Popular Post

Popular Posts

Posted by : Unknown Thursday, February 23, 2017


MAKALAH
SEJARAH STILISTIKA BARAT DAN INDONESIA
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Stilistika
Dosen Pengampu : Ika Selviana MA.Hum

  


Disusun oleh :
Nama   : Roy Aditia Wardana
 NPM  : 15030100010


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
IAIN METRO LAMPUNG
T.A. 1438 H/2017 M



KATA PENGANTAR
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambanya.Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Stilistika ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini yaitu  menyajikan beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah  ini membahas mengenaiSejarah Stilistika Barat Dan Indonesia”. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para pembacanya.
Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekeurangan , kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.
Metro, 18 febuari 2017
 Penyusun

     Roy Aditia W




DAFTAR ISI

KATA PENGENTAR..................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang.......................................................................................................... 1

B.  Rumusan Masalah...................................................................................................... 1

C.  Tujuan Makalah......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A.  Sejarah Stilistika di Barat.......................................................................................... 2

B.  Sejarah Stilistika di Indonesia.................................................................................... 5

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan................................................................................................................ 9
B.     Saran.......................................................................................................................... 9








BAB I
PENDAHULUAN
a.   Latar belakang
Sastra merupakan suatu kebulatan dalam arti dapat dilihat dari berbagai sisi. Didalam ilmu bahasa dikenal namanya stilistika, style sebagai sesuatu yang memiliki banyak definisi yang berbeda dan tidak dapat hanya diletakan pada sebuah.Stilistika sebagai salah satu cabang ilmu Linguistik yang relatif baru berkembang di Indonesia. Gaya bahasa juga merupakan sarana sastra yang turut menyumbangkan nilai kepuitisan atau estetik karya sastra, bahkan seringkali nilai seni suatu karya ditentukan oleh gaya bahsanya ( pradopo, 2000 :263)
Dalam ilmu bahasa dikenal namanya stilistika, style sebagai sebuah hal yang memiliki banyak definisi yang berbeda dan tidak dapat hanya diletakan pada sebuah wilayah cakupan tertentu (spesifik) tentu secara cukup gambling memberikan pemahaman bahwa stilistika (yang terbangun atasnya)berpotensi sangat besar untuk tidak hanya hadir dalam sebuah wilayah dan satu define khusus, bahkan ketika ia dimasukan dalam khasanah sastra yang menggunakn bahasa. Stilistika verbar yang dekat dengan kebahasaan juga oleh beberapa ahli mendapat definisi khusus sebagai linguistic stylistics yang dicetuskan pertama kali oleh Firth (1957), dan kemudian dilanjutkan oleh Holliday (1964)
Oleh karena itu, pemakalah akan membahas tentang bagaimana perkembangan Stilistika baik di Dunia barat maupun di Indonesia.
b.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah stilistika di Barat?
2.      Bagaimana sejarah stilistika di Indonesia ?

c.       Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui sejarah stilistika di Barat
2.      Untuk mengetahui stilistika di Indonesia





BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Stilistika Di Dunia Barat
Sastra adalah karya yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hasil kemasannya akan tergantung bagaimana cara mengemasnya. Apabila bahasa dikemas dengan penekanan pada aspek bunyi atau musik huruf, maka hasilnya dinamai puisi. Apabila bahasa dikemas dengan penekanan pada aspek dialog, maka hasilnya dinamai teater. Sedangkan apabila bahasa dikemas dengan penekanan pada aspek uraian atau deskripsi, maka hasilnya dinamai kisah, hikayat, novel atau semacamnya.

Pada dasarnya, karya sastra bukanlah semata-mata pengungkapan kata-kata, melainkan juga merupakan hasil pemikiran serta media penyampaian misi kemanusiaan, nasionalisme, seni dan sikap dalam menghadapi tingkah laku dalam kondisi tertentu. Disamping itu karya sastra juga lahir dari sosok pribadi tertentu yang memiliki kecakapan tertentu Dan dalam kondisi yang tertentu pula. Semuanya itu berperan pada pembuatan suatu karya sastra.

Banyak faktor pembentuk sebuah karya sastra membuat kritik sastra di Barat pada abad ke-19 dan ke-20 berada dikesimpangan, tarik menarik antara berbagai kecenderungan. Ada sekelompok kritikus yang melihat sastra dari hubungan antara sastrawan dengan karyanya. Menurut mereka, karya sastra adalah pengungkapan sebagai objek atau keseluruhan kehidupannya. Dari perspektif ini, muncullah apa yang dikenal dengan biografi sastrawan. Sementara itu, ada juga kritikus sastra yang memperhatikan sastra dari aspek kejiwaan sasatrawannya yang terkadang tidak tampak dalam hidup kesehariannya. Dari perspektif ini muncullah psikologi sastra. Kritikus lainnya memperhatikan sastra dari kaitannya dengan msyarakat termasuk lapisan-lapisannya dan kondisi serta masa lahirnya. Dari perspektif ini muncullah sosiologi sastra. Disamping itu, para kritikus sastra yang memperhatikan aspek-aspek lainnya, seperti nasionalisme, politik, teologi, filsafat dan lain-lain.

Kecenderungan-kecenderungan tersebut membuat para kritikus terlena. Mereka lebih memperhatikan teori-teori sosial, teori psikologi dan teori-teori lainnya daripada teori sastranya. Kejadian-kejadian ini mendorong para peneliti dan kritikus

sastra lainnya untuk kembali kepada kritik sastra yang berfokus pada aspek bahasa sastra itu sendiri sehingga bisa diketahui nilai suatu sastra. Corak analisis dan kritik sastra yang berfokus pada aspek kebahasaan terus berlangsung didunia kritik dibelahan Eropa dengan nama kritik bahasa, analisis struktual, dan stilistika.[1]

Revolusi terhadap paradigma analisis sastra klasik dilakukan oleh Charles Bally (1865-1947) dengan teori stilistika deskriptif ekspresif-nya. Ia merupakan murid Ferdinand De Saussure (1857-1913). De Saussure dikenal dengan peletak linguistik modern, sedangkan Bally adalah peletak stilistika moderan.

Pemikiran yang berkembang sebelum De Saussure bahwa bahasa merupakan produk masyarakat. Individu hanya mewarisi bahasa dari masyarakat sehingga peran individu terhadap perkembangan bahasa sangat minim. Bahasa, kaidah-kaidah dan sastranya, adalah karya generasi lalu, sedangkan individu hanyalah mengungkapkan pola-pola lama. De Saussure berpendapat bahwa individu memiliki peran palimg besar dalam menciptakan bahasanya yang khas. Menurutnya, bahasa bukan hanya merupakan pola-pola kolektif yang lama, melainkan juga dalam ukuran tertentu merupakan pencampuran dengan spirit individu.

Ferdinand De Saussure (1857-1913) membagi bahasa menjadi dua: languge dan parole. Yamg pertama menitikberatkan pada kaidah-kaidah dasar kebahasaan, sedangkan yang kedua menitikberatkan pada bagaimana bahasa itu dalam penggunaanya. Dan, yang terakhir ini merupakan objek analisis stilistika.

`Parole yang merupakan analisis stilistika dibagi menjadi dua: tuturan biasa dan tuturan sastra atau seni. Tuturan biasa bersifat spontan, rasional. Jenis ini menggunakan bahasa sesuai dengan keterbatasan makna yang terkandung dalam kamus, tidak ada kata ataupun makna yang baru sehingga tidak dibutuhkan pemikiran yang mandalam untuk memahaminya. Adapun tuturan sastra bersumber dari penutur yang megarahkan tuturannya pada indera perasaan pendengaranya atau pembacanya dengan menggunakan kata-kata dan makna pilihan yang terkadang bisa dipahami secara mudah dan terkadang dibutuhkan pemikiran secara mendalam.
Tujuan tuturan biasa adalah penyampaian isi pesan dengan gambaran yang jelas, berbeda dengan tuturan sastra: mempengaruhi penutur dengan kata-kata yang bagus yang kadang tidak dijumpai dalam tuturan biasa.

Dalam stilistika desktiptif terdapat dua aliran. Dalam hal-hal yang bersifat rinci, keduanya banyak perbedaan. Namun, dalam hal-hal yang prinsip keduanya ada persamaan: sama-sama berfokus pada karya sastra berdasarkan analisis tuturan itu sendiri. Aliran pertama dinamai structural deskriptif. Aliran ini memandang tuturan atau karya sastra sebagai kesatuan dari unsur-unsurnya yang saling berhubungan tanpa bisa dipisah-pisahkan. Jika ada unsur yang rusak, rusaklah stuktur karya sastra secara keseluruhan. Kesatuan unsur-unsur ini bukan terjadi secara kebetulan, tetapi didasarkan pada analisis dan aturan-aturan.

Aliran kedua dinamai formalisme. Muncul di Rusia pada tahun 1917, aliran ini dipelopori oleh Roman Jacobson. Diantara pendapatnya, bahwa studi sastra adalah analisis terhadap faktor-faktor yang menjadikan karya ini mempunyai nilai sastra. Dengan kata lain, mereka memfokuskan pada tuturannya saja dan mengabaikan aspek-aspek lain seperti aspek psikologi dan sosial kemasyarakatan.
Dengan demikian, perbedaan diantara kedua aliran ini adalah bahwa structural deskriptif memperluas analisisnya, disamping tuturan ke aspek sosial, filsafat, psikologi, sejarah dan laim-lain yang mempengaruhi dan mewarnai karya sastra. Dilain pihak, aliran formalisme menjauhi aspek-aspek tersebut dan memfokuskan hanya pada tuturan yang sudah menjadi karya sastra.
Berdasarkan atas pemikiran De Saussure, Charles Bally mengembangkan pemikiran stilistika ekspresif. Menurutnya, nilai-nilai stilistika tidak bisa ditampung dalam “nilai-nilai statis”. Pendapat ini bersebrangan dengan pendapat para ahli sastra sebelumnya ( pra De Saussure ), yang mengatakan bahwa nilai-nilai stilistika terletak pada kerangka nuansa atau rasa bahasaa, yang menurut mereka berpusat pada soal metapora. Menurut Bally, nilai-nilai stilistika lebih dari itu. Kadang ungkapan-ungkapan sederhana pun terdapat nilai-nilai keindahan. Dengan kata lain, ungkapan-ungkapan seperti itu termasuk kedalam kerangka nuansa atau rasa bahasa. Dengan demikian, ranah analisis stilistika semakin meluas karena termasuk juga bahasa tuturan yang tidak bisa lepas dari konteks[2].
Berdasarkan penjelasan diatas, stilistika deskriptifnya Charles Ball merangkum dalam tiga prinsip berikut ini :
a)    Ranah analisis stilistika deskriptif tidak terbatas pada kaidah-kaidah sastra tradisional saja.
b)   Bahasa tuturan dimasukan kedalam ranah analisis stilistika.
c)    Stilistika menggunakan metode deskriptif.

Konsep ini merupakan salah satu fragmen stilistika di dunia barat dari sekian banyak fragmen yang ada.

B.  Sejarah Perkembangan Stilistika Di Indonesia
Di Indonesia, stilistika juga mengalami sejarah dan perkembangan. Pada tahun 1956, Slamet Mulyana menerbitkan buku Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Budaya, penerbit Ganaco, Bandung. Buku ini berisi sekalar pemandangan tentang Poesi juga biasa disebut Puitika. Pandangan Puitika tidak terlepas dari persoalan poetika pada hakikatnya adalah persoalan filsafat. Dengan demikian, peristiwa sastra dihubungkan dengan peristiwa Bahasa Indonesia. Hal ini ada hubungannya dengan pengajaran bahasa. Kekurangan penyelidikan bahasa dan sastra Indonesia terasa sekali oleh pengajar di sekolah, yaitu sifat pembelajaran tidak lagi merupakan perluasan, tetapi pendalaman. Bahasa Indonesia merupakan salah satu fenomena yang berhubungan adat dengan manusia Indonesia. Slamat Mulyana mendefinisikan stilistika adalah pengetahuan tentang kata yang berjiwa.

Istilah stilistika kemudian dikembangkan oleh Jassin. Ia menguraikan bahwa ilmu bahasa yang menyelidiki gaya bahasa disebut stilistika atau ilmu gaya biasa orang menyebut gaya bahasa apa yang disebut Stijl dalam bahasa Belanda, Style dalam bahasa Ingggris dan Perancis, Stil dalam bahasa Jerman. Jassin selanjutnya mengemukakan bahwa kata gaya bahasa bermakna cara menggunakan bahasa. Di dalamnya tercakup gaya bercerita. Biasanya orang jika berbicara tentang stil seseorang pengarang yang dimaksud bukan saja gayanya dalam mempergunakan bahasa, melainkan juga gayanya bercerita. Seorang stilistikus atau ahli gaya bahasa menjawab pertanyaan mengapa seorang pembicara atau pengarang menyatakan pikiran dan perasaan seperti yang dilakukan dan tidak dalam bentuk lain, atau bagaimana keharmonisan gabungan isi dan bentuk.

Pada 1982, Sudjiman membuat Diktat Mata Kuliah Stilistika, Program S1. Universitas Indonesia. Kemudian Ia menerbitkan buku Bunga Rampai Stilistika. Grafiti, Jakarta 1993. Istilah stilistika sejak 1980-an ini mulai dikenal di dunia Pengetahuan Tinggi sebab telah menjadi satu disiplin ilmu. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan selama ini bahwa dalam usaha memahami karya sastra para kritikus sastra menggunakan pendekatan intrinsik dan ekstrisik, bahkan ada yang menggunakan beberapa pendekatan sekaligus. Semua itu ada hukum untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang alasan pengarang menciptakan karya tertulis, gagasan yang hendak disampaikan ataupun hal-hal yang mempengaruhi cara penyampaiannya semua itu dilakukan untuk merebut makna yang terkandung dalam karya sastra serta menikmati keindahannya. Karena medium yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa, pengantar bahasa pasti akan mengungkapkan hal-hal yang membantu kita menafsirkan makna suatu karya sastra atau bagian-bagiannya untuk selanjutnya memahami dan menikmatinya. Pengkajian ini disebut pengkajian stilistika. Dalam pengkajian ini tampak relevansi linguistik atau ilmu bahasa terhadap studi sastra. Dengan stilistika, dapat dijelaskan interaksi yang rumit antara bentuk dan makna yang sering luput dari perhatian dan pengamatan para kritikus sastra.

Pada tahun 1986, Natawidjaja menerbitkan buku Apresiasi Stilistika, Intermasa, Yogyakarta. Dalam buku ini diuraikan penggunaan bahasa suatu karya sastra melalui aspek bahasa, misalnya peribahasa, ungkapan, dan gaya bahasa dalam karya sastra. Buku ini sangat bermanfaat bagi siswa SMA dan mahasiswa yang ingin meningkatkan pemahaman mengenai stilistika bahasa Indonesia. Di Universitas Gadjah Mada, penelitian skripsi sarjana juga membahas masalah stilistika. Hal ini sudah dilaksanakan sejak 1958 sampai dengan sekarang ini, misalnya Budi S telah membuat skripsi tentang ”Bahasa Danarto dalam Godlob: Kajian Stilistika Cerpen-cerpen Danarto”, 1990. Ia memberi penekanan analisis terhadap kosakata, majas (bahasa kiasan), sarana retorika, struktur sintesis, interaksi bahasa dan humor dari mantra (Puleh, 1994:X). Pada 1993, Lukman Hakim membahas stilistika judul makalahnya ”Tinjauan Stilistika terhadap Robohnya Surau Kami”, (AA. Navis). Ia membahas cerita pendek ini dari sisi gaya bahasa/stil, pengarangnya terutama yang berhubungan dengan (1) struktur kalimat yang dihubungkan dengan gaya bercerita; dan (2) pemilihan leksikal yang dikaitkan dengan pemakaian majas (Depdikbud, 1993:28-38, Bahasa dan Sastra, X.4).
Pada 1995, Aminuddin menerbitkan bukunya Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra, IKIP Semarang Press, Semarang. Kajian stilistika dalam buku ini terdiri dari enam bab. Bab 1 mengenai Pengertian Gaya dalam Perspektif Kesejarahan; Bab 2 mengenai Studi Stilistika dalam Konteks Kajian Sastra; Bab 3 Bentuk Ekspresi sebagai Pangkal Kajian Stilistika; Bab 4 Aspek Bunyi dalam Teks Sastra; Bab 5 Bentuk Simbolik dalam Karya Sastra; dan Bab 6 Bentuk Bahasa Kias dalam Karya Sastra. Pada 2003, Tirto Suwondo membahas cerpen dengan pandangan stilistika, judul makalahnya ”Cerpen Dinding Waktu, karya Danarto, Studi Stilistika” dimuat dalam bukunya Studi Sastra Beberapa Alternatif, Hanindita, Yogyakarta, 2003. Suwondo berkesimpulan bahwa cerpen dinding waktu karya Danarto kaya akan gaya bahasa, baik gaya bahasa berdasarkan struktur kata dan kalimat maupun berdasarkan langsung atau tidaknya makna. Dengan demikian, hingga saat sekarang ini, stilistika sudah berkembang dengan pesat.

Perkembangan stilistika di Indonesia sangat lambat bahkan hampir tidak mengalami kemajuan. Penelitian tentang stilistika pada umumnya terbatas sebagai sub bagian dalam sebuah buku teks atau dalam skripsi dan tesis. Kualitas penelitianpun terbatas sebagai semata-mata deskripsi pemakaian bahasa yang khas, sebagai gaya bahasa. Oleh karena itu sampai saat ini belum ada buku yang secara khusus membahas stilistika.
Sebagai contoh untuk menelusuri sejarah perkembangan stilistika di Indonesia, maka dicoba menelusuri buku-buku yang dapat diimplikasikan baik terhadap gaya bahasa maupun stilistika itu sendiri. Buku pertama berkaitan dengan gaya bahasa ditulis oleh Slametmuljana. Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan gaya bahasa dan stilistika, tetapi dikaitkan dengan judulnya Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra (1956) dapatlah disebutkan bahwa buku tersebut mengawali studi stilistika di Indonesia. Sebagian besar pembicaraan yang dilakukan berkaitan dengan Bahasa Sastra, khususnya puisi (yang disebut kata „berjiwa‟), bahasa kontekstual, yang di bedakan dengan bahasa kamus (bahasa dengan arti tetap), sebagai bahasa bebas konteks. Menurut Slametmuljana, perkembangan mengenai kata-kata berjiwa inilah yang disebut sebagai stilistika.
Bahasa adalah alat untuk mewujudkan pengalaman jiwa yaitu cita dan rasa ke dalam rangkaian bentuk kata yang tepat dan dengan sendirinya sesuai tujuan pengarang.

Teeuw dalam bukunya yang berjudul Tergantung pada Kata (1980) menganalisis sepuluh puisi dari sepuluh penyair terkenal, sehingga dapat mewakili ciri-ciri pemakaian bahasa pada masing-masing puisi sekaligus mewakili kekhasan personalitas pengarangnya[3]. Menurut Teeuw, melalui karya-karya Chairil Anwarlah terjadi revolusi total dalam bahasa, dengan cara mendekonstruksi sistem sastra lama yang didiominasi oleh berbagai ikatan, sehingga menjadi baru sama sekali.

Panuti Sudjiman dalam bukunya yang berjudul Bunga Rampai Stilistika (1993), secara jelas telah menyinggung makna stilistika itu sendiri, yaitu mengkaji ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra. Dengan singkat stilistika mengkaji fungsi puitika suatu bahasa. Sesuai dengan judulnya, sebagai bunga rampai pembicaraan stilistika dibicarakan dalam empat bab dari keseluruhan buku yang terdiri atas delapan bab. Menurut Sudjiman, stilistika menjembatani analisis bahasa dan sastra.

Pembicaraan ini hanya mengemukakan pembicaraan gaya bahasa dan stilistika dalam bentuk buku yang sudah diterbitkan dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh stilistika menjadi pusat perhatian bagi kritikus sastra Indonesia, sekaligus menunjukkan masih lemahnya industri penerbitan di Indonesia.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sebelum mengalami perkembangan dan perluasan seperti pada masa kini, stilistika sebagai sebuah bagian dari linguitik telah disepakati memiliki kaitan yang sangat erat dengan sastra. Sudjiman (1993: 3) menyebut bahwa sesungguhnya sumbangan linguitik dalam kritik sastra ialah misalnya sorotan  pada penggunaan bahasa dan gaya bahasa sebagai unsur yang membangun karya sastra, penggunaan dialek dan register tertentu. Pengetahuan linguistik, khususnya fonologi dan fonemik, sangat bermanfaat dalam pengkajian puisi, yaitu dalam pautannya dengan metrik, penyusunan struktur segmen bunyi dalam hubungannya dengan unit-unit bunyi pada bahasa tertentu, atau derap dengan irama. Adapun pengetahuan linguistik yang termasuk di dalamnya fonologi, dan fonemik, dan juga syntax, lexico-semantic, adalah merupakan  point utama dalam analisis stilistika sastra pada awal kemunculannya. Hal ini tentu tidak lepas dari background tokoh-tokoh besar teori stilistika yang merupakan para ahli kebahasaan seperti Jakobson (1896  –  1982), Halliday (1925 –  sekarang), dan Leech (1936  – sekarang)

B.     Saran
Setelah pemakalah membaca dan membahas tentang sejarah bahasa di indonesia maupun di barat maka pemakalah menyarankan bahwasanya sejarah sangatlah penting untuk mengetahui cikal bakal sebelumnya.










DAFTAR PUATAKA
Ahmad Darwisy, Dirasah Al-Uslub bain Al-Mua’sirah wa at-Turas,( Kairo; Dar Garib Lit-Taba’ah wat-Tauzi 1998),
Aminuddin. 1995. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang:IKIP Semarang Press.
Atmazaki. 2005. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Padang: Citra Budaya Indonesia.
Junus, Umar. 1989. Stilistik: Suatu Pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia.
Natawidjaja, P. Suparman. 1986. Apresiasi Stilistika. Jakarta: Intermasa.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi, M. Atar. 2008. Stilistika Sastra. Padang: UNP Press.
Sudjiman Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistik. Jakarta: Grafiti.



[1] .  Ahmad Darwisy, Dirasah Al-Uslub bain Al-Mua’sirah wa at-Turas,( Kairo; Dar Garib Lit-Taba’ah wat-Tauzi 1998), hal.13-14

[2] .  Ibid, hal.31-32

[3] . Ratna, Nyoman Kutha. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.)h.39.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © PADEPOKAN SASTRA - aditia multimedia - Powered by parawali99 - Designed by aditia multimedia -