Popular Post

Popular Posts

Posted by : Unknown Monday, January 23, 2017


MAKALAH
 SEJARAH TAFSIR AL_QURAN

Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi Tugas  Mata Kuliah Ilmu Tafsir
Dosen Pengampu : Ani Susilowati S.S M.Hum





Disusun Oleh :
NAMA :   ROY ADITIA W   
NPM   :           1503010010

BAHASA DAN SASTRA ARAB
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
JURAI SIWO METRO
TA 1438 H/2016 M


 


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, makalah yang berjudul “Tafsir dan Sejarah Perkembangannya” ini dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Ilmu Tafsir Ani Susilowati S.S M.Hum.Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dan berkenan membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna perbaikan penulisan makalah yang akan datang. Walaupun demikian, kami berharap makalah  ini bisa bermanfaat bagi kita semua.




Metro 25 desember 2016


Roy aditia w






















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii    
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii   
       I.            PENDAHULUAN ........................................................................... 1    
A.    Latar Belakang............................................................................. 1    
B.     Rumusan Masalah........................................................................ 1    
C.     Tujuan .......................................................................................... 1    
    II.            PEMBAHASAN............................................................................... 2    
A.    Pengertian Tafsir........................................................................... 2    
B.     Sejarah Perkembangan Ilmu Tafsir............................................... 2    
C.     Periode Nabi Muhammad Saw.................................................... 3    
D.    Periode Mutaqoddimin................................................................. 5    
E.     Periode Muta’akhirin.................................................................... 6    
F.      Periode Kontemporer................................................................... 8    
 III.            PENUTUP.................................................................................... 10  
A.    Kesimpulan .................................................................................. 10  
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 11




 

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah Saw. dan berkembang hingga di zaman modern sekarang ini. Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi menjadi empat periode yaitu:
1.      Periode Nabi Muhammad Saw.
2.      Periode Mutaqoddimin.
3.      Periode Muta’akhirin.
4.      Periode Kontemporer.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari ilmu tafsir ?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan ilmu tafsir ?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari ilmu tafsir
2.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan ilmu tafsir
3.   Untuk memperdalam ilmu al quran







BAB II
PEMBAHASAN
Penafsiran al-Quran sudah berlangsung sejak zaman nabi Muhammad Saw (571-632 M) dan masih tetap berlangsung hingga sekarang, bahkan pada masa mendatang. Penafsiran al-Quran sungguh telah menghabiskan waktu yang sangat panjang dan melahirkan sejarah tersendiri nagi pertumbuhan dan perkembangannya. Berikut beberapa uraian dari masing-masing periode mengenai pertumbuhan dan perkembangan al-Quran dari masa ke masa.
A.  Pengertian Tafsir
Secara etimologi Tafsir berasal dari kata Al-Fasru yang berarti membuka, menampakan sesuatu yang tertutup. Dalam istilah, tafsir ialah menjelaskan kandungan-kandungan Alquran Alkarim[1] Di dalam kamus bahasa Indonesia, kata tafsir diartikan dengan “keterangan atau penjelas tentang ayat-ayat Alqur’an”. Jadi tafsir Alqur’an ialah penjelas atau keterangan untuk memperjelas maksud yang sukar memahaminya dari ayat-ayat Alqur’an. Dengan demikian menafsirkan Alqur’an ialah menjelaskan atau menerangkan makna-makna yang sulit pemahamannya dari ayat-ayat tersebut.2

B.  Sejarah Perkembangan Tafsir
Sesungguhnya, penafsiran Alquran sudah berlangsung sejak zaman Nabi  Muhammad saw. (571-632), dan masih tetep berlansung hingga sekarang, bahkan  pada masa mendatang. Penafsiran Alquran sungguh telah menghabiskan waktu yang sangat panjang dan melahirkan sejarah tersendiri bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu Alquran, khususnya tafsir Alquran. Upaya menelusuri sejarah penafsiran Alquran yang sangat panjang dan tersebar luas disegenap penjuru dunia Islam itu tentu saja bukan perkara mudah, apalagi untuk menguraikan secara panjang lebar dan detail.
Secara global, ahli tafsir membagi periodesasi  penafsiran Alquran kedalam tiga fase: periode mutaqoddimin (abad 1-4 Hijriyah), periode mutaakhirin (abad 4-12 Hijriyah), dan periode baru (abad 12-sekarang). Ada pula mufassir  yang memilih memilahnya kedalam beberapa fase yang berbeda seperti menurut Muhammad Husain al-Dzahabi dalam al-Tafsir wal Mufassirun memilih sejarah tafsir kedalam tiga periode: fase Nabi Saw dan sahabatnya, fase tabi’in, dan fase pembukuan tafsir. Sedangkan Drs. Ahmad Izzan, M.Ag memilah periode pekembangan penafsiran Alquran kedalam empat periode: periode Nabi Mukhammad Saw., mutaqaddimin, mutaakhirin, dan kontemporer. Dan kali ini kami akan membahas sejarah perkembangan tafsir menurut Drs. Ahmad Izzan, M.Ag yang terbagi menjadi empat periode.

1. Periode Nabi Muhammad Saw.[2]
Alquran menegaskan bahwa tugas utama Nubuwwah Nabi Muhammad Saw. adalah menyampaikan muatan Alquran, maka dari itu berdasarkan Alquran pula, Nabi Muhammad Saw. diberi otoritas untuk menerangkan atau menafsirkan Alquran. Sebab pada saat beliau masih hidup, tapaknya tak seorang pun dari para sahabat yang berani menafsirkan alquran. Atas dasar itu para ahli tafsir dan ilmu Alquran seperti qari’, hafidzh, dan para mufassir menobatkan Nabi Muhammad Saw. sebagai mufassir pertama. hal ini dapat dimengerti, karena tugas menjelaskan Alquran ada pada beliau sebagaimana firman Allah Swt:
     إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُۥ وَقُرْءَانَهُۥ (١٧
“Sesungguhnya Kamilah yang berkuasa mengumpulkan Al-Quran itu (dalam dadamu), dan menetapkan bacaannya (pada lidahmu)”. (Q.S al-Qiyamah;17)
فَإِذَا قَرَأْنَٰهُ فَٱتَّبِعْ قُرْءَانَهُۥ (١٨
“Oleh itu, apabila Kami telah menyempurnakan bacaannya (kepadamu, dengan perantaraan Jibril), maka bacalah menurut bacaannya itu”. (Q.S al-Qiyamah;18)
ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُۥ (١٩
“Kemudian, sesungguhnya kepada Kamilah terserah urusan menjelaskan kandungannya (yang memerlukan penjelasan)”. (Q.S al-Qiyamah;19)
بِٱلْبَيِّنَٰتِ وَٱلزُّبُرِ ۗ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (٤٤
“(Kami utuskan Rasul-rasul itu) membawa keterangan-keterangan yang jelas nyata (yang membuktikan kebenaran mereka) dan Kitab-kitab Suci (yang menjadi panduan); dan kami pula turunkan kepadamu (wahai Muhammad) Al-Quran yang memberi peringatan, supaya engkau menerangkan kepada umat manusia akan apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkannya”. (Q.S an- Nahl;44)
وَمَآ أَنزَلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ ٱلَّذِى ٱخْتَلَفُوا۟ فِيهِ ۙ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (٦٤
“Dan tiadalah Kami menurunkan Al-Quran kepadamu (wahai Muhammad) melainkan supaya engkau menerangkan kepada mereka akan apa yang mereka berselisihan padanya; dan supaya menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S an- Nahl;64)[3]
Dari ayat di atas dapat diambil sebuah pengertaian bahwa Nabi Muhammad Saw. diperintahkan untuk menerangkan dan menjelaskan wahyu Alquran, tujuannya agar Alquran dapat menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat mukmin. Dalam hal ini, Nabi Muhammad Saw. telah melaksanakan tugas-tugas Allah tersebut dengan perima dan berhasil, baik sebagai pembaca dan pengafal Alquran (qari’ dan hafidz) maupun sebagai penyampai risalah (muballigh ar-risalah) dan penjelas (mubayyin) Alquran. Lebih dari itu, beliau juga menyelesaikan seluruh tugas sucinya (sacred mission) untuk mengamalkan dan mempraktekkan ajaran-ajaran Alquran selama kurang lebih 23 tahun (610-632 M).[4]
Lalu bagaimana Nabi Saw. menafsirkan Alquran? Dilihat dari sisi bentuknya, Penafsiran Rasulullah itu dapat berupa tafsir verba (sunnah qauliyyah), atau tafsir aktual (sunnah fi’liyyah), dan bahkan juga dapat berupa tafsir dengan sunnah taqririyyah (keputusan Nabi Saw), dimana beliau membiarkan praktik sahabat melakukan sesuatu, seperti pada kasus dimana para sahabat makan daging dlabb (kadal mesir), Nabi Saw. tidak berkenan ikut makan, teteapi membiarkan para sahabat makan daging tersebut. Oleh para ulama, hal itu dianggap sebagai keputusan bahwa perbuatan boleh dilakukan, sebab kalau hal itu haram, tentu Nabi Saw. akan menegurnya atau melarangnya. Jadi, sumber tafsir Alquran pada masa Raulullah Saw. adalah alquran itu sendiri dan hadis, sedangkan mufassir atas ayat-ayat Alquran itu pada masa Nabi Muhammad Saw. hanyalah beliau sendiri sebagai mufassir tunngal. Dalam hal ini, para sahabat yang bergabung dalam periode mutaqaddimin baru menafsirkan Alquran setelah Nabi Muhammad Saw. wafat.


2. Periode Mutaqaddimin
Periode mutaqaddimin (abad 1-4 H) meliputi masa sahabat, tabi’in dan tabi’i al tabi’in. Sepeninggal Nabi Muhammad Saw.  ( 11 H/632M ). Dari kalangan sahabat, setidak-tidaknya tercatat sekitar sepuluh orang mufassir yang sangat terkenal:
a)      Abu Bakar al-Shiddiq
b)      Umar ibn al-Khathab
c)      Usman bin Affan
d)      Ali bin Abi Thalib
e)      Ibn Mas’ud
f)      Said bin Tsabit
g)      Ubay ibn Ka’ab
h)      Abu Musa al-Asyari
i)      Abdullah bin Zubair
j)  Abdullah bin Abbas[5]
Dari kalangan al-khulafaur rasyidin, Ali bin Abi Thalib-la yang dikenal paling banyak menafsirkan al-Qur’an. Faktor yang menyebabkan Ali bin Abi Thalib melakukan penafsiran Alqur’an dibandingkan tiga khalifah lainnya adalah karena Ali telah memeluk Islam sejak masa kanak-kanak, jadi berbeda dengan ketiga sahabat lainnya, terutama Umar dan Abu Bakar yang memeluk Islam setelah usia dewasa, bahkan usia yang relatif tua.
Dari sekian sahabat yang banyak menafsirkan Alqur’an, Ibn Abbas diberi gelar Tarjuman Alqur’an ( juru bicara Alqur’an ), sumber ilmu umat, dan guru besar mufassir, yang pernah mendapat doa khusus dari Rasulullah dalam hal penakwilan. Sehingga beliau memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan penafsiran Alqur’an. Namun, tidak berarti bahwa sahabat lainnya diluar Ibn Abbas tidak memiliki andil besar ( saham ) bagi pengembangan tafsir Alqur’an. Para sahabat lainnya, terutama Ibn Mas’ud, Said bin Tsabit, Ubay ibn Ka’ab, Abu Musa al-Asyari, Abdullah bin Zubair juga banyak terlibat aktif dengan aktifitas penafsiran Alqur’an.[6]
Seiring dengan sejalan aktifitas mereka, para sahabat lainnya pun turut serta dan terlibat aktif dalam upaya pengembangan penafsiran Alqur’an antara lain :
a. Anas bin Malik
b. Abu Hurairah
c. Abdullah bin Umar
d. Abdullah bin al-Ash
e. Aisyah r.a
Sayangnya, di bandingkan sahabat yang sudah disebutkan di awal, para sahabat yang disebutkan terakhir tidak berkonsentrasi secara penuh kepada penafsiraan Alqur’an.
Tafsir sahabat di anggap berakhir dengan meninggalnya tokoh-tokoh sahabat yang dahulunya menjadi guru dari para tabi’in dan digantikan dengan tafsir para tabi’in.[7] Para tabi’in selalu mengikuti jejak guru-gurunya yang masyhur dalam penafsiran Alqur’an. Para tabi’in yang menekuni bidang tafsir merasa perlu untuk menyempurnakan sebagian keterangan penafsiran dari masa sahabat. Setelah itu muncul generasi sesudah tabi’in yaitu para tabi’i tabi’in, generasi inipun berusaha menyempurnakan tafsir Alqur’an secara terus menerus dengan berdasarkan pada pengetahuan mereka.
Berbeda dengan sahabat yang secara umum bermukim di Madinah, terutama pada zaman Umar bin Khattab, pada masa generasi tabi’in, tokoh-tokoh Islam termasuk para mufassir tersebar luas diberbagai kota Islam. Disetiap kota Islam termuka seperti Madinah, Makkah, dan Irak terdapat sejumlah mufassir ternama.[8]

3. Periode Muta’akhirin.
Perluasan wilayah agama dan pergaulan umat Islam dengan dunia luar yang notabennya non muslim pun turut mempengaruhi permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam. Apalagi, banyak juga diantara mereka yang kemudian memeluk Islam.[9] Sejak saat itu kaum muslim mulai mempelajari ilmu sains dan pengetahuan yang dimiliki oleh para penganut kebudayaan, oleh karena itu kaum muslim berusaha keras mempelajari dan menguasai ilmu logika, filsafat, hukum, kedokteran, dan sebagainnya.
Seiring dengan semakin luasnya daerah yang dipengaruhi oleh Islam dan penyebaran Islam pun dilakukan seluruh daerah wilayah diberbagai penjuru dunia, peradaban dan kebudayaan Islam pun semakin mengalami kemajuan, termasuk ilmu tafsir. Dalam upaya menafsirkan Alqur’an, para ahli tafsir tidak merasa cukup dengan hanya mengutip atau menghafal riwayat dari sahabat, tabi’in, dan tabi’i al-tabi’in seperti yang diwariskan selama ini, tetapi mereka mulai berorientasi pada penafsirkan Alqur’an berdasarkan pendekatan ilmu bahasa dan penalaran ilmiah. Karena itu, tafsir Alqur’an mengalami perkembangan sedemikian rupa dengan memperhatikan pada pembahasan aspek-aspek tertentu sesuai dengan tendensi dan kecenderungan kelompok mufassir itu sendiri.[10]
Berikut merupakan kecenderungan-kecenderungan para mufassir :
a)      Ada mufassirun yang lebih menekankan penafsiran Alqur’an dari segi bahasa, utamanya pada keindahan bahasa ( balaghah ).
b)      Adapula golongan yang semata-mata meninjau dan menafsirkan Alqur’an dari segi tata bahasa, kadang-kadang menggunakan syair-syair arab jahili untuk mengokohkan pendapat mereka.
c)      Ada segolongan ulama tafsir yang memperhatikan pembahasannya dari segi kisah-kisah dan cerita-cerita terdahulu, tafsir semacam itu perlu dilakukan penilitian dan pemeriksaan yang akurat oleh kaum muslim.
d)     Ada ulama tafsir yang mengutamakan penafsiran ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum-hukum fiqih.
e)      Ada golongan yang menafsirkan ayat-ayat qur’an berdasarkan sifat-sifat Allah.
f)       Ada golongan yang memperhatikan penafsirannya pada isyarat-isyarat Alqur’an yang berhubungan dengan ilmu tasawuf.
g)      Ada golongan yang membahas lafal-alafal Allah yang gharib ( jarang terpakai dalam perkataan sehari-hari ).



4. Periode Kotemporer.
Periode ini dimulai dari abad 19 hingga sekarang. Sudah sekian lama pemeluk Islam mengalami penindasan dan penjajahan oleh bangsa barat. Untuk menghadapi kebrobokan mental, munculah gerakan modernisasi Islam yang antara lain, dilakukan oleh tokoh-tokoh Islam semisal Jamal Al-Din Al-Afghoni, Syeh Muhammad Abduh dan Muhammad Rosyid Ridho Ketiga tokoh ini menjadi penggerak perubahan dan gerakan kurifikasi terhadap nilai-nilai Islam di Mesir. Dua orang yang disebutkan  terakhir, yakni Syeh Muhammad Abduh dan Rosyid Ridho berhasil melahirkan Tfsir Al-Qur’an yang hingga kini disegani, yakni Tafsir Al-Manar. Kesungguhan tafsir ini diakui oleh banyak orang dan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembanagan tafsir.[11]
Bersama dengan upaya pembaharuan dengan gerakan Purifikasi Islam, serata gerakan penafsiran Al-Qur’an di Mesir dan Negara-negara bIslam lainnya, para ilmuan muslim Indonesia pun melakuakan gerakan yang sama. Para ilmuan berusaha keras untuk melakukan penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an kedalam bahasa Indonesia. Ulama tafsir Indonesia yang tergolong aktif dalam usaha penafsiran dan melahirkan tafsir yang berkualitas adalah Prof. Dr. Buya Hamka.
Para ahli tafsir Indonesia lainnya, baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup, yang melahirkan kitab tafsir sangat berharga bagi perkembangan ilmu Alquran antara lain : Dr. T.M. Hasbi Ash –Shiddiqiey, Prof. Dr. Mahmud Yunus, A. Hassan. Kini, Indonesia memiliki seorang penafsir kontemporer yang dalam penafsirannya menggunakan pendekatan yang sangat khas, yakni Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA.
Berdasar uraian sejarah ringkas tafsir Alqur’an tersebut dapat disimpulkan bahwa penafsiran Alqur’an sejak zaman Nabi Muhammad Saw. hingga sekarang terdapat ikatan-jalinan kesinambungan (mata rantai) yang tidak pernah putus sekalipun dalm rentang daerah yang sangat berjauhan. Jadi, diberbagai negara Islam atau negara yang berpenduduk muslim, termasuk Indonesia, kegiatan penafsiran Alqur’an merupakan kunci pembuka bagi kecemerlangan umat.[12] Kesinambungan mata rantai penafsiran Alqur’an yang tidak pernah terputus ini seyogyanya disadari benar oleh para mufassir kontemporer bahwa penafsiran Alqur’an sudah dimulai sejak Rasulullah Saw masih hidup. Karena itu, beliau mengajak para pewaris kitabnya, khususnya ulama, yang dijuluki sebagai pewaris para nabi untuk melakukan aksi yang sama bagi pencerahan umat.



























BAB III
PENUTUP

A.  1. Kesimpulan
Tafsir merupakan penjelasan terhadap kandungan Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an. Sedangkan Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah Saw. dan berkembang hingga di zaman modern sekarang ini. Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi menjadi empat periode yaitu: Periode Nabi Muhammad Saw, Periode Mutaqoddimin, Periode Muta’akhirin, Periode Kontemporer.

2.saran
Penulis juga memberikan saran  bahwasanya dalam penafsiran al-quran terus berkembang pesat sehingga banyak sekali para ahlii tafsir  yang terlahir setelah wafatnya rasulullah yang sudah allah swt ciptakan sebagai bukti kebesaranya dalam menjaga kalamnya. Dan juga di haruskan bagi kita untukl mempelajari tafsir al-quran agar kita mampu merealisasikan sesuai tuntunan rasulullah saw, karena banyak sekali di era moderen ini yang cara penafsiranya mengikuti non-muslim yaitu hanyua menelan ayat al-quran dengan mentah.





















DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Usmani, Muhammad bin Shaleh. 1989. Dasar-Dasar Penafsiran Al-Qur’an. Semarang: Dina Utama.
Baidan, Nashruddin. 2011. Metode Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Izzan, Ahmad. 2011. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung: Tafakur.
Mustaqim, Abdul. 2014. Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an. Yoyakarta: Adab Press.
Al-Aridl, Ali Hasan, “Sejarah dan Metodologi Tafsir”, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1991), hal. VII
Adz-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun 1/13, Manna’ al-Qattan, Mabaahits fi Ulumi al-Qur’an hal : 323




1. Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011), hlm. 14.
[2]. Ibid, hlm. 15.
[3].  Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Adab Press, 2014), hlm. 41-42.
[4]. Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011), hlm. 17.
[5]. Al-Aridl, Ali Hasan, “Sejarah dan Metodologi Tafsir”, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1991), hal. VII ,hlm.17
[6].Ibid, hlm. 19.
[7]. Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Adab Press, 2014), hlm. 77.
[8].  Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011), hlm. 21.
[9].  Ibid, hlm. 22.
[10]. Ibid, hlm. 23.
[11]. Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011), hlm. 25.
[12]. Adz-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun 1/13, Manna’ al-Qattan, Mabaahits fi Ulumi al-Qur’an hal : 323

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © PADEPOKAN SASTRA - aditia multimedia - Powered by parawali99 - Designed by aditia multimedia -