Posted by : Unknown
Monday, January 23, 2017
MAKALAH
SEJARAH SASTRA ARAB TARIKH MUAWIYAH
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
muqodimah fil ‘ilmi al_adab
Dosen Pengampu : Al Barra Sarbaini.M.Pd.I
Disusun Oleh :
NAMA
: Roy Aditia
Wardana
NPM : 1503010010
BAHASA DAN SASTRA ARAB
JURUSAN
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
JURAI
SIWO METRO
TA
1438 H/2016 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan meninggalnya Khlifah
Ali Bin Abu Thalib dari Khulafaur Rasyidin, maka bentuk pemerintahan
Islam yang dirintis Nabi Muhamad SAW berubah dari sistem demokrasi menjadi
monarkhi (kerajaan) yaitu Dinasti Bani Umayyah. Dinasti Bani
Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah.
Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diploma dan tipu daya,
tidak dengan pemilihan seperti pemerintahan Khulfaur Rasyidin. Suksesi
kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan
seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid. Muawiyah
bermaksud mencontoh monarki di Persia dan Byzantium. Kekuasaan Bani
Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota dipindahkan Muawiyah dari
Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai Gubernur sebelumnya,
khalifah-khalifah besar pada dinasti Umayyah adalah Muawiyah bin Abi
Sufyan (661-680 M), Abdul Malik bin Marwan
(685-705 M), Walid bin Abdul Malik (705-715
M), Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dan Hasyim bin Abdul Malik (724-743
M).[1]
Tidak dapat dipungkiri
bahwa pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah merupakan pemerintahan yang penuh
dengan kegoncangan, terjadilah pertikaian politik yang hebat antara Dinasti
Umayyah dengan musuh-musuhnya, pemberontakan terhadap penguasa mulai
merajalela, pada periode ini pula mulai tumbuh dan berkembangnya dengan pesat
beberapa firqoh dalam islam seperti syi’ah, khawarij, murjiah dan sebagainya,
sehingga perkembangan sastra pada fase-fase tertentu periode ini cenderung
diwarnai oleh nuansa politis dimana masing masing firqoh berlomba-lomba
membuahkan produk sastra demi mendukung pemikiran mereka.
Seni
sastra di masa Bani Umayyah berkembang dengan pesatnya, sehingga mampu
menembus kedalam jiwa manusia dan berbedudukan tinggi didalam masyarakat,
sehingga syair yang muncul senantiasa menonjolkan sastranya, disamping isinya
yang sangat bermutu. Para penyair tersebut diantaranya ialah Junair (653-733 M)
dan Al-Farazdah (641-732 M).[2]
Dari uraian diatas
tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana perkembangan sastra dan
ilmu pada masa Bani Umayyah, yang mana dengan seni sastra tersebut mampu
menembus kedalam jiwa manusia dan berkedudukan tinggi didalam masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
dari pada kajian ini adalah perkembangan sastra dan ilmu pada masa Bani
Uamayyah.
C. Tujuan
Sejalan dengan tujuan
masalah yang telah dikemukakan, maka pokok permasalahan yang dipertanyakan
dalam makalah ini adalah bagaimana perkembangan sastra dan ilmu pada masa
bani Umayyah.
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN SASTRA DAN
ILMU PADA MASA BANI UMAYYAH
A. Kelahiran Bani Umayah
Nama ”
Daulah Umayah” berasal dari nama ” Umayah ibnu” Abdi Syam ibnu ”Abdi Manaf”,
yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zama Jahiliyah.[3]
Bani
Umayah merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili dengan para
pendahulu Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan, dimulai oleh Mu’awiyah
ibnu Abi Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah dan salah seorang sahabat
Nabi, dan ia menjadi bagian penting dalam setiap masa pemerintahan para
khulafa ar-rasyidun. Pada masa Ustman, Mu’awiyah diduga memiliki hubungan
yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak dengan praktik nepotisme dengan
Mu’wiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman akibat nepotismenya kepada Bani
Umayah, sehingga mendapatkan tantangan dari para pendukung Ali.[4]
Bani Umayyah baru masuk
Islam setelah Nabi Muhammad Saw. Berhasil menaklukan kota Mekah (Fathul
Makkah). Sepeninggalan Rasulullah, Bani Umayyah sesungguhnya telah menginginkan
jabatan penggati Rasul (Khalifah), tetapi mereka belum berani menampakkan
cita-citanya itu pada masa Abu Bakar dan Umar. Baru setelah Umar meninggal,
yang penggantinya diserahkan kepada hasil musyawarah enam orang sahabat, Bani
Umayyah menyongkong pencalonan Utsman secra terang- terangan, hingga akhirnya
Utsman terpilih. Sejak saat itu mulailah Bani Umayyah meletakan dasar-dasar
untuk menegakan Khalifah Umayyah. Pada masa pemerintahan Utsman inilah
Mu’awiyyah mencurahkan segala tenaganya untuk memperkuat dirinya, dan
menyiapkan daerah Syam sebagi pusat kekuasaanya di kemudian hari.[5]
B. Perkembangan Sastra
pada Masa Bani Umayyah
Sastra
secara etimologi berarti bahasa, kata-kata, gaya bahasa yang di pakai dalam
kitab-kitab atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau
keindahan tertentu.[6] Karya
tulis yang jika di bandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri
keunggulan, seperti keaslian, kearsistikan, keindahan dalam isi, dan
ungkapannya.
Tidak dapat dipungkiri
bahwa pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah merupakan pemerintahan yang penuh
dengan kegoncangan, terjadilah pertikaian politik yang hebat antara Dinasti
Umayyah dengan musuh-musuhnya, pemberontakan terhadap penguasa mulai
merajalela, pada periode ini pula mulai tumbuh dan berkembangnya dengan pesat
beberapa firqoh dalam islam seperti syi’ah, khawarij, murjiah dan sebagainya,
sehingga perkembangan sastra pada fase-fase tertentu periode ini cenderung
diwarnai oleh nuansa politis dimana masing masing firqoh berlomba-lomba
membuahkan produk sastra demi mendukung pemikiran mereka.
Ø Khutbah
Khutbah Al-Batro’ Ziyad bin Abihi kepada
Penduduk Bashroh
Pada tahun 45 H Terjadi
kekacauan dan perselisihan yang hebat di Bashroh dibawah kepemimpinan Khalifah
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, melihat keadaan yang begitu parah Mu’awiyah
mengangkat Ziyad bin Abihi sebagai gubernur Bashroh karena Ziyad memang
terkenal dangan kekuatan, kepemimpinan serta kebijaksanaannya. Ketika
Ziyad mendatangi Bashroh ia pun mengumpulkan manusia untuk menyampaikan
Khotbahnya yang terkenal dengan nama Al-Batro’. Dinamai dengan Al-Batro’ karena
kedahsyatannya dan ketegasannya bagai pedang yang menyayat jiwa penduduk
Bashroh. Khutbah ini begitu menggentarkan penduduk Bashroh yang dikenal
dengan kerusakan moral mereka saat itu, membuat nyali mereka ciut dan takut,
Ziyad bin Abihi berkata yang diantaranya :
“Wahai sekalian manusia:
sesungguhnya kami telah menjadi pemimpin kalian, dan sebagai pembela kalian,
kami pimpin kalian dengan kekuasaan yang Allah berikan kepada kami, dan kami
lindungi kalian dengan perlindungan Allah yang kami upayakan, maka wajib bagi
kalian untuk dengar dan patuh terhadap apa yang kami perintahkan, dan wajib
bagi kami untuk terus bersikap adil terhadap rakyat kami, maka balaslah
keadilan yang kami berikan dengan nasihat kalian kepada kami, dan ketahuilah
betapapun aku bahwa aku tidak akan meremehkan tiga perkara : aku tidak akan
terhalang oleh siapapun diantara kalian yang memiliki keperluan denganku walau
ia datang kepadaku ditengah malam gulita, dan akau tidak akan menghalangi
kalian dari pemberian dan rizki yang menjadi hak kalian, dan aku tidak akan
menahan pasukan perang di daerah perbatasan dalam waktu yang lama sehingga
mereka bisa kembali kepada keluarganya, doakanlah kebaikan kepada pemimpin
kalian, karena mereka adalah pengatur kehidupan kalian yang akan mendidik
kalian, mereka adalah gua tempat kalian berteduh, apabila mereka baik maka
kalian pun akan baik .”
Ø Kitabah atau Surat
Surat Abdul Hamid Al-Katib kepada Para
Penulis
Tulisan adalah petunjuk
terhadap peradaban suatu bangsa dan perkembangan pemikiran mereka, ia adalah
suatu bentuk seni yang memiliki dasar dan kaidah-kaidah, barang siapa yang
ingin menjadi penulis islam
yang baik maka ia hendaknya ia membaca dan memahami Al-Qur’anul Karim
dan Hadist-hadist Rasulullah yang shohih, hendaknya pula ia membaca buku-buku
sastra dan memperbaiki tulisannya serta menjaga diri dari segala perkara yang
membawanya kepada kehinaan dan selalu bersemangat untuk menggapai keutamaan
hidup. Hal tersebut telah dijelaskan oleh Abdurrahman Al-Katib dalam sebuah
surat kepada para penulis dimasanya, ia berkata dalam tulisannya :
“Berlombalah kalian wahai
para penulis dalam menghasilkan karya sastra, pelajarilah ilmu agama kalian,
mulailah dengan ilmu Kitabullah beserta ilmu warisnya dan kaidah-kaidah bahasa
arab, karena ia adalah pengasah lisan kalian, kemudian perindahlah tulisan
tangan kalian karena ia adalah perhiasan bagi karya kalian, riwayatkanlah
syair-syair dan serta pahamilah kata-kata asing dan maknanya, pelajarilah
sejarah bangsa arab dan bangsa-bangsa selainnya, kesusastraan serta sejarah
mereka, karena sesungguhnya itu akan membantu kalian dalam menggapai impian,
saling berkasih sayanglah karena Allah dalam berkarya wahai para penulis,
saling menasehatilah kalian dengan hal-hal yang telah dilakukan oleh para
pemilik keutamaan, keadilan serta kemuliaan diantara pendahulu kalian.”
Ø syair
Pujian dan Permohonan Jarir bin Utaibah
kepada Umar bin Abdul Aziz
Beberapa penyair pada
periode ini memiliki kebiasaan memuji Khalifah untuk memperoleh hadiah dari
mereka, ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah para penyair mendatanginya
dan berdiri didepan pintu istananya menunggu izin untuk masuk, diantara mereka
yang terpilih adalah Jarir bin Qutaibah dari Yamamah yang sedang dilanda
kekeringan, ketika Jarir berdiri dihadapan Umar bin Abdul Aziz, Umar berkata
kepadanya (( Bertakwalah kepada Allah wahai Jarir, jangan kau katakan sesuatu
kecuali kebenaran )).
Kemudian Jarir pun
melantunkan syairnya mengadukan keadaan kaumnya yang sedang dilanda kekeringan
panjang.[7]
Diantaranya ia berkata :
كــم بـالـيمـامـة شعـثـاء
أرمـلة وكم من يتيم ضعيف الصوت والبصر
مـمـن يـعــدك تكفي فـقـد
ولـده كالفرخ في العش لم ينهـض ولـم يـطر
خـليفــة الله مـاذا تـأمرون
بـنـا لــسـنـا إلـيــكـم ولا فــي دار مـنـتـظـر
أنت المـبارك والمهدي سـيرته
تعصي الهـوى وتـقوم اللـيل بـالـسـور
أصبحت للمنبر المعمور مجلسه
زيـنـا وزيـن قــبا ب المـلـك والـحجــر
فلن تزال لهذا الدين ما
عمروا مـنـكـم عمـارة مـلـك واضــح الغـرر
إنا لنرجو إذا مـا الغيث
أخلفـنا مــن الخــليـفـة مــا نـرجـو من المطـر
هذه الأرامل قد قضيت حاجتها
فـمـن لـحاجــة هـــذا الأرمــل الـــذكر؟
Betapa banyak janda-janda tua di Yamamah
Juga anak-anak yatim yang telah lemah suara
dan tatapan mereka
Cukuplah kematian ayah dari anak-anak yang
sering menyebut kebaikanmu itu
Bagai anak burung dalam sangkarnya, tak mampu
berdiri apalagi terbang
Wahai Khalifah Allah, apa yang kau
perintahkan kepada kami..
Tidaklah kami pergi menemuimu melainkan dari
tempat yang jauh
Kau adalah sosok dengan kisah hidup yang
penuh barokah dan hidayah
Kau maksiati hawa nafsumu dan berdiri
ditengah malam melantunkan Ayat-ayat Allah
Kau bagaikan perhiasan yang menghiasi mimbar
para raja
Dan menghiasi kubah-kubah dan bilik istana
Tetaplah kau jaga agama ini sepanjang hayatmu
wahai Khalifah
Sebagaimana orang sebelummu menjaganya dengan
penuh cahaya
Sesungguhnya yang kami inginkan bila hujan
tak kunjung datang
Hanyalah pemberian yang kan kau hujankan
kepada kami
Itulah permohonan mereka para janda wanita
itu
Maka apa yang akan engkau berikan kepada duda
yang berdiri dihadapanmu ini ?
C. Perkembangan Ilmu
pada Masa Bani Umayyah
Dinasti
Umayah berlangsung selama 90 tahun lamanya dengan beberapa 19 khalifah. Dalam
rentang waktu yang sangat panjang tersebut, tentu saja sudah banyak yang
dilakukan oleh dinasti Umayah dalam memajukan Islam, terutama di sektor
pengembangan ilmu pengetahuan. Seperti pada masa-masa khalifah sebelumnya, masa
Bani Umayah, akal dan ilmu juga berjalan seperti pada masa itu, walaupun ada
beberapa kemajuan yang berhasil dilakukan oleh dinasti Umayah, karena pada
waktu telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta.
Pada
masa Dinasti Umayah, ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu :
- Bidang Diniyah
- Bidang Tarikh, dan
- Bidang Filsafat
Kota-kota
yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara
lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya.
Pada masa Umayah, ilmu
pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu :[8]
1. .Al-Adaabul Hadits
(ilmu-ilmu baru)
yang
meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul
Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang
diperlukan untuk kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu
pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang disalin dari Persia dan Romawi .
2. Al-Adaabul
Qadamah (ilmu lama)
yaitu
ilmu yang telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat,
seperti ilmu lughah, syair, khitabah dan amtsal.
D. Tokoh-tokoh ilmu pengetahuan islam pada masa
Umayyah
a. Imam Asy’ari (260-324H. /874-936M.)
Nama lengkapnya Abu
Hasan’Ali bin Ismail al Asy’ari,lahir di Basyrah. Beliau adalah pelopor
berdirinya aliran Ahlus Sunnah Waljama’ah (ASWAJA) . Beliau paham betul tentang
ajaran Mu’tazilah yang sangat mengandalkan akal pikiran,maka akhirnya ia keluar
dan kembali kepada ajaran islam yang murni,yakni ajaran yang telah digariskan
oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
b. Imam
Syafi’I (150-204H. /767-820M.)
Nama lengkapnya Muhammad
bin Idris bin Syafi’i Al-Muthollibi, lahir di Ghuzah. Beliau termasuk pendiri
Madzhab Empat dan Mujtahid Mutlaq.
c. Al
Khawarizmi (780-850M.)
Al Khawarizmi lahir di Bagdad. Beliau adalah pendiri ilmu aljabar,dan sistem
algorithme adalah diambil dari Al Khawarizmi yang telah merombak matematika
barat.
d. Al Battani (877-919M.)
Beliau menulis “dengan ilmu
bintang-bintang”,manusia mendapatkan bukti tentang keEsaan Tuhan dan sampai
kepada pengertian tentang kebijaksanaan karyanya.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pada
masa pemerintahan Dinasti Umayyah terjadi pertikaian hebat antara Dinasti
Umayyah dengan musuh-musuhnya, pemberontakan terhadap penguasa mulai
merajalela, pada periode ini pula mulai tumbuh dan berkembangnya dengan pesat
beberapa firqoh dalam islam seperti syi’ah, khawarij, murjiah dan sebagainya,
sehingga perkembangan sastra pada fase-fase tertentu periode ini cenderung
diwarnai oleh nuansa politis dimana masing masing firqoh berlomba-lomba
membuahkan produk sastra demi mendukung pemikiran mereka.
Dinasti Umayah berlangsung selama 90 tahun lamanya dengan
beberapa 19 khalifah. Dalam rentang waktu yang sangat panjang tersebut, tentu
saja sudah banyak yang dilakukan oleh dinasti Umayah dalam memajukan Islam,
terutama di sektor pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Dinasti
Umayah ini, ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu Diniyah,
Tarikh, dan Filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Hitti,
Philip K. 2013. History of The Arabs. Jakarta: Serambi.
Zayad,
Ahmad Hasan. TT. Tarikh Al Adab Al Arabi. Tanpa Kota. Tanpa Penerbit.
Kementerian
Pendidikan Arab Saudi. 1994. Al-Adab. Riyadh. Universitas Imam
Muhammad
Bin Suud.
Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan
Kebudayaan Islam,
Ahmad
Syalaby,Sejarah dan Kebudayaan islam,I, trj, Muchtar Yahya, (Jakarta:
Pusataka al-Husna, 1983),
[2].
Perkembangan Islam masa Bani
Umayyah. Pdf, hal.6
[3]
. Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta :
Pustaka al-Husna, 2003. hlm. 21
[5]
. Ahmad Syalaby,Sejarah
dan Kebudayaan islam,I, trj, Muchtar Yahya, (Jakarta: Pusataka al-Husna,
1983), hlm.2.
[6]
. Kamus Besar Bahasa
Indonesia
[7]
. Ibid.hal.77
[8]
. Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 33