Popular Post

Popular Posts

Posted by : Unknown Monday, February 20, 2017

MAKALAH
ULUMUL QUR’AN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadis
Dosen Pengampu : Dewi Mustika, M.Kom.I






Disusun oleh :
Nama   : Puput Istianingsih
 NPM  : 1503010005


JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAKWAH DAN USHULUDDIN
IAIN METRO LAMPUNG
T.A. 1438 H/2017 M



KATA PENGANTAR
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambanya.Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ulumul Qur’an  ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini yaitu  menyajikan beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah  ini membahas mengenai “Ilmu – Ilmu  Qur’an”. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para pembacanya.
Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekeurangan , kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.
Metro, 18 febuari 2017
          Penyusun

Puput Istianingsih
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i....
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................   1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C. Tujuan Pembuatan Makalah .......................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an.......................................................... 3
 B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an .................................................................... 4
C. Cabang- Cabang Pokok Pembahasan............................................................. 6
D. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an........................................................ 10
1.      Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Rasulullah SAW........... 10
2.      Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Khulafa al Rasyidin...... 13
3.      Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Tadwin (Penulisan Ilmu) 14
4.      Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad II H............................. 15
5.      Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad III H........................... 15
6.      Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IV H........................... 15
7.      Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad V H............................. 16
8.      Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VI H........................... 26
9.      Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VII H.......................... 26
10.  Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VIII H........................ 17
11.  Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IX H........................... 17
12.  Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad X H............................. 18
13.  Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad XIV H........................ 18
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 22
B. Saran .......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada Umumnya, umat islam diwajibkan untuk selalu menjadikan kitab suci Al-Quran sebagai landasan dalam hidup, untuk itu, pengetahuan sejarah perkembangan maupun pengertian dari Al-Quran itu sendiri harus benar-benar dimengerti. Selain merupakan sumber utama bagi ajaran islam, Al-qur’an  juga sebagai pedoman, sumber rujukan bagi umat islam yang universal, baik meyangkut kehidupan dunia maupun akhirat.
Ulumul qur’an atau juga di sebut ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Quran maupun dari segi pemahaman terhadap apa yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu asbabul nuzul dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul Qur’an.
Sebelum kita mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, ada baiknya kita mengerti terlebih dahulu sejarah adanya ulumul Qur’an. Dengan adanya pokok pembahasan ini diharapkan mahasiswa semakin mencintai sumber utama umat islam yaitu Al-Qur’an.
 B. Rumusan  Masalah
1)      Apa pengertian ilmu, Al-Qur’an, dan Ulumul Qur’an ?
2)      Apa saja yang merupakan ruang lingkup dari ilmu Al-Qur’an ?
3)      Bagaimana cara pembukuan serta pembakuan dari ilmu-ilmu Al-qur’an ?
4)      Bagaimana sejarah serta perkembangan Al-Qur’an?

C. Tujuan Masalah
1)      Untuk mengetahui pengertian ilmu, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an.
2)      Untuk mengetahui ruanglingkup pembahasan ulumul Qur’an.
3)      Untuk mengetahui betapa pentingnya mendalami ilmu Al-Qur’an.
4)      Untuk mengetahui sejarah perkembangan Al-Qur’an.















BAB II
PEMBAHASAN
Alquran adalah mukjizat Islam yang abadi di mana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah SWT. membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi dan menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW., demi membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada para sahabatnya sebagai penduduk asli Arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah.
A.                     Pengertian ‘Ulumul Qur’an
1.              Arti Kata ‘Ulum
Secara etimologi, kata ‘Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ‘ulum  adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu.[1] Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
2.              Arti Kata Qur’an
Menurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama dengan  kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madhi “qoro’a” yang artinya  membaca.
Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, yang dimulai surah Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah.
Sedangkan ”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nas, dengan demikian, secara bahasa, ’ulum al-Qur’an adalah ilmu-ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitan dengan al-Qur’an.[2]
3.              Arti Kata Ulumul Qur’an
Kata ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik dari segi kberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskan berbagai defenisi Ulumul Qur’an.

  B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Mengingat luasnya ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama menjadikannya seperti luas yang tak terbatas. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al Qur’an itu mencapai 77.450. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam Al Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Quran mengandung makna zahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.

Firman Allah :
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi :109).[3]

Namun demikian, Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan Ulumul Quran itu kembali kepada bebrapa pokok persoalan saja sebagai berikut:

Pertama, persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan tempat turunnya Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al Quran, dan sejarah turunnya Al quran.[4]
Kedua, persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayatnya dan para penghafal Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al quran) hal ini menyangkut waqof (cara berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah) idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran yaitu tentang yang ghorib (pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak (lafal yang mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim), isti’arah (metaphor), dan tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan dengan al quran, yaitu ayat yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum) yang dimaksud khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nas, yang dzahir, yang mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang berdasarkan pengutaraan) yang mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), mutlaq (tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas) mutashabih (samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh (menghapus), dan mansukh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor ( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl (pisah) wasl (berhubungan) ijaz (singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr (pendek).[5]
B. Cabang- Cabang Pokok Pembahasan
Ulumul Qur’an.Meskipun nama ilmu-ilmu yang menjadi pembahasan Ulumul Quran telah disebutkan secara sepintas lalu, namun untuk lebih mengenalnya perlu dikemukakan beberapa macam yang penting diketahui seorang yang hendak menafsirkan atau menerjemahkan Alquran. Ilmu-ilmu Alquran pada dasarnya terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, ilmu riwayah, yaitu ilmu-ilmu yang hanya dapat diketahui melalui jalan riwayat, seperti bentuk-bentuk qiraat, tempat-tempat turunnya Alquran, waktu-waktu turunnya. Kedua, ilmu dirayah, yaitu ilmu-ilmu yang diketahui melalui jalan perenungan, berpikir, dan penyelidikan, seperti mengetahui pengertian lafal yang gharib, makna-makna yang menyangkut hukum, dan penafsiran ayat-ayat yang perlu ditafsirkan.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Alquran yang terpokok.[6]
a.       Ilmu Mawathin al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya. Di antara kitab yang membahas ilmu ini adalah Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya Al-Suyuthi.


b.      Ilmu Tawarikh al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan masa turunnya ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan turunnya sampai akhir serta urutan turun surah dengan sempurna.
c.       Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.  Di antara kitab yang penting dalam hal ini adalah kitab  Lubab al-Nuqul karya Al-Suyuthi. Namun, perlu diingat bahwa  banyak riwayat dalam kitab ini yang tidak sahih.
d.      Ilmu Qiraat
Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Alquran yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah. Tulisan Alquran yang beredar di Indonesia adalah menurut qiraat Hafsh, salah satu qiraat yang ke tujuh.  Kitab yang paling baik untuk mempelajari ilmu ini adalah Al-Nasyr fi al-Qiraat al-Asyr karangan Imam Ibn al-Jazari.
e.       Ilmu Tajwid
Ilmu ini menerangkan cara membaca Alquran dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan yang panjang dan yang pendek, dan sebagainya.
f.       Ilmu Gharib Alquran
Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti menjelaskan  makna kata-kata yang pelik dan tinggi. Di antara kitab penting dalam ilmu ini adalah Al-Mufradat li Alfaz al-Qur’an al-Karim karangan Al-Raghib al-Ashfahani. Kitab ini sangat penting bagi seorang mufassir atau penerjemah Alquran.

g.      Ilmu I’rab Alquran
Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Alquran dan kedudukannya dalam susunan kalimat. Di antara kitab penting dalam ilmu ini adalah Imla’ al-Rahman karangan Abd al-Baqa al-Ukbari.
h.      Ilmu Wujuh wa al-Nazair
Ilmu ini menerangkan kata-kata Alquran yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu. Ilmu ini dapat dipelajari dalam kitab Mu’tarak al-Aqran karangan Al-Suyuthi.
i.        Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al- Mutasyabih
Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang mutasyabih (samar maknanya, perlu ditakwil). Salah satu kitab menyangkut ilmu ini ialah Al-Manzumah al-Sakhawiyah karangan  Al-Sakhawi.
j.        Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian para mufassir. Di antara kitab-kitab yang membahas hal ini adalah Al-Nasikh wa al-Mansukh karangan Abu Ja’far al-Nahhas, Al-Itqan karangan Al-Suyuthi, Tarikh Tasyri’ dan Ushul al-Fiqh karangan Al-Khudhari.
k.      Ilmu Badai’ Alquran
Ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Alquran dari sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya. Al-Suyuthi mengungkapkan yang demikian dalam kitabnya Al-Itqan dari halaman 83 s/d 96 dalam jilid II.

l.        Ilmu I’jaz Alquran
Ilmu ini menerangkan susunan dan kandungan ayat-ayat Alquran sehingga dapat membungkemkan para sastrawan Arab. Di antara kitab yang membahas ilmu ini adalah I’jaz al-Qur’an karangan Al-Bagillani.
m.    Ilmu Tanasub Ayat Alquran
Ilmu ini menerangkan penyesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang di depan dan yang di belakangnya. Di antara kitab yang memaparkan ilmu ini ialah Nazm al-Durar karangan Ibrahim al-Biqa’i.
n.      Ilmu Aqsam Alquran
Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Alquran. Ibn al-Qayyim telah membahasnya dalam kitabnya Al-Tibyan.
o.      Ilmu Amtsal Alquran
Ilmu ini menerangkan maksud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan Alquran. Al-Mawardi telah membahasnya dalam kitabnya berjudul Amtsl al-Qur’an.
p.      Ilmu Jidal Alquran
Ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Alquran yang dihadapkan terhadap kaum Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan. Najmuddin telah mengumpulkan ayat-ayat yang menyangkut ilmu ini.
q.      Ilmu Adab Tilawah Alquran
Ilmu ini merupakan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Alquran. Imam Al-Nawawi telah memaparkan dalam kitabnya berjudul kita Al-Tibyan.
Inilah tujuh belas macam ilmu Alquran yang sangat ditentukan oleh   Ash-Shiddieqy untuk memahirkan oleh setiap orang yang bermaksud menafsirkan atau menterjemahkan Alquran. Sebelum itu, ia juga harus menguasai ilmu balaghah, bahasa dan kaidah-kaidahnya, ilmu kalam dan ilmu ushul. Namun demikian, tampaknya masih banyak lagi ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mufassir atau penerjemah. Setidaknya satu ilmu lagi harus ditambahkan kepada ilmu-ilmu yang disebutkan Ash-Shiddieqy di atas, yaitu ilmu tafsir.[7]
Ilmu tafsir merupakan bagian dari Ulumul Quran. Ilmu tafsir berfungsi sebagai alat untuk mengungkap isi dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran. Ulumul Quran lebih umum dari ilmu tafsir karena Ulumul Quran ialah  segala ilmu-ilmu yang mempunyai hubungan dengan Alquran. Ilmu tafsir tidak kurang penting dari ilmu-ilmu di atas, terutama setelah berkembangnya dengan menampilkan berbagai metodologi, corak, dan alirannya. Kadang-kadang Ulumul Quran ini juga disebut Ushul At-Tafsir (dasar-dasar/prinsip-prinsip penafsiran), karena memuat berbagai pembahasan dasar atau pokok yang wajib dikuasai dalam menafsirkan Alquran.
C.        SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Quran tidak lahir sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Alquran dari segi keberadaannya dan segi pemahamannya. Makalah ini akan memaparkan perkembangan Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW., masa Khulafa al-Rasyidin, dan masa Tadwin (Penulisan Ilmu).
1.            Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah SAW. ini Alquran belum dibukukan. Di masa Rasulullah SAW. dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW., Ulumul Quran dipelajari secara lisan, hal ini berlangsung terus sampai beliau wafat.[8] Karena para sahabat yang menerima Alquran asli orang Arab dengan keistemewaan hafalan yang kuat, kecerdasan, kemampuan menangkap makna yang terkandung dalam Alquran. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasulullh SAW.
Sebagai contoh, ketika turun ayat :
 “Dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman …” (QS Al-An’am (6): 82). Para sahabatnya bertanya: “Siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi) dirinya !”. Nabi menjawab, “Pemahamannya tidak seperti yang kalian maksudkan, tidakkah kalian mendengar apa yang dikatakan seorang hamba yang soleh kepada anaknya”.[9] Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirk berdasarkan ayat di bawah ini :
 “Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar” (QS Luqman (31): 13). “
Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW. memahami Alquran tentunya tidak diragukan lagi karena ialah yang menerimanya dari Allah dan Allah yang mengajari segala sesuatunya.
Dengan demikian ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Quran tidak dibukukan di masa Rasulullah SAW. dan sahabat.
 Pertama, kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar untuk memahami Alquran dan Rasulullah SAW. dapat menjelaskan maksudnya.
Kedua,  para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
Ketiga, adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Alquran.
Semua ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di masa Nabi SAW. maupun di zaman sahabat.[10]
Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari orang-orang buta huruf, dan alat tulis menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan mudah. Itu juga merupakan halangan bagi kegiatan menulis buku tentang ilmu Alquran.[11]
Di lain pihak ada larangan dari Rasulullah SAW., untuk menuliskan selain Alquran. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi :
ﻻﺘﻜﺘﺒﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻤﻥﻜﺘﺏﻋﻨﻰﻏﻴﺭﺍﻠﻘﺭﺍﻥﻓﻠﻴﻤﺤﻪﻭﺤﺩﺜﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻻﺤﺭﺝﻭﻤﻥﻜﺫﺏﻋﻠﻲﻤﺘﻌﻤﺩﺍﻓﻠﻴﺘﺒﻭﺃﻤﻘﻌﺩﻩﻤﻥﺍﻠﻨﺎﺭ
Artinya : “Janganlah sekali-kali kalian menulis apapun dariku. Dan barang siapa yang menuliskan selain Alquran maka harus menghapusnya, dan ceritakanlah apa yang kalian dengar dariku karena itu tidak apa-apa, barang siapa yang berbohong kepadaku dengan sengaja maka bersiaplah untuk mencari tempat duduk di neraka”.[12]
Larangan beliau itu didorong kekhawatiran akan terjadinya pencampuran Alquran dengan hal-hal yang bukan dari Alquran. Pada masa Rasulullah SAW., penulisan Alquran dilakukan oleh beberapa penulis wahyu yaitu Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Muawiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan sebagainya.

2.            Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Khulafa al Rasyidin 
Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan.[13]Ketika Abu Bakar Shiddiq menjadi khalifah terjadi pertempuran yang sangat sengit antara kaum muslimin dengan pengikut Musailamah al-Kadzab yang menimbulkan banyak korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh penghafal Alquran yang gugur, sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar untuk menuliskan Alquran dalam satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk menerima usul Umar tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menuliskan Alquran dalam bentuk mushaf.
Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Di zaman Khalifah Utsman wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi perbauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab. Bahkan dikhawatirkan akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum Muslimin tentang bacaan Alquran yang menjadi standar bacaan bagi mereka. Untuk menjaga terjadinya kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah Alquran yang disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini maka berarti Utsman telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm al Rasm al-Utsmani.[14]
Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang ilmu Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan dalam pembacaan Alquran, Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Alquran dari keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu Nahwu dan I’rab Alquran.[15]
3.            Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Tadwin (Penulisan Ilmu)
Setelah berakhirnya zaman khalifah yang Empat, timbul zaman Bani Umayyah. Kegiatan para sahabat dan Tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Alquran melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan ini adalah; khalifah yang Empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan Tabi’in ialah Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id ibn Jubair, dan Zaid ibn Aslam di Madinah. Dari Aslam ilmu ini diterima oleh putranya Abdul Rahman bin Zaid, Malik ibn Anas dari generasi Tabi’i al-tabi’in. Mereka ini semua dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib Alquran dan lainnya.[16]

4.            Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad II H
Kemudian, Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-‘Ulum al-Qur’aniah (Induk Ilmu-ilmu Alquran). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn al-Hajjaj. Sufyan ibn Uyaynah dan Waqi’ Ibn al-Jarrah[17]Kitab-kitab tafsir mereka menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.
5.            Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad III H
Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H.).         Al-Thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih  sebagiannya atas lainnya. Ia juga mengemukakan  i’rab dan istinbath (penggalian hukum dari Alquran). Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat Makkiah dan Madaniah. Guru Imam al-Bukhari, Ali Ibn al- Madini mengarang asbab al-nuzul; Abu Ubaid al-Qasim Ibn Salam (w.224 H.) mengarang tentang nasikh dan mansukh, qirrat dan keutamaan-keutamaan Alquran. Muhammad Ibn Ayyub al-Dharis menulis tentang kandungan ayat-ayat yang turun di Mekkah dan Madinah.Muhammad Ibn Khalaf Ibn al-Mirzaban (w. 309 H) mengarang kitab al-Hawi fi ’Ulum al-Qur’an.[18]
6.            Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IV H
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Quran. Di antara tokoh-tokoh Ulumul Quran ini ialah Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari (w. 328 H.) dengan kitabnya ‘Ajaib ulum al-Qur’an. Di dalam kitab ini      al-Anbari berbicara tentang keutamaan-keutamaan Alquran,  turunnya atas tujuh huruf, penulisan mushhaf-mushhaf, jumlah surah, ayat, dan kata-kata Alquran.  Abu al-Hasan al-Asy’ari (w. 324 H.) mengarang al-Mukhtazan fi’ulum al-Qur’an (Yang Tersimpan di Dalam Ilmu Alquran), kitab yang berukuran besar sekali.Abu Bakar al-Sijistani. mengarang Grarib al-Qur’an; Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad Ibn Ali al-Kharkhi (w. 360 H.) mengarang Nukat al-Qur’an al-Dallah ’ala al-Bayan fi Anwa’ al-‘Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah ’an Ikhtilaf        al-Anam(Titik-Titik Alquran Menunjukkan Kejelasan Tentang Berbagai Ilmu dan Hukum yang Memberitakan Perbedaan Pikiran Insani) dan Muhammad Ibn Ali al-Adfawi (w. 388 H.) mengarang Al-istghna’ fi ’Ulum al-Qur’an (Kebutuhan Akan Ilmu Alquran).[19]
7.            Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad V H
Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat, di antaranya ialah     Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi. mengarang Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an dan i’rab al-Quran. Abu Amral-Dani (w. 444 H.) menulis kitab Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’i dan Al-Mukham fi al-Nuqath. Dalam abad ini juga lahir ilmu amtsal al-Qur’an yang di antara lain dikarang oleh Al-Mawardi (w. 450 H.).[20]
8.            Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VI H
Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan ilmu-ilmu Alquran yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat al-Qur’an. Abu al-Qasim Abd al-Rahman al-Suhaili (w. 581 H.) mengarang Mubhamat al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Alquran yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Misalnya kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun (seorang raja). Ibn al-Jauzi ( w.597 H.) menulis kitab Funun al-Afnan fi’Ajaib al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ’Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.
9.            Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VII H
Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-‘Izz  (w. 660 H.) mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ’Alam al-Din al-Sakhawi (w. 643 H.) mengarang tentang qirrat. Ia menulis kitab Hidayah al-Murtab fi al-Mutasyabih yang terkenal dengan nama Al-Sakhawiyah. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismal al-Maqdisi (w. 665 H.) menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-‘Aziz.
10.        Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VIII H
`           Pada abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Alquran. Sementara itu penulis tentang kitab-kitab tentang ilmu-ilmu sebelumnya telah lahir terus berlangsung. Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang badai’al-Qur’an. Ilmu ini membahas keindahan bahasa dalam Alquran. Ibn al-Qayyim ( w.752 H.) menulis tentang Aqsam Alquran. Ilmu ini membahas tentang sumpah-sumpah Alquran. Najmuddin al-Thufi (w.716 H.) menulis tentang Hujaj Alquran. Ilmu ini membahas tentang bukti-bukti yang dipergunakan Alquran dalam menetapkan suatu hukum. Abu al-Hasan al-Mawardi menyusun ilmu amtsal Alquran. Ilmu ini membahas tentang perumpamaan-permpamaan yang ada dalam Alquran. Kemudian Badruddin al-Zarkasyi[34] (w. 794 H.) menyusun kitabnya Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an.[21]
11.         Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IX H
Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Alquran. Jalaluddin al-Bulqini, menyusun kitabnya Mawaqi’ al-‘Ulum min Mawaqi’al-Nujum. Menurut al-Suyuthi, Al-Bulqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Quran yang lengkap. Sebab dalam kitabnya mencakup 50 macam ilmu Alquran. Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiaji,[22] mengarang kitab Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, Alquran, surah dan ayat. Di dalamnya juga diterangkan tentang syarat-syarat mentafsirkan Alquran. Jalaluddin al-Suyuthi (w. 991 H.) menulis kitab al-Tahbir fi’Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. Kitab ini memuat 102 macam-macam ilmu Alquran. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Quran yang paling lengkap. Namun Al-Suyuthi belum merasa puas dengan karya yang monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi ’Ulum Al-Qur’an. Di dalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Alquran secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini sebagai pegangan kitab bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Imam Al-Suyuthi pada tahun 991 H., seolah perkembangan karang-mengarang dalam Ulumul Quran sudah mencapai puncaknya sehingga tidak terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya.[23] Keadaan seperti ini dapat terjadi sebagai akibat meluasnya sikap taklid yang dalam sejarah perkembangan ilmu-ilmu agama umumnya  mulai berlangsung setelah masa Al-Suyuthi. Kondisi yang demikian berlangsung sejak wafatnya Iman Al-Suyuthi hingga akhir abad ke-13 H.
12.        Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad X H
Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad kemunduran karena hanya seorang penulis yang aktif mengarang, yaitu Imam Jalaluddin
Setelah as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-Alquran seolah-olah telah mencapai puncaknya dan bephenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ulumul Alquran, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.
13.        Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad XIV H
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali pephatian ulama menyusun kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan macam Ilmu al-Alquran, di antara mereka itu ialah:
a)      Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335 H.
b)      Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut Ta’wil.
c)      Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan fi Ulumil quran (2 jilid).
d)     Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil quran.
e)      Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan Alquran wal Ulumul Ashriyah.
f)       Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazul Quran.
g)      Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-Alquran”, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujuinya tetapi ada juga yang menolaknya sepepti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab Risalah Tarjamatil Alquran.
h)      Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi Dzilalil quran.
i)        Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Alquranul Hakim. Kitab ini selain menafsipkan al-Alquran secara ilmiyah, juga membahas Ulum Alquran.
j)        DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Gupu Besar al-Azhar univepsity yang diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba’al `Adzim, Nadzarratun Jadidah fil Alquran.
k)      Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratul Alquraniyyah. Kitab in] membicapakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat bephapga.
l)        Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzapatun fil Alquran.
m)    Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas Adab Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits fi Ulumil Alquran. Kitab ini selain membahas Ulumul Alquran, juga menanggapi dan membantah secara ilmiyah pendapat-pendapat opientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang bephubungan dengan al-Alquran
n)      Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Syria, mengarang kitab al-Manhalul Khalid.
Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran pada umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al­Zarqani istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Alquran. Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran sebagai suatu ilmu sudah ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi Ulumil Qur’an. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Ulumul Alquran sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H. Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H. Kemudian ditepuskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian disempurnakan oleh al­Zarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir inilah sebagai puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran, sebab setelah al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir abad XIII H.
Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang Alquran, baik yang membahas ulumul Quran maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum Quran.
Dari uraian-uraian di atas, dapat dipahami bahwa Ulumul Quran merupakan kumpulan berbagai ilmu yang berhubungan dengan Alquran. Kemudian, pengertiannya dikembangkan kepada kajian berbagai masalah yang beragam dengan standar ilmiah. Dengan kata lain Ulumul Quran adalah suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang berkaitan kajian-kajian Alquran seperti, pembahasan tentang asbabun nuzul, pengumpulan Alquran dan penyusunannya, masalah Makiyah dan Madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabihat, dll. Pada dasarnya, ilmu-ilmu ini adalah ilmu Agama dan bahasa Arab. Namun, menyangkut ayat-ayat tertentu, seperti ayat-ayat kauniah dan perjalanan bulan dan bintang  diperlukan pengetahuan kosmologi dan astronomi. Karena itu, ilmu ini mempunyai ruang lingkup yang luas dan dalam sejarahnya selalu mengalami perkembangan.
Karena itu pula wajar Al-Suyuthi berkata bahwa pintu ilmu ini senantiasa terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-persoalan yang belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir masa.[24]
Uraian-uraian di atas juga menunjukan betapa pentingnya kedudukan ilmu ini dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan Alquran. Dengan ini juga maka seseorang akan dapat menunjukan dan mempertahankan kesucian dan kebenaran Alquran. Untuk menggambarkan pentingnya Ulumul Quran, para ulama memberikan perumpamaan yang berbeda-beda. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi para mufassir. Ilmu ini seperti ulumul hadis bagi orang yang mempelajari ilmu hadis. Pengarang kitab Al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an mengibaratkan Ulumul Quran sebagai premis minor dari dua premis tafsir.[25] Menurut Manna Al-Qaththan, ilmu ini kadang-kadang disebut Ushul al-Tafsir karena ilmu ini meliputi unsur pembahasan-pembahasan yang harus diketahui oleh seorang mufassir untuk menjadi landasannya dalam menafsirkan Alquran.
BAB III
PENUTUP
  1. SIMPULAN
Sejarah perkembangan Ulumul Quran dalam makalah ini dibagi kepada tiga bagian yaitu, Perkembangan Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW., Perkembangan Ulumul Quran pada masa Khulafa al Rasyidin dan Perkembangan Ulumul Quran pada masa Tadwin (Penulisan Ilmu).
Sebenarnya dalam penyampaian dalam memperdalam ulumul quran sangatlah luas, dan banyak sekali manfaat dalam mempelajari ilmu al quran, penulis makalah juga merasa betapa bodohnya kita setelah mempelajari ilmu alquran bahwaanya wawasan serta ilmu yang di miliki tidak sebanding.
Dan ilmu al quran ini sejak zaman dahulu para ulama juga mempelajarinya seperti halnya yang di katakan imam Al-Suyuthi bahwa pintu ilmu ini senantiasa terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-persoalan yang belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir masa. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi para mufassir.
B. SARAN
            Saran dari penulis bahwasanya ilmu alquran sangatlah penting baik di dunia utama di akherat karena al quran adalah pedoman hidup orang islam yang telah di wahyukan kepada nabi muhammad saw oleh allah swt melalui malaikan jibril. Dan sesungguhnya sumber dari segala sumber ilmu adalah al quran.






[1]. Al-Quran dan Terjemahannya ( Cet.X Bandung, CV Penerbit   Diponegoro, 2005), hal. 277

[2].Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 11

[3]. M.Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2009) Hal.6
4. Rosihon Anwar,op, cit. hla 14

[5].Syadili,ahmad. Op, cit. hal. 18.
[6] . Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 105-108.
[7] .Wahid, Ramli Abdul, Op. Cit., hlm. 27.
8. Al-Shadr, Muhammad Bakir, al-Madrasah al-Qur’aniyyah, Syariat, Iran, 1426 H, hlm. 213.
9.Manna al-Qaththan, Op. Cit., hlm. 4.

[10] . Al-Shalih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum al-Quran, Dar al ‘Ilm Li al-Malayin, Beirut, 1977, hlm. 120.
[11] . Al-Shalih, Shubhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Mabahits fi Ulumil Qur’an), Cet. IX, Alih bahasa; Tim Pustaka Firdaus, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1990, hlm. 156.

[12]. Al-Zarqany, Muhammad Abd al-Azhim, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz I, Isa al-Baby al-Halaby wa Syirkah, Mesir, (tt), hlm. 28.

[13] . Al-Shobuny, Mohammad Aly, at-Tibyan fi Ulumil Qur’an, Alam al-Kitab, Beirut, (tt), hlm. 52

[14] . Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim, Op. Cit., hlm. 30
[15] . Ibid.
[16] . Wahid, Ramli Abdul, Ulumul Quran, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 17.
[17] . Waki’ bin al-Jarrah bin Malih bin ‘Adi’. Nama panggilannya Abu Sufyanar-Ruwasi al-Kufi, dari Tsauri. Hadis yang berasal darinya diketengahkan oleh ‘Abdullah bin al-Mubarrak, Yahya bin Adam,Ahmad bin Hanbal dan ‘Ali bin al-Madani. Lahir 128 H. dan wafat 197 H. Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Mu’in mengatakan: “Orang yang terpercaya di Iraq adalah Waki’”. (Lihat Tarikh Baghdad XIII, hlm. 466 – 481).
[18] . Al-Shalih, Shubhi, 1977, Op. Cit., hlm. 121-122.
[19] . Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Ilmu-Ilmu Alquran, Bulan Bintang, Jakarta, 1973, hlm. 14.
[20] . Ash-Shiddiqieqy, T.M. Hasbi, Loc. Cit.
[21] . Nawawi, Rif’at Syauqi dan M. Ali Hasan,  Op. Cit., hlm. 222.
[22] . ] Muhammad bin Sulaiman bin Sa’ad bin Mas’ud Muhyiddin Abu Abdullah al-Kafiyaji. Dialah yang menekuni syair berakhiran huruf kaf dalam ilmu Nahwu, sehingga ia terkenal dengan Kafiyaji. As-Suyuthi pernah magang dengan mengikutinya selama 14 tahun. Al-Kafiyaji menulis banyak kitab mengenai Tafsir, Fiqh, Pokok-Pokok Bahasa Arab dan Nahwu. Kitabnya yang tidak disebut judulnya dalam al-Itqan, ternyata dalam al-Bughyah disebut oleh Suyuthi berjudul at-Tafsir fi Qawa’id-dit-Tafsir. Suyuthi mengatakan, al-Kafiyaji berkata, ia menemukan ilmu tersebut sebagai hal yang belum ada sebelumnya. Karenya al-Kafiyaji tidak membatasi dirinya pada al-burhan tulisan Zarkasyi dan tidak pula puas dengan Mawaaqi;ul-Ulum karya Jalaluddin al-Bulqaini. Ia wafat tahun 879 H.
[23] . Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim,  Op. Cit., hlm. 36-37.
[24] . Al-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, I, Dar al-Fikr, Tanpa nama Kota, Tanpa Tahun, hlm. 3.
[25] . Al-Zarqani, Muhammad Abd al-‘Azim, Op. Cit., hlm. 28.

{ 2 comments... read them below or Comment }

  1. jazakallah khaeran katsiran semoga bermanfaat bagi kami,.

    ReplyDelete
  2. jazakallah khairan katsiran bermaanfaat bagi kami

    ReplyDelete

- Copyright © PADEPOKAN SASTRA - aditia multimedia - Powered by parawali99 - Designed by aditia multimedia -