Posted by : Unknown
Monday, March 6, 2017
MAKALAH
QASHASH AL QUR’AN
Makalah Ini Dibuat Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur An
Dosen Pengampu : Dewi
Mustika, M.Kom.I
Disusun oleh :
Nama : Ayu Akta Sahara
NPM :
1503010001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN
PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN
DAKWAH
IAIN METRO
LAMPUNG
T.A. 1438 H/2017 M
KATA PENGANTAR
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Segala puji bagi Allah,
yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambanya. Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ulumul Qur’an ini. Adapun maksud dan
tujuan kami disini yaitu menyajikan beberapa hal yang menjadi materi dari
makalah kami. Makalah
ini membahas mengenai “Qashash AlQur’an”. Makalah ini
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para pembacanya.
Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih
banyak kekeurangan , kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan
makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.
Metro, 28
febuari 2017
Penyusun
Ayu Akta
Sahara
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL......................................................................................... i
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................... iii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..........................................................................................
1
C.
Tujuan Pembuatan Makalah .......................................................................... 2
BAB II
: PEMBAHASAN
A. Pengertian
Qashashul Qur’an......................................................................... 3
B. Macam-macam
Qashashul Qur’an................................................................. 5
C.
Karakteristik
Qashashul Qur’an .................................................................... 7
D.
Tujuan Qashasul
Qur’an............ .................................................................... 8
E. Faedah Qashashil Al-Quran.......................................................................... 10
F. Hukum Dan Pandangan Para Ulama Terhadap Qashashil Al-Quran........... 10
BAB III
: PENUTUP
A.
Kesimpulan ........................... …................................................................ 13
B.
Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
merupakan kalam Allah SWT. yang berisi petunjuk bagi manusia.
Ajaran-ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada
yang berisi informasi, perintah dan larangan, dan ada juga yang dimodifikasi
dalam bentuk diskriftif kisah-kisah yang mengandung ibrah yang dikenal
dengan kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Tuntunan dalam al-Qur’an adakalanya
disampaikan melalui kisah-kisah dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan
terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap setiap
bujukan untuk berbuat ingkar, serta menerangkan prinsip-prinsip Islamiyah dalam
berdakwah.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT. mempunyai banyak keunikan, salah
satu keunikannya adalah suka mendengar dan mempelajari cerita. Hal tersebut,
disebabkan karena kisah dapat menarik perhatian apabila di dalamnya terselip
pesan-pesan dan pelajaran yang dapat menanamkan kesan rasa ingin tahu tentang
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Nasihat atau pelajaran yang disampaikan
tanpa variasi walau dengan tutur kata yang indah belum tentu dapat menarik
perhatian akal. Bahkan isinya pun belum tentu dapat dipahami. Akan tetapi bila
nasehat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam
realita kehidupan, maka akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Sehingga akan
merasa senang mendengarkan, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa
ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh akan nasehat dan pelajaran
yang terkandung di dalammya.
Kesusasteraan
kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan
kesusasteraan. Kisah yang benar telah membuktikan kondisi ini dalam uslub
arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi,
yaitu kisah-kisah al-Qur’an.[1] Kisah-kisah
dalam al-Qur’an tentu saja berbeda dengan cerita atau dongeng lainnya, karena
mempunyai karakteristik di dalamnya. Dalam al-Qur’an kisah merupakan
petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat manusia yang
senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.
Secara eksplisit al-Qur’an berbicara tentang pentingnya sejarah, hal tersebut
tertera dalam QS. Ali Imran (3):140 berbunyi:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ
الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Terjemahnya:
“Dan kamu (pada perang uhud) terkena luka, Maka kaum lainpun
(kafir) kena luka pula seperti itu. Dan hari (kejayanan dan kekalahan)
itu akan datang silih berganti.[2]
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
pengertian Qashashul Qur’an?
2. Berapa macam Qashashul
Qur’an?
3. Bagaimana
karakteristik Qashashul Qur’an?
4. Apa tujuan Qashashul
Qur’an?
5. Apa faedah Qashashul
Qur’an?
C.
Tujuanan
Masalah
1.
Mengetahui pengertian Qashashul Qur’an
2.
Mengetahui macam Qashashul Qur’an?
3.
Mengetahui karakteristik Qashashul Qur’an?
4.
Mengetahui tujuan Qashashul Qur’an?
5.
Mengetahui faedah Qashashul Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qashashul Qur’an
Kata Qashashul berasal dari bahas Arab yang merupakan bentuk jamak dari
kata Qishash yang berarti tatabbu’ al-atsar (napak tilas/
mengulang kembali masa lalu). Qishash menurut Muhammad Ismail
Ibhrahim yang berarti “hikayat (dalam bentuk) prosa yang panjang”.[3]
sedang menurut Manna Khalil al-Qattan “qashashtu atsarahu” yang berarti
“kisah ialah menelusuri jejak”.[4]
Kata al-qashash adalah bentuk masdar seperti dalam firman Allah QS.
Al-Kahfi (18): 64 disebutkan:
فَارْتَدَّا
عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا
Terjemahnya:
“Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”.[5]
Maksudnya kedua orang itu kembali mengikuti
jejak darimana keduanya itu datang. Dan firmanNya melalui lisan ibu Musa, QS.
Al-Qashash (28): 11 sebagai berikut: Terjemahnya:
“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ikutilah dia”.[6]
Maksudnya
ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya. Secara
etimologi (bahasa), al-qashash mempunyai arti urusan (al-amr),
berita (al-khabar), perbuatan (al-sya’an), dan keadaan (al-hal).
Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al-Qashsash diterjemahkan dengan
kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan sebagainya).[7]
Menurut Al-Raghib al-Ishfahani, Qashsash adalah akar kata (mashdar) dari
qashsha yaqushshu, secara lughawi konotasinya tak jauh berbeda dari yang
disebutkan di atas, yang dipahami sebagai “cerita yang ditelusuri”[8]
seperti dalam firman Allah swt. Qs Yusuf (12): 111:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ
لأولِي الألْبَابِ
Terjemahnya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunya akal”.[9]
Dengan melihat beberapa arti Qishshash di atas dapat diambil pengertian
bahwa Qishash sama dengan kisah yang mempunyai arti segala peristiwa,
kejadian atau berita yang telah terjadi dari suatu cerita untuk menelusuri
jejaknya.
Adapun yang
dimaksud dengan Qashashul Qur’an adalah
إخبار عن الأحوال الماضية والأنبياء
القدماء والأحداث الواقعة فى الماضى.
“Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu, dan
peristiwa yang pernah terjadi”.[10]
Menurut perspektif al-Qur’an, Allah swt. mengungkapkan diriNya melalui
peristiwa-peristwa, namun wahyuNya menggunakan tema-tema yang sudah terkenal
dan dinyatakan kembali sampai orang-orang beriman meresapinya.[11]
Al_Qur’an banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah
bangsa-bangsa, keadaan neger-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia
menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik mempesona.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan, bahwa pada kisah-kisah
yang dimuat dalam al-Qur’an semuanya cerita yang benar-benar terjadi, tidak ada
cerita fiksi, khayal, apalagi dongeng. Jadi bukan seperti tuduhan sebagian
orientalis bahwa al Qur’an ada yang tidak cocok dengan fakta sejarah.[12]
B. Macam-macam Qashashul Qur’an
Kisah-kisah dalam al-Quran di bagi menjadi tiga macam,[13]
yaitu:
1.
Dilihat dari
sisi pelaku
Dilihat dari sisi pelaku, Manna al- Qathtan
membagi menjadi tiga macam yaitu:
a)
Kisah para nabi
Bagian ini bersikan tentang ajakan para
nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap
orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta
akibat yang menimpa orang beriman (mempercayai) dan golongan yang mendustakan
para nabi. Misalnya kisah nabi Nuh as., Ibrahim as., Musa as., Harun as, Isa
as., Muhammad saw, dan nabi-nabi serta rasul lainnya.
b)
Kisah yang
berhubungan dengan masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya.
Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung
halamannya, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah Talut dan
Jalut, dua orang putera Adam, Ashabul Kahfi, Dzul Qarnain, Qarun, Ashabus Sabti
(orang –orang yang menangkap ikan pada hari sabtu), misalnya Maryam, Ashabul
ukhdud, Ashabul Fil dan lain-lain.
c)
Kisah yang
terjadi pada masa Rasulullah SAW
Seperti perang Badar dan Uhud dalam surah Ali
Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam surah al_Taubah, perang al-Akhzab, Hijrah,
Isra’ dan lain-lain.
Cerita-cerita mengenai para nabi dalam Al-Qur’an bervariasi sesuai dengan
kasus, tetapi mereka semua adalah pemberi peringatan yang mendapat perlindungan
Allah swt. Kepada para hambaNya. Perlindungan ini adalah salah satu elemen
dalam narasi yang dipercepat dengan insiden. Contoh Nabi Ibrahim AS
diselamatkan dari api yang dilempar kedalamnya oleh umatnya setelah dia
menghancurkan patung-patung QS. al Anbiya’ (21): 68-71. Nabi Isa as
diselamatkan ketika Allah swt, secara mukjizat menghalanginya dari orang-orang
Yahudi dari menyalibnya QS. an-Nisa (4): 157.[14]
2.
Dilihat dari
panjang pendeknya
Dilihat dari panjang pendeknya, kisah-kisah
al-Qur;an dapat dibagi menjadi tiga,[15]
yaitu:
a.
Kisah panjang,
contohnya kisah nabi Yusuf a.s dalam QS. Yusuf (12) yang hamper seluruh ayatnya
mengungkapkan kehidupan nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanak sampai dewasa dan
memiliki kekuasaan.
b.
Contoh lainnya
adalah kisah nabi Musa a.s dalam surah al-Qashash (28), kisah nabi Nuh a.s dan
kaumnya dalam QS Nuh (71), dan lain-lain.
c.
Kisah yang
lebih pendek dari bagian yang pertama (sedang), seperti kisah Maryam dalam QS
Maryam (19), kisah Ahzab al-Kahfi pada QS al-Kahfi (18), kisah nabi Adam a.s
dalam QS al-Baqarah (2), dan QS Thoha(20), yang terdiri atas sepuluh atau
beberapa belas ayat saja.
d.
Kisah pendek
yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, misalnya kisah nabi Hud
a.s nabi Luth a.s dalam Qs al-A’raaf (7), kisah nabi Shahih a.s dalam Qs Hud
(110), dan lain-lain.
3.
Dilihat dari
jenisnya
Dilihat dari jenisnya Kisah-kisah dalam
al-Quran di bagi menjadi tiga macam,[16] yaitu:
a.
Kisah Sejarah (al-qishash
al-tarikhiyyah), berkisar tentang kisah-kisah sejarah, seperti para nabi
dan rasul.
b.
Kisah sejarah/
perumpamaan (al-qishash al-tamtlisiyah), untuk menerangkan atau
memperjelas suatu pengertian, bahwa peristiwa itu tidak benar terjadi tetapi
hanya perkiraan.
c.
Kisah asatir,
kisah ini untuk mewujudkan tujuan-tujuan ilmiah atau menafsirkan, fenomena yang
ada atau menguraikan masalah yang sulit diterima akal.
Kisah-kisah al-Qur’an pada umumnya mengandung
tiga unsur[17]
yaitu:
1)
Pelaku (al-sakhsiyyat),
kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an tidaklah hanya manusia. Dalam QS
an-Naml (27): 23, tetapi juga ada malaikat, dalam QS Hud (11): 69-83, Jin dalam
QS saba’ (34):12, dan binatang (burung, semut, dll), dalam QS An-Naml
(27): 18-19.
2)
Peristiwa (ahdats),
hal ini terbagi menjadi: peristiwa yang berkelanjutan, peristiwa yang dianggap
luar biasa dalam QS Almaidah (5): 110-115, dan peristiwa yang dianggap biasa
dalam QS Almaidah (5):116-118.
3)
Dialog (alhiwar),
dalam QS Al-A’raf (7):11-25, Thaha (20): 9-99.
C. Karakteristik Qashashul Qur’an
Al-Qur’an
tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara berurutan (kronologis)
dan memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar. Tetapi terkadang berbagai
kisah disebutkan berulang-ulang dibeberapa tempat, ada pula beberapa kisah
disebutkan al-Qur;an dalam bentuk yang berbeda, disatu tempat ada bagian yang
di dahulukan dan ditempat lain diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara
ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal tersebut menimbulkan perdebatan
diantara kalangan orang yang meyakini dan orang-orang yang meragukan al-Qur’an.
Mereka yang ragu terhadap al-Qur’an sering mempertanyakan, mengapa kisah-kisah
dalam al-Qur’an tidak disusun secara kronologis dan sistematis sehingga lebih
mudah dipahami? Karena hal itu tersebut menurut mereka dipandang tidak efektif
dan efisien.[18]
Menurut Manna
Khalil al-Qattan, bahwa penyajian kisah-kisah dalam al-Qur’an begitu rupa
mengandung beberapa hikmah[19]
yaitu,
1.
Menunjukkan
kehebatan mukjizat al-Qur’an
2.
Memberi
perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk menguatkan kesan yang mantap dan
melekat dalam jiwa
3.
Memperlihatkan
adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut.
Sedang faedah Qashashul Qur’an adalah
sebagai berikut[20]:
1.
Menjelaskan
prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh setiap nabi,
QS. al Anbiya’ (21):25.
2.
Meneguhkan hati
Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah SWT. serta menegakkan
kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnya pertolongan Allah SWT.
dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya, QS. Hud (11):120.
3.
Membenarkan
nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.
4.
Memperlihatkan
kebenaran nabi Muhammad SAW. dalam penuturannya mengenai orang-orang terdahulu.
5.
Membuktikan
kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan dan petunjuk, QS.
Ali Imran (3):93
6.
Kisah merupakan
salah satu bentuk sastera yang menarik bagi setiap pendengarnya dan memberikan
pengajaran yang tertanam dalam jiwa, QS Yusuf (12): 111.
D. Tujuan Qashasul Qur’an
Adanya kisah dalam al-Qur’an menjadi bukti kuat bagi umat manusia bahwa
al-Qur’an sangat sesuai dengan kondisi mereka karena sejak kecil sampai dewasa
bahkan sampai tua, jarang orang yang tak suka pada kisah, apalagi bila kisah
mempunyai tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan pendidikan juga
berfungsi sebagai hiburan. Al-Qur’an sebagai kitab hidayah mencakup kedua aspek
itu, disamping tujuan yang mulia, juga kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam
bahasa yang indah dan menarik, sehingga tak ada orang yang bosan membaca dan
mendengarnya. Sejak dahulu sampai sekarang, telah berlalu empat belas abad,
kisah-kisah al-Qur’an yang diungkapkan dalam bahasa Arab itu masih up dated,
mendapat tempat dan hidup di hati umat, padahal bahasa-bahasa lain telah banyak
yang masuk museum, dan tidak terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti bahasa
Ibrani, Latin dan lain-lain.[21]
Cerita-cerita dalam al-Qur’an bukanlah suatu gubahan yang bernila sastera saja,
baik gaya bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa-peristiwa, tetapi
merupakan suatu media untuk mewujudkan tujuan yang asli. Kisah-kisah dalam
al-Qur’an secara umum mempunyai tujuan untuk kebenaran dan semata-mata untuk
keagamaan.[22]
Adapun tujuan-tujuan kisah dalam secara keseluruhan dapat dirinci sebagai
berikut[23]:
1.
Menetapkan
adanya wahyu dan kerasulan, QS. Yusuf (12): 2-3, QS. (28):3, QS. (3):44.
2.
Menerangkan
bahwa agama semuanya dari Allah SWT. QS. (21): 51-92
3.
Menerangkan
bahwa semua agama itu dasarnya satu dan semuanya dari Tuhan Yang Maha Esa, QS.
Al-A’raf (7):59
4.
Menerangkan
bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan sambutan
kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa. QS. Hud
5.
Menerangkan
dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW.
Dengan agama nabi Ibrahim a.s secara khusus. Dengan agama-agama bangsa Israil
pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hugungan
umum antara semua agama.
E.
Faedah Qashashil Al-Quran
Banyak faedah yang terdapat dalam
qashash (kisah-kisah) Al-Quran sebagaimana yang diutarakan Manna Al-Qaththan
berikut ini.
1. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati
umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta menguatkan kepercayaan orang-orang
yang beriman melalui datangnyabpertolongan Allah dan hancurnya kebatilan
beserta para pendukungnya.
2. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah
dan pokok-pokok syariat yang dibawa setiap nabi.
3. Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan
mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.
4. Memperlihatkan kebenaran Nabi
Muhammad dalam penuturannya mengenai orang-orang terdahulu.
5. Membuktikan kekeliruan ahli kitab
yang telah menyembunyikan keterangan dan petunjuk. Di samping itu, kisah-kisah
itu memperlihatkan isi kitab suci mereka sesungguhnya, sebelum diubah dan
direduksi.
6. Kisah merupakan salah satu bentuk
sastra yang menarik bagi setiap pendengarnya dan memberikan pengajaran yang
tertanam dalam jiwa.
F.
Hukum Dan Pandangan Para Ulama Terhadap Qashashil Al-Quran
Berkaitan dengan penuturan nama dan
gelar dalam kisah-kisah di dalam Al-Quran, ada sebuah persoalan penting yang
harus dijadikan jawabannya. Misalkan, suatu kisah di dalam Al-Quran yang
menyebutkan nama-nama pelaku khusus, apakah hanya berlaku bagi para pelaku
kisah tersebut, ataukah berlaku secara umum bagi siapa saja? Dengan kata lain,
apakah ayat itu berlaku secara khusu atau umum?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa
hal yang harus dijadikan pertimbangan adalah keumuman redaksi, bukannya
kekhususan sebab. As-Suyuthi, memberikan alasan bahwa pertimbangan itulah yang
dilakukan oleh para sahabat dan golonga lain. Ini dapat dibuktikan antara lain
pada ayat zhihar dalam kisah Salman bin Shakhar, ayat li’an dalam kisah Hilal
bin Umayyah, dan ayat qadzaf dalam kisah tuduhan terhadap Aisyah. Penyelesaian
terhadap kasus-kasus trsebut diterapkan pula terhadap peristiwa lain yang
serupa.
Ibn Taimiyyah berpendapat bahwa
banyak ayat yang diturunkan berkenaan dengan kisah tertentu, bahkan menunjuk
pribadi seseorang namun, berlaku umum. Misalnya, surat Al-Maidah (5) ayat 49
tentang perintah kepada Nabi untuk mengadili secara adil. Ayat ini sebenarnya
diturunkan berkenaan dengan kasus Bani Quraidzah dan Bani Nadhir. Namun,
menurut Ibn Taimiyyah, tidak benar jika dikatakan bahwa perintah berlaku adil
bagi Nabi itu hanya ditujukan terhadap dua kabilah itu.
Penjelasan mengenai penyebutan nama
pelaku kisah, atau hakikat kisah itu sendiri, dikemukakan pula oleh
Kuntowijoyo, Thaha Husein, dan Asy-Syarabashi. Kuntowijoyo memandang bahwa pada
dasarnya kandungan Al-Quran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan amtsal.
Bagian pertama dimaksudkan untuk membentuk pemahaman yang kemprehensif mengenai
nilai-nilai ajaran agama islam, sedangkan bagian kedua dimaksudkan sebagai
ajakan melakukan perenungan untuk memperoleh hikmah. Kisah kesabaran Nabi Ayub
misalnya, menggambarkan tipe sempurna mengenai betapa gigihnya kesabaran orang
beriman ketika menghadapi cobaan apapun. Kisah kezaliman Fir’aun menggambarkan
archetype mengenai kejahatan tirani pada masa paling awal yang pernah dikenal
manusia. Kisah kaum Tsamud yang membunuh unta milik Nabi Shaleh lebih
menggambarkan archetype mengenai penghianatan masal oleh konspirasi-konspirasi
kafir.
Ungkapan yang hampir senada
diungkapkan pula oleh Asy-Syarabashi. Ia menjelaskan bahwa kisah-kisah dalam
Al-Quran tidak dimaksudkan sebagai uraian sejarah lengkap tentang kehidupan
bangsa atau pribadi tertentu, tetapi sebagai bahan pelajaran bagi umat manusia.
Thaha Husein, yang terkenal dengan
pendapat-pendapatny yang controversial dan sekularistik, lebih tertarik membahas
apakah pelaku-pelaku kisah didalam Al-Quran itu pernah ada atau hanya khayalan
semata. Dengan mengambil contoh kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ia
berkesimpulan demikian:
“Taurat telah mengisahkan kepada
kita tentang Ibrahim dan Ismail, demikian juga Al-Quran. Akan tetapi, munculnya
kedua nama tokoh itu dalam Tauran dan Al-Quran tidak menjamin keberadaan
keduanya secara historis. Kita terdorong untuk melihat keduanya di dalam
sejarah sebagai suatu jalan untuk menetapkan hubungan antara orang-orang Yahudi
dan orang-orang Arab di satu pihak, serta agama Islam dan agama Yahudi,
Al-Quran dan Taurat, dipihak yang lain.”
Tidak hanya itu, Thaha Husein pernah
mengatakan bahwa hijrahnya Ibrahim ke Mekah yang kemudian mengembangkan bangsa
Arab musta’rabah hanyalah fiksi belaka. Maka, wajarlah jiksa para ulama
konsevatif menganggap gagasan-gagasannya itu sebagai usaha melemparkan keraguan
keotentikan Al-Quran. Bahkan, Rasyid Ridha telah menuduhnya keluar dari Islam.
Benang merah yang dapat ditangkap
dari pendapat ketiga orang di atas adalah hal terpenting dari kisah-kisah yang
terdapat Al-Quran bukanlah wacana pelakunya, tetapi drama kehidupan yang mereka
mainkan. Atas dasar ini pulalah, Muhammad Abduh mengkritik habis-habisan
kebiasaan ulama tafsir generasi pertama yang banyak menggunakan Israiliyyat
sebagai penafsir Al-Quran, terutama ketika menjelaskan para pelaku kisah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut
istilah, qashshashil qur’an ialah kisah-kisah dalam al-qur’an yang menceritakan
ikhwal umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa lampau,masa kini dan masa yang akan datang. Di dalam
al-qur’an banyak diceritakan umat-umat dahulu dan sejarah Nabi atau para Rasul
serta ikhwal Negara dan perilaku bangsa-bangsa kaum dahulu. Macam-macam qashash yaitu, kisah
hal-hal ghaib pada masa lalu, kisah hal-hal ghaib pada masa kini, kisah hal-hal
ghaib pada masa yang akan datang. Beberapa faedah dari qashashil Quran yaitu
meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta
menguatkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnyabpertolongan
Allah dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya, menjelaskan
prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa setiap nabi, membenarkan
nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka, memperlihatkan
kebenaran Nabi Muhammad dalam penuturannya mengenai orang-orang terdahulu.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam
penyusuanan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun dalam pembasannya.
Oleh karena itu, penulis memohon saran dan kritikannya yang bersifat membangun
sehingga dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya dapat lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon,
Ilmu Tafsir, Cet.III; Bandung: Pustaka Setai, 2006
Baidan,
Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
Basri,
Hasan, Horizon Al-Qur’an, dari judul asli Lea grands themes du Coran
oleh Jasques Jomies Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase, 2002
Chitjin,
Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an; Yogyakarta : Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998.
Hanafi, Segi-Segi
Kesusesteraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1984.
Husayn,
Muhammad al-Khidr, Balaghat Al_Qur’an, Ali al-Ridha al-Tunisi, 1971.
Ibrahim,
Muhammad Ismail, Mu’jam al-Alfazh waA’lam al-quraniyyat, Dar
al-Fikr-al-a’rabi, 1969
Al- Ishfahani,
Al-Raghib, al-mufradat fi Gharib al-Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kaylani,
Mesir: musthafa al-Bab al-Halab,t.t.
Poewarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Al-Qattan,
Manna khalil, Mahabis fi Ulum al-Qur’an, Mansyurat al-Asr al-Haidis,
1973.
Qutb,
Sayyid, Seni Penggambaran dalam Al-Qur’an, terjemah Chadidjah Nasution;
Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981.
Said,
M, Tarjamah Al-Qur’an al Karim, Crt.I; Bandung: PT Alma’arif, 1987.
[1] . Manna Khalil al-Qatta, Manahis fi Ulum
al-Qur’an, (Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973), h. 305
[3] . Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh
waAlam al-Qur’anniyat,(Dar al-Fikr-al’Arabi,1969), h.140
[4] . Manna Khalil al-Qattan, op.cit.,h.305
[5]
. M. Said,
Tarjamah, Op, cit., h. 272
[7] . Purwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 512
[8] . Al-Raghib al Isfahani, al Mufradat Fi
Gharit al Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kailani, (Mesir: Mustafa al Bab al
Halabih), t.t.,h. 404
[9] . M. Said, Op. Cit., h. 224
[11] . Hasan Basri, Horizon al Qur’an, dari
judul asli Les Grens Themes Du Coran oleh Jacquis Joner ( Cet. I;
Jakarta: Balai Kajian Tafsir al Qur’an Pase, 2002), h. 80
[12] . Muhammad al Khidir Husain, Balogat al
Qur’an, (Ali al Rida al Tunisi, 1971), h. 104
[13] . Manna Khalil al Qattan, Op. Cit., h.
306
[14] . Hasan Basri, Op. Cit., h. 82
[15] . Hanafi, Segi-segi Kesusesteraan pada
Kisah-kisah al Qur’an, (Jakarta: Pustaka al Husna, 1984), h. 1516
[17]
. Rosihan Anwar,
Op. Cit,. h. 67-72
[18] . Muhammad Chirjin, al Qur’an dan Ulumul
Qur’an, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1989), h. 11.
[19] . Menjelaskan ketinggian kualitas al-Qur’an.
[21] . Nasruddi Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,
(Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.230
[22] . Sayyid Qutb, Seni Penggambaran dalam al
Qur’an, Terjemah Khadijah Nasution (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981), h. 138
[23]
. Muhammad
Chirjin, Op. Cit,. h. 120-121
Terima Kasih
ReplyDeletesyukran atas materinya,izin juga copas materinya ^^
ReplyDelete