaz merupakan kota yang gersang, tidak subur dan jarang
hujan, namun terkadang muncul air bah memenuhi lembah-lembah, lalu mengalir
dan selanjutnya tumpah ke laut. Di Hijaz juga terdapat beberapa padang
pasir- terutama sekitar Mekah- di mana cahaya matahari langsung menyengatnya
sehingga memberi effek panas yang sangat luar biasa. Selain itu terdapat pula
lembah-lembah kering yang terkadang ditumbuhi rerumputan tempat digembalakan
binatang ternak. Ada juga tempat yang sangat subur dan biasanya dijadikan
tempat tinggal oleh kelompok tertentu. Di tempat seperti ini tumbuh
tumbuh-tumbuhan, seperti pohon tin, anggur, delima dan zaitun.
Salah satu kota yang sangat terkenal di Hijaz adalah Mekah
yang terletak di sebuah lembah tanpa tumbuhan. Panjang antara utara dan selatan
sekitar dua mil, sedangkan lebarnya sekitar satu mil, sebelah timur dimulai
dari kaki gunung Abi Qubas hingga gunung Qu’aiqi’an di sebelah barat.
Di kota Mekah terdapat Ka’bah (Baitul Haram) tempat ibadah
haji masyarakat Arab Jahili, yang kemudian diwajibkan dalam Islam, kiblat
shalat kaum muslimin. Di Mekah juga terdapat sebuah sumur yang memancarkan air
zamzam yang sangat terkenal. Di situ pula lahir nabi Muhammad saw. Tempat yang
sangat terkenal yang ada di kota Mekah adalah Shafa dan Marwah, keduanya
merupakan tempat tinggi yang terletak di gunung Qubais. Kota lainnya adalah
Wadi Mina, Jabal Arafat, dan Muzdalifah. Semuanya merupakan tempat yang biasa
disebut-sebut dalam ibadah haji.
Selain Mekah kota lain yang terletak di Hijaz adalah Madinah
yang sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan Yatsrib. Kota ini terletak di
tengah-tengah lembah yang sangat luas. Sebelah Utaranya gunung Uhud. Kota ini
banyak ditumbuhi pohon korma dan memiliki banyak sumur yang dijadikan sebagai
sumber air mereka. Madinah adalah tempah yang dituju Nabi saw saat hijrah dari
Mekah dan juga tempat Nabi menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebelah Barat
kota Madinah adalah kota Khaibar yang didiami oleh kaum Yahudi, sebagaimana di
yang terdapat di sebagian kota Madinah lainnya.
Dengan demikian, Hijaz ditempati oleh beberapa kabilah Arab,
di Madinah ditempati oleh Kabilah Arab dari suku Aus dan Khazraj, sedangkan di
Mekah oleh suku Quraisy, di Thaif oleh suku Tsaqif, sedangkan suku Hudzail
menempati bukit-bukit di sebelah selatan kota Mekah. Suku Hudzail ini terkenal
dengan syi’ir-syi’irnya yang halus.
Sebelah selatan Hijaz adalah Yaman sebuah negeri lama yang
terkenal dengan kekayaan dan peradabannya. Kota ini seperti juga Hijaz terdiri
dari dataran-dataran rendah yang terletak di tepi pantai, yang terkadang
disebut dengan Tihamah (negeri Mekah), sedangkan dataran tingginya
disebut dengan Najed al-Yaman. Di antara kota-kotanya adalah Nejran sebelah
timur Yaman yang dikenal pada masa Jahiliyah sebagai tempat pemeluk agama
kristiani. Di sana terdapat uskup-uskup dan juga Ka’bah yang mereka agungkan
menyerupai Ka’bah yang ada di Mekah. Tersebarnya agama Nasrani di Nejran
menjadi salah satu faktor terjadinya hubungan bilateral antara Habasyah dan
Nejran itu, karena keduanya merasa disatukan oleh ideologi yang sama.
Di Yaman terdapat sebuah kota yang disebut Ma’rab, terletak
di sebelah Timur Laut kota Shan’a bernama Saba’. Penduduknya dinamakan juga
dengan Saba.
Kota lainnya yang terkenal adalah Shan’a itu sendiri. Kota
ini terletak di tengah-tengah dekat dengan istana yang megah yang disebut
Ghumdan. Sejarah menyebutkan bahwa Saef ibn Dzi Yazn pada masa Jahiliyah
meminta istana tersebut dikembalikan dari Habasyah, pada saat mereka menguasai
negeri Yaman.
Di sebelah selatan kota Shan’a terdapat reruntuhan kota yang
diduga sebagai peninggalan kaum Himyar. Reruntuhan ini dinamakan dengan
Zhaffar. Dari istilah tersebut muncul sebuah peribahasa (amtsal)
terkenal ‘من دخل ظفار حمرّ’ yang artinya ‘siapa yang masuk ke
Zhaffar maka ia telah menjadi Himyar’, atau berarti ia mampu berbahasa Himyar.
Kabilah terbesar bangsa Arab yang mendiami negeri Yaman
adalah Hamdan yang terkenal pada masa jahiliyah karena menyembah dua berhala
yang bernama Yagûts dan Ya’ûq sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’an al-Karim.
Selain kabilah Hamdan, kabilah lainnya yang mendiami Yaman adalah kabilah
Madzhij dan Murâd.
Sebelah selatan Jazirah Arab terdapat negeri Hadramaut.
Sebuah daerah pegunungan yang di sela-selanya terdapat banyak lembah.
Penduduknya dinamakan dengan al-Hadhâramah yang terkenal dengan keuletan dan kegigihannya
dalam berdagang. Pada saat penaklukan Islam (al-fath al-islami) di
antara mereka banyak yang datang ke Mesir. Penduduk yang paling terkenal pada
masa Jahiliyah yang menempati wilayah ini adalah keturunan Kindah yang dikenal
dengan sebutan ‘Tujîb’.
Perbatasan sebelah Utara Hadramaut adalah negeri al-Ahqâf
yang didiami oleh kaum ‘Âd. Kisah tentang Negeri ini diceritakan dalam
al-Qur’an berulang kali, di antaranya “ dan ceritakanlah tentang (Hud)
saudara ‘Âd pada saat ia memberi peringatan pada kaumnya di al-Ahqâf”.[1]Dan
salah satu surat dalam al-Qur’an diberi nama al-Ahqaf.
Di sudut bagian tenggara al-Jazirah adalah Oman, sebuah
wilayah pegunungan di pinggir pantai. Penduduknya terkenal sebagai nelayan.
Diceritakan bahwa setelah hancurnya Saddama’rab, sebagian kabilah bani Azad
masuk ke Oman dan mendiaminya. Selain kabilah Azad wilayah ini juga ditempati
oleh sebagian bangsa Thoyy, dan yang paling terkenal adalah kabilah Nabhan.
Bagian yang terbentang di timur al-Jazirah yang di mulai
dari Oman hingga perbatasan Irak dinamakan ‘Bahrain’. Di antara kotanya yang
terkenal adalah Hajar. Kota ini banyak menghasilkan korma, sehingga muncul
ungkapan ‘ laksana orang yang membawa korma ke kota Hajar’.
Selain Hajar, kota lainnya adalah Qatar. Penduduknya terkenal
sebagai penyelam dan produsen mutiara. Bahrain itu sendiri didiami oleh
kabilah-kabilah dari Bani Abd al-Qais dan Tamim.
Adapun Al-Jazirah bagian tengah terdiri dari gurun-gurun
pasir (sahara) yang jarang dicurahi hujan, sehingga sedikit sekali tumbuhan
yang tumbuh. Di sela-sela padang pasir tersebut banyak dijumpai waha yakni
tanah subur di tengah padang pasir. Di tanah seperti ini dalam bulan-bulan
tertentu tumbuh rerumputan yang biasanya dijadikan sebagai tempat
menggembalakan ternak. Ada beberapa jenis padang pasir, setiap jenis memiliki
nama tersendiri. Padang pasir yang terletak antara Timur Yaman dan Barat Laut
Hadramaut dinamakan ‘Shaihada’, sedangkan yang terletak di utara Hadramaut
dinamakan ‘al-Ahqaf’, dan yang ada di utara Mahra dinamakan ‘al-Dahnâ’.
Sebelah utara gurun pasir terbentang dataran tinggi yang
disebut ‘Najda’, sebuah tempat terbaik yang dimiliki bangsa Arab karena
udaranya yang sejuk dan pemandangannya yang indah.
Bagian lain yang terletak di sebelah tenggara Najed adalah
al-Yamamah, sebuah tempat yang paling subur di wilayah Arab. Diriwayatkan bahwa
tempat ini adalah tempat tinggal Thasm dan Jadwis. Jika Yamamah dan Bahrain
keduanya digabungkan, namanya menjadi ‘al-Arûdh’.
Gurun
pasir bagian utara yang letaknya berdekatan dengan Syam dinamakan dengan Gurun
Syam, sedangkan yang berdekatan dengan Irak dinamakan Gurun Irak, dan yang
berdekatan dengan al-Jazirah (Utara Irak) dinamakan dengan Gurun Jazirah.
Cuaca.
Sebagian besar Jazirah Arab memiliki cuaca yang sangat panas. Namun demikian,
di dataran-dataran tinggi meskipun musim panas pada malam harinya udara terasa
sejuk dan pada musim dingin udara sangat dingin sehingga terkadang disertai
turunnya salju di sebagian puncak gunung seperti di Thaif. Puncak-puncak gunung
diselimuti salju dan air pun membeku. Selanjutnya panas melelehkan kembali
gumpalan salju tersebut, dan terciptalah dari balik gunung-gunung tersebut
aliran-aliran sungai kecil yang mengairi kebun dan sawah mereka.
Sedangkan angin, para penyair membaginya ke dalam dua tipe, yakni angin
Timur (shabâ) dan angin panas (samûm). Adapun yang dimaksud angin
shaba yakni angin sejuk yang berhembus dari arah Timur. Para penyair
sangat suka menjadikannya sebagai bahan rayuan karena kesejukkan dan kelembutan
semilirnya. Dari kata tersebut terbentuk sebuah derivasi, untuk itu mereka
mengatakan: صبت الريح-تصبو صبوّا“ Angin Timur bertiup meniupkan kasih sayang”. Bila shaba
adalah angin sejuk, sebaliknya samum, ia adalah angin panas. Dari kata
tersebut muncul derivasi dalam bentuk ungkapan: يوم
سامّ و مسموم“Hari yang
berangin panas”.
Wiliyah Arab sama sekali tidak memiliki sungai besar yang
mengalir, kecuali anak-anak sungai yang airnya terkadang mengalir terkadang
tidak. Untuk itu mereka sangat tergantung pada curah hujan, yang mereka sebut
dengan ‘al-ghaits’[2].
Musim semi adalah saat-saat terbaik mereka, pada saat di mana tumbuh-tumbuhan
mulai bersemi setelah musim hujan berlalu. Mereka lalu keluar menuju ke sana
dengan unta dan ternak mereka lainnya. Sebagian gunung dan lembah, tanahnya
tampak terlihat indah karena setelah mendapat curahan hujan ia ditumbuhi
tetumbuhan dan pepohonan. Di antara nama pohon yang terkenal adalah ‘al-thalh,
al-atsl, al-sidr (bidara), al-hina (pacar), al-ruman (delima), al-tufah (apel),
al-Lemun (lemon), dan yang paling banyak adalah pohon korma yang biasa mereka
konsumsi.
Adapun daerah yang paling subur tanahnya adalah Yaman, hal
itu sebabkan oleh karena Yaman memiliki curah hujan yang banyak dan kondisi
tanah yang subur, oleh karena itu pula orang Yunani dan Romawi menyebutnya
dengan ‘negeri Arab yang menyenangkan’ untuk membedakannya dengan negeri-negeri
Arab Timur lainnya yang tandus.
Dari gambaran tersebut kita bisa melihat perbedaan-perbedaan
nyata antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, di mana sebagian wilayah
berada di lokasi dataran dan yang lainnya berada di daerah pegunungan, bagian
lain memiliki tanah yang subur dan yang lainnya tandus, sebagian beriklim panas
dan sebagian dingin, beberapa wilayah terletak di tepi pantai dan sebagian lainnya
jauh dari lautan, sebagian negeri berbatasan dengan penduduk berperadaban dan
berinteraksi dengan mereka, sedangkan lainnya tertahan di padang pasir, ataupun
bila ada interaksi dengan wilayah yang berperadaban itu pun ada faktornya.
Perbedaan-perbedaan ini pada akhirnya sangat berpengaruh
terhadap kondisi intelektual, cara pandang, tradisi, bahasa, dialek, agama
serta sistem politik penduduknya.
Bangsa Arab. Jazirah tersebut di atas didiami oleh bangsa Arab. Bangsa
Arab merupakan keturunan Sam (Semit). Dan Sam adalah nama yang diberikan oleh
para sejarawan bagi keturunan Sam bin Nuh. Ras ini mencakup etnik Babilonia,
Suriah, Ibrani, Poenik, Armenia, Habsyi, Saba dan Arab, Sebenarnya para ahli
sejarah masih berbeda pendapat tentang keturunan Sam ini, sebagaimana mereka
juga berbeda pendapat tentang di mana letak geografi sesungguhnya dari
masing-masing ras tersebut sebelum mereka terpisah-pisah. Sebagian berpendapat
bahwa mereka pertama kali tinggal di wilayah Asia. Asia sendiri masih
diperselisihkan apakah yang dimaksud adalah jazirah Arab, Armenia, ataukah di
bagian paling bawah Euphrat. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa mereka
berdomisili di Afrika lalu berimigran ke Asia.
Selanjutnya bangsa Arab terbagi ke dalam dua ras besar,
yaitu Arab bagian Utara atau disebut juga dengan bangsa Hijaz dan Arab bagian
Selatan atau disebut dengan bangsa Yaman.
Arab bagian Utara biasanya disebut juga dengan kaum Adnan karena
mereka –sebagaimana disebutkan para genealogis- berasal dari keturunan Adnan,
dan Adnan keturunan Ismail bin Ibrahim as. Selain itu dinamakan juga dengan
Arab musta’ribah[3]
(Arabist), karena Ismail bukan keturunan asli bangsa Arab dan bahasanya
pun bukan bahasa Arab original. Ia mulai berbahasa Arab pada saat melakukan
perjalanan bersama ayahnya ke Hijaz dan menikahi keturunan Jurhum yang berasal
dari Kabilah Yamaniyah, lalu mempelajari bahasa mereka dan berkomunikasi dengan
bahasa mereka.
Adapun Arab bagian Selatan dinamakan dengan kaum Qahthan.
Hal ini berdasarkan keterangan para geneologis yang menyebutkan bahwa Arab
Yaman seluruhnya berasal dari keturunan Qahthan, dan mereka juga menyebutnya
dengan ‘Arab Aribah’(Arab orisinil), karena bahasa Arab pada dasarnya
adalah bahasa asli dan alat komunikasi mereka.
Antara kelompok Adnan dan Qahthan, telah lama terjadi
permusuhan. Selain karena perbedaan bahasa dan peradaban, penyebab utamanya
adalah perbedaan ideologi antara keduanya. Sebagaimana diriwayatkan dalam
buku-buku sastra dan sejarah, bahwa antara keduanya terjadi banyak persaingan,
seperti apa yang terjadi pada masa sebelum dan awal Islam antara penduduk
Madinah (suku Aus dan Khazraj) dari pihak Yaman dan penduduk Mekah dari
golongan Adnan. Dengan berakhirnya permusuhan antara keduanya, interaksi kedua
kelompok tersebut terus berlangsung. Kaum Yaman kemudian melakukan rihlah
ke Hijaz, dan sebaliknya penduduk Hijaz melakukan rihlah ke Yaman.
Kabilah-kabilah Qahthan akhirnya banyak menempati wilayah Hijaz seperti
suku Aus dan Khazraj yang mendiami Madinah, demikian pula halnya dengan kaum
Adnan yang banyak menetap di negeri Yaman.
Dari Adnan dan Qahthan selanjutnya terbagi menjadi beberapa
kabilah. Kabilah adalah kelompok atau unit yang dibentuk berdasarkan sistem
sosial masyarakat Arab. Kabilah merupakan keluarga besar yang meyakini bahwa
mereka berasal dari ayah dan ibu yang sama. Biasanya kabilah diberi nama dengan
nama ayah seperti Rubai’ah, Mudhar, Aus, dan Khazraj. Mereka adalah nama-nama
laki-laki yang dari mereka muncul geberasi-generasi baru sebagai keturunan
untuk kemudian dinasabkan kepadanya, dan hanya sedikit kabilah yang dinasabkan
pada ibu seperti kabilah Khindaf dan Bajilah. Terkadang nama kabilah juga
diambil dari suatu kejadian tertentu. Sebagai contoh, kabilah yang menetap
dekat sumur air bernama Ghassan, ia dipanggil dengan kabilah Ghassan.
Akan tetapi secara mayoritas mereka menasabkan kabilah pada ayah. Terkadang
pemimpin kabilah memiliki banyak anak, sehingga kemudian muncul darinya
kabilah-kabilah baru dengan nama lain namun tetap dinasabkan padanya. Kemudian
antara kabilah inti dan kabilah cabangnya tersebut terjalin hubungan
kekerabatan yang erat. Adapun faktor yang menjadikan terbentuknya nama baru
dalam kabilah adalah popularitas yang dimiliki bapak dari cabang tersebut, baik
karena kepemimpinannya, keberaniannya, ataupun karena banyak melahirkan anak.
Sistem kabilah. Di dalam kabilah terdapat seorang tetua (syaikh)
atau ketua sebagai pemimpin kabilah. Ia bertanggungjawab dalam menyelesaikan
setiap perbedaan atau pertikaian yang terjadi dengan berdasarkan kepada adat
dan tradisi yang dibuat kabilah. Pemimpin diangkat berdasarkan kemuliaan dan
rasa hormat dari anggota kelompok. Sedikit sekali yang dibangun dengan
berdasarkan pemaksaan dan penindasan. Oleh karena itu sikap berpura-pura para
pemimpin lebih banyak dibanding sikap berpura-pura anggota terhadap para
pemimpinnya. Dalam bingkai sistem seperti ini, kebebasan individu terhadap
sistem kepemimpinan menjadi lebih leluasa. Selain ketua, terdapat hakim-hakim
agung dari kaum pria yang memiliki kecerdasan dan kecermatan. Terkadang mereka
juga dihadapkan pada persoalan pertikaian di dunia sastra, seperti saling
membanggakan keturunan dan lain sebagainya.
Setiap kabilah mempunyai penyair tersendiri yang secara
khusus mendendangkan puji-puijian untuk kabilahnya serta menginformasikan
sifat-sifat dan kebaikan yang dimiliki kabilahnya. Dan sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, bahwa hubungan yang terjadi di antara mereka adalah hubungan
darah, oleh karena itu mereka sangat fanatik terhadap kabilah masing-masing,
sehingga mereka selalu memuji dan membanggakannya serta menyebarkan berbagai
kebaikan yang mereka miliki. Setiap anggota kabilah wajib menjaga anggota
kabilah lainnya, dan mempertahankannya, serta berhak menuntut dengan darahnya.
Mereka juga berhak meminta perlindungan terhadap kabilahnya di saat mengahadapi
marabahaya dan kesulitan. Terkadang di antara anggota kabilah didapati
seseorang yang banyak melakukan kesalahan (dosa-dosa), sehingga menimbulkan
berbagai persoalan bagi kabilahnya. Untuk anggota seperti itu, kabilah segera
mengambil tindakan dengan tidak mengakui lagi sebagai anggota. Anggota kabilah
yang mendapat sangsi seperti itu disebut dengan ‘al-khalî’, atau yang terbuang.
Terkadang orang seperti ini meminta perlindungan dari kabilah lain, sehingga
dinamakan dengan ‘halîf (yang bersekutu) atau ‘maulâ’
(sekutu).
Bila hubungan di dalam kabilah adalah hubungan darah, maka
hubungan yang terjadi antar kabilah biasanya hubungan permusuhan. Kemungkinan
yang terjadi antara kabilah tersebut hanya dua, menyerang atau diserang,
kecuali kabilah-kabilah yang mengadakan perjanjian dan kesepakatan perdamaian.
Oleh karena itu kisah peperangan antar kabilah ini menyita sebagian besar
sejarah bangsa Arab, sehingga diriwayatkan bahwasanya Duraid ibn al-Shamah
berusia hingga seratus tahun dan ia mengalami peperangan sebanyak seratus kali
pula. Oleh karena itu pula tema-tema tentang perang, kemenangan, penyerangan,
dan lain sebagainya, mendominasi sebagian besar syi’ir-syi’ir jahili. Oleh
karena itu pula, untuk memahami syi’ir dan peristiwa-peristiwa bersejarah yang
terjadi pada masa Arab Jahili seseorang harus memahami benar kabilah-kabilah
yang ada di wilayah Arab, termasuk semua bentuk permusuhan dan perjanjian
perdamaian antar mereka.
Kabilah paling terkenal. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa bangsa Arab
terbagi ke dalam dua ras besar, yaitu keturunan Adnan dan Qahthan.
Adnan
terbagi lagi menjadi dua cabang besar, yaitu: Rabi’ah dan Mudhar, lalu keduanya
terbagi ke menjadi beberapa kabilah.
Bahasa-bahasa
semit dan kedudukan bahasa Arab.
Bahasa Arab dan bahasa-bahasa Semit lainnya. Bahasa yang
digunakan Bangsa Arab adalah bahasa Arab. Bahasa Arab adalah salah satu dari
bahasa Semit. Dinamakan bahasa Semit untuk membedakannya dari bahasa-bahasa Ham
dan Ariyah.
Karena bahasa-bahasa Semit berasal dari satu rumpun
–sebagaimana diperkirakan- banyak di antara lafaz-lafaznya yang sama, atau
terkadang hanya berbeda sedikit saja, seperti yang terdapat dalam bahasa Ibrani
(Ibriyah) dan Arab. Sebagian lafaz yang menggunakan syin dalam
bahasa Arab, di dalam bahasa Ibrani menggunakan sin, sedangkan alif
yang ada dalam bahasa Arab, di dalam bahasa Ibrani menggunakan waw. Kata
salam dalam bahasa Arab menjadi syalum dalam bahasa Ibrani, dan tsa
menjadi syin, sehingga kata tsaur menjadi syaur.
Sedangkan yang di dalam bahasa Arab menggunakan dhad, di dalam
bahasa Ibrani menggunakan shad, seperti ardh menjdi arsh,
dan lain sebagainya. Akibat kedekatan genetik tersebut terjadi asimilasi antar
bahasa. Maka oleh karena berdekatan dan sering berinteraksi, penduduk Yaman
terpengaruh oleh bahasa Habsyi, seperti halnya penduduk Hijaz terpengaruh oleh
bahasa Ibrani.
Bahasa Semit memiliki karakteristik tersendiri yang
membedakannya dari bahasa lainnya, seperti; tulisannya yang bersifat limited
yaitu hanya berupa huruf tanpa harakat, tanpa fathah, kasrah ataupun dhammah,
seperti yang terdapat dalam bahasa Aria. Selain itu bahasa Arab juga memiliki
jumlah huruf yang lebih banyak dibandingkan dengan bahasa Aria, selain memiliki
bentuk derivasi (isytiqaq) yang lebih banyak. Namun demikian, antara
bahasa-bahasa Semit tersebut memiliki persamaan dalam gaya bahasa, struktur
kalimat, dan kosakata yang berhubungan dengan anggota badan dan kata ganti
orang (dhamir).
Bahasa Arab itu sendiri terbagi lagi menjadi dua macam,
yaitu bahasa Arab Yaman yang ada di sebelah Selatan, dan bahasa Arab Hijaz yang
terdapat di Utara. Bahasa Selatan (Yaman) meliputi bahasa Saba dan Himyar.
Untuk mempermudah penyebutan mereka cukup menyebutnya dengan bahasa Himyar.
Bahasa Himyar dianggap lebih dulu keberadaannya dibanding bahasa Utara (Hijaz).
Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lukisan yang bertuliskan bahasa Himyar.
Bahasa Himyar memiliki huruf-huruf yang berbeda dengan bahasa Arab yang kita
kenal sekarang. Selain itu ia juga memiliki pola tanwin, jama’mudzakar
salim, adat ma’rifah, dan lain sebagainya yang berbeda dengan bahasa
Arab Hijaz. Contoh lainnya adalah adanya perbedaan pada huruf-huruf kata,
seperti, hamzah pada kata af’ala (أفعل) di sebagian bahasa Himyar menggunakan
ha (هـ). Keberadaan bahasa Himyar dan Saba ini diketahui melalui hasil
penemuan para ilmuwan modern yang diperoleh dari hasil tulisan dan tempat
tinggal mereka, sehingga diketahui struktur bahasa masing-masing.
Adapun bahasa Utara (Hijaz) merupakan bahasa kabilah Adnan.
Bahasa ini lebih muda keberadaannya dibandingkan bahasa Himyar. Perlu diketahui
bahwa bahasa yang digunakan dalam syi’ir-syi’ir Arab Jahili yang sampai
ke tangan kita menggunakan bahasa ini. Hal ini diketahui dari ungakapan para
penyair yang menyatakan bahwa syi’ir ini berasal dari Rabi’ah atau Mudhar.
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya bahwa kedua nama tersebut adalah cabang
dari Kabilah Adnan. Atau juga yang berasal dari kabilah-kabilah Yaman yang rihlah
ke Utara seperti kabilah Tha’i, Kindah dan Tanukh.
Bahasa Arab Adnani –sebagaimana dikemukakan oleh para ahli
bahasa Semit- merupakan cabang bahasa Semit yang tingkat orisinilitas paling
dekat di bandingkan cabang-cabang lainnya. Hal itu disebabkan oleh karena
bangsa Arab adalah bangsa yang tidak banyak terkontaminasi oleh bangsa lainnya,
tidak pernah dijajah dan diperintah bangsa lain seperti yang terjadi pada
bangsa-bangsa Semit lainnya, seperti kaum Ibrani, Babilonia, dan Assyiria.
Bangsa Arab dilindungi oleh gurun pasir dari serbuan musuh dan penjajahan
bangsa asing, sehingga bahasa mereka pun tetap terjaga tanpa banyak dipengaruhi
bahasa asing lainnya.
Bahasa
Arab juga dianggap sebagai bahasa Semit yang sangat progresif, karena memiliki
karakteristik yang fleksibel, derivatif, dan kaya akan makna. Mereka tidak
hanya membuat satu kata untuk satu makna, namun banyak kata. Mereka ciptakan
kata baru setiap mendapatkan makna baru. Kondisi seperti ini dilegitimasi dan
dikembangkan dengan diturunkannya al-Qur’an al-Karim, yang kemudian
eksistensinya mulai meluas ke seluruh penjuru dunia.
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi SAW. Jil 1 (Jakarta, Gema Insani Press, 2001)
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad SAW, (Jakarta: Lentera Antar Nusa, 2001 )
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirosah Islamiah II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002 )
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tejemahannya Juz 1 – 30 edisi baru ( Surabaya : UD Mekar Surabaya, 2000 )
Muhibbin, Hadits – Hadits Politik ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996 )
Abdurrahman Asy Syarqowi, Muhammad Sang Pembebas, terj. Ilyas Siraj ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998 )
Navigation