Recent post
Archive for January 2017
MAKALAH
PERKEMBANGAN TASAWWUF DI INDONESIA
DAN
DI BARAT
Makalah ini disusun guna
Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah ahlak tasawuf
Dosen Pengampu : Rodwi rahma nopriana Mkom.i
Di Susun Oleh: Roy aditiya wardana 1503010010
PROGRAM STUDI : BAHASA DAN SASTRA
ARAB
JURUSAN : DAKWAH dan KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
JURAI SIWO METRO
TAHUN 2016/2017
KATA
PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Robb
Semesta Alam. Sholawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Sholallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya dan shahabat-shahabatnya
serta para pengikutnya yang istiqomah sampai hari qiamat. Indonesia adalah negara
yang di kenal dunia dengan jumlah penduduknya yang manyoritas beragama muslim.
Namun dibalik jumlah yang menakjubkan ini banyak yang merasa terpana dengan
rialita kehidupan masyarakatnya. Mulai dari gaya berpakaiannya, akhlaqnya, cara
berbicaranya dan cara beribadah yang sekian ragam bentuknya.
Kebanyakan ajaran-ajaran yang
berkembang di Indonesia sekarang bukanlah sebagaimana ajaran yang di bawa
Rosulullah ketika itu, sudah banyak penyelewengan yang terjadi, salah satunya
adalah berkembangnya ajaran tasawwuf yang cukup menjamur di semua kalangan.
Mulai dari kalangan elit, selebritis, sarjana, sampai kepada buruh. Artinya
ajaran ini memang sangat pesat perkembangannya. Bannyak komentar dan alasan
mereka "saya resah, saya menemukan problem, saya setres, saya banyak
masalah, hati saya kotor maka saya belajar tasawwuf agar memperoleh
ketenangan" dengan segudang alasan itulah mereka berbondong-bondong
mengikuti kajian-kajian tasawwuf, hingga perkumpulan tasawwuf atau tarekat
tidak kekurangan jamaah sehingga mereka tinggal memilih yang cocok dengan
selera mereka.
Namun kita perlu mengingat-ingat
kembali perkataan seorang ulama' Muhammad bin Idris as Syafi'I, beliau berkata
: "Tidaklah seorang yang berakal itu masuk ke dalam ajaran tasawwuf pada
permulaan siang kecuali ia telah gila ketika masuk waktu sholat asar" ( al
Jihad wal Ijtihad:216).
Artinya begitu bahanya ajaran ini terhadap keyakinan manusia sehinga di
gambarkan bahwa orang yang masuk mengikuti ajaran tasawwuf di pagi hari di sore
hari ia telah manjadi gila.
Kali ini kami berusaha menampilkan sebuah makalah yang berjudul "Perkembangan Tasawwuf di Indenesia". Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbang pemikiran sekaligus pengetahuan bagi kita semuanya . Amiin.
Kali ini kami berusaha menampilkan sebuah makalah yang berjudul "Perkembangan Tasawwuf di Indenesia". Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbang pemikiran sekaligus pengetahuan bagi kita semuanya . Amiin.
Metro, Senin, 25 mei 2016
Penyusun.
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTATAR.........................................................................................................
DAFTAR
ISI............................................................................................................................
BAB I :
PENDAHULUAN.......................................................................................................
A.
Latar belakang masalah................................................................................................
B.
Pokok
masalah..............................................................................................................
C.
Tujuan
masalah............................................................................................................
D.
Metode Pengumpulan
Data..........................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN.
A.
Awal munculnya tasawuf di inddonesia........................................................................
B.
Perkembangan tasawuf masa kini..................................................................................
C.
Perkembangan tasawuf di barat.....................................................................................
D.
Perkembangan di masa modern........................................................................................
E.
Islam eropa....................................................................................................................
F.
Peranan kaum elit
maroko.............................................................................................
BAB III : PENUTUP
A.
SIMPULAN..................................................................................................................
B.
SARAN........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan pemikiran
dalam Islam tidak terlepas dari perkembangan sosial dalam kalangan Islam itu
sendiri. Memang, Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam
kenyataanya masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah
teologi, melainkan persolaan di bidang tasawuf, bagi mereka yang sangat
awam umumnya masyarakat biasa yang kurangnya
pengetahuan makaakan menganggap tasawuf adalah hal yang berbeda bahkan
juga ada yang mengataka menyimpang dari gama.
hal ini berdasarkan
fakta fakta yang terjadi di sekitar kita, itu di karenakan kurangnya mengerti
akan ilmu tasawuf. Dan tasawuf juga menggunakan tingkatan tingkatan dalam
mensucikan diri (tazkiyatun nafs).
B.
Rumusan Masalah
1.Bagaimana sejarah tasawuf di indonesia?
2.Apakah dapat di terima tasawuf di
indonesia?
3. Bagaimana perkembangan tsawuf di
indonesia?
4.Adakah ajaran tasawuf di barat?
5. bagaimana perkembangan tasawuf di barat?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi ilmu tasawuf.
2. Memahami ajaran tasawuf.
3. Mampu menerima ajaran tasawuf.
4. Mampu mensucikan diri.
4. Mampu mendekatkan
diri kepada sang kholiq.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang
digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini, sangat sederhana. Penulis
mengumpulkan informasi dari beberapa buku, media internet dan pengalaman
pribadi di lingkungan sekitar dalam mengumpulkan data.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Awal Munculnya
Tasawwuf Di Indonesia
Menelusuri
mewabahnya aliran ini di Indonesia, maka hal ini tidak lepas dari pada peran
andil orang-orang yang melakukan study ( belajar ) ke negara Timur tengah.
Lebih khusus lagi adalah Arab Saudi yang pada waktu itu belum diwarnai dengan
gerakan tajdid (pembaharuan) yang dipelopori oleh Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab ( Beliau lahir pada tahun 1115 H / 1695 M dan meninggal pada tahun 1206 H
/ 1786 M ). Diantara para pelopor berkembangnya aliran tasawuf di Indonesia,
sebagaimana yang disebutkan dibeberapa literatur diantaranya adalah : Nuruddin
Ar Raniri ( wafat tahun 1658 M ),Abdur Rouf As Sinkili (1615 -1693 M ),
Muhammad Yusuf Al makkasary ( 1629-1699 M ).
Mereka ini
belajar di kota Makkah dan melakukan kontak keilmuan dengan para Syuyukh dari
mancanegara yang bermukim di kota Makkah. Diantara para syuyukh itu adalah
Ahmad Al Quraisy, Ibrohim Al Kuroni dan Muhammad Al barzanji.
Abdurrouf
Assinkili setelah belajar beberapa lama kemudian diangakat sebagai kholifah
Tarekat Syatariyah oleh Muhammad Al Quraisy. Dirinya kembali ke Aceh setelah
gurunya meninggal . Keberadaanya di tanah Aceh cukup dipandang oleh para
penduduk bahkan dijadikan sebagai panutan dimasyarakat, bermodal kepercayaan
yang telah diberikan masyarakat kepadanya serta kegigihan murid-muridnya, maka
dengan mudahnya ia berhasil mengembangkan ajaran Thariqot sufiyahnya dengan
perkembangan yang sangat pesat hingga paham itu tersebar sampai ke Minang kabau
( Sumatra Barat ). Salah satu murid Abdur Rouf as Sinkili yang berhasil
menyebarkan paham ini adalah Burhanuddin.
Setelah
meninggal kuburan Burhanuddin ini menjadai pusat ziarah dimana para penziarah
itu melakukan praktek peribadatan yang aneh. Timbulnya aliran yang aneh ini
menimbulkan pertentangan yang tajam, terutama setelah beberapa orang yang
datang dari Arab Saudi yang pada waktu itu sudah terwarnai dengan aliran
pembaharuan ( Ahlusunnah wal jama'ah ) yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahab . Pertentangan ini berlanjut yang pada akhirnya pecah perang PADRI
. Demikianlah jejak pemahaman yang ditinggalkan oleh As Sangkili yang
berkembang pesat ditanah Minang yang terkenal dengan religiusnya itu.. As
Sankili meningggal dan dikuburkan di Kuala, mulut sungai Kapuas. Tempat
tersebut kini menjadi tempat ziarah yang banyak dikunjungi banyak orang.
Sedang
Muhamad Yusuf Al Makasary setelah bertemu dengan gurunya yakni Syaikh Abu
Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub Al Kholwati Al Khurosy As Syami Ad Dimasqy,
kemudian diberi otoritas untuk menjadi kholifah bagi aliran Thariqot
Kholwatiyah dan diberi gelar dengan Taj Al Kholwati ( Mahkota Kholwati ).
Setelah kembali ke Aceh ia pun mulai mengembangkan paham Kholwatiyah ditanah
Rencong ini.
Adapun
Nuruddin Muhammad bin Ali bin Muhammad Ar Raniri masuk ketanah Aceh pada masa
ke,kuasaan sultan Iskandar Muda. Pada masa itu yang berperan sebagai mufti
kerajaan adalah Syamsudi As Sumatrani, putra kelahiran Aceh yang diberi gelar
ulama' dan berpemahaman Sufi Wujudiyah. Dikarenakan kedudukan yang disandangnya
cukup strategis, maka dengan mudah ia mengembangkan paham yang dianutnya itu.
Syamsudin ini bekerjasama dengan Hamzah Fansuri, seorang ulama' yang banyak
mengekspresikan pemahamannya melalui keindahan kata ( prosa ).
Dan dari
beberapa catatan literatur diperoleh informasi, bahwa orang-orang Indonesia dan
Melayu yang study di Timur Tengah, kemudian pulang ke Nusantara dan menyebarkan
ajaran tasawwuf (tarekat) masih banyak lagi. Ada beberapa nama yang perlu di
sebutkan disini mengingat keterkaitannya dalam penyebaran tarekat di Indonesia
yang hingga sekarang ajarannya masih berujud. Mereka adalah Abdus Shomad al
Palimbani dan Muhammad Arsyad al Banjari (1710,1812 M). Nama terakhir ini
termasuk yang mamapu merombak wajah Kerajaan Banja di Kalimantan Selatan.
Bahkan karya bukunya yang banyak dikaji di beberapa wilayah Indonesia dan Asia
Tenggara, Sabil Al Muhtadiin, kini diabadikan sebagai nama masjid besar di Kota
Banjar Masin.
Abdus
Shomad al Palimbangi, Muhammad Arsyad al Banjary serta dua rekan mereka, Abdul
Wahab ( Sulsel ) dan Abdurrohman ( Jakarta ) merupakan orang-orang Tarekat yang
berguru kepada Syaikh Muhammad As Saman, selain itu tersebut pula nam-nama
lainnya sepeti Nawawi Al Bantani ( 1230 -1314 M ), Ahmad Khotib As Sambasi,
Abdul Karim Al Bantani , Ahmad Rifa'I Kalisasak, Junaid Al batawy, Ahmad
Nahrowi Al Banyumasi ( wafat 1928 M ), Muhammad Mahfudz At Termasi ( 1842- 1929
M ), Hasan Musthofa Al Garuti ( 1852-1930 M )dan masih bannyak lagi yang
lainnya. Sebagian besar dari mereka pulang kembali dan menyebarkan ajarannya di
Indonesia .namun demikian, tidak semua orang yang belajar ditanah Arab kembali
dengan membawa ajaran baru atau terperangkap dalam pemahaman tasawuf, Ahmad bin
Khotib bin Abdul Latief Al Minangkabawi ( 1816-1916 M ) adalah salah satu
contohnya.
Beliau inilah yang mula-mula berani menyatakan
pendiriannya membatalkan amalan-amalan ahli tarekat, terutama sekali tarekat
Naqsabandiyah yang selalu menghadirkan Syaikhnya dalam ingatan saat ber
"Tawwajjuh". Syaikh Ahmad bin Khotib memfatwakan kepada ummat untuk
kembali kepada ajaran Islam yang benar menurut Al Qur'an dan As Sunnah serta
menghindarkan diri dari perbuatan syirik dan mengharamkan penghadiran guru
ketika beribadah sebagaimana yang telah banyak dilakukan oleh para penganut
tarekat Naqsabandiyah .
Pendapat
yang berkembang dikalangan Ahlu Tarekat, dewasa ini di Indonesia bekembang dua
macam kelompok tarekat, yaitu tarekat mu'tabarah dan ghairu mu'tabarah.
Beberapa kelompok yang tergolong mu'tabarah seperti; Qodariyah, Naqsyabandiyah,
Tijaniyah, Syathariyah, Syadzaliyah, Khalidiyah, Samaniyah dan Alawiyah. Dari
sekian banya Thariqot mu'tabarah (berdasarkan muktamar NU di pekalongan tahun
1950, dinyatakan 30 macam Thariqot yang di nilai mu'tabarah ), Thariqot
Naqsabandiyah - Qodariyah merupakan yang terbesar.
Tarekat
Qodariyah Naqsyabandiyah cukup meluas perkembangannya. Di Jawa Barat salah satu
pusat penyebaran adalah di pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, yang kini dipimpin
Kiai Shahibul Wafa' Tajul Arifin alias Abah Anom. Berdasar silsilah, keberadaan
Tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah di Pesantren Suryalaya, berasal dari Mursyid
Ahmad Khatib As-Sambasi. Mursyid satu ini memiliki tiga orang murid yang
bernama Syaikh Abdul Karim Al-Bantani, Syaikh Khalil Bangkalan dan Syaikh
Thalhah dari kali sapu, Cirebon, dari Syaikh Thalhah inilah Abah Sepuh ( ayah
abah anom ) menerima estapeta Tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah dan dari Abah
Sepuh lantas di turunkan kepada putranya, Abah Anom hingg sekarang.
Selain
ragam tarekat yang telah disebutkan dimuka, masih banyak lagi bentuk-bentuk
tarekat yang kini berkembang di indoanesia. Di jawa barat berkembang Tarekat
Idrisiyah, Qodaryah-Idrisiyah, Syathariyah, Syathariyah-Muhammadiyah, Tarekat
Lahir Bathin dan Tarekat Tijaniyah. Nama Tarekat terakhir ini salah satu pusat
penyebarannya adalah di Cirebon adapun di Sumatera Selatan berkembang Tarekat
Shalawah. Di Jambi selain Naqsyabandiyah juga berkembang Tarekat Mufaridiyah.
Sedang di Kalimantan Selatan berkembang Tarekat Qadariyah-Nadsabandiyah serta
di sulsel Tarekat Khalwatiyah Saman.
Demikian
secara ringkas kita dapat mengetahui dan memahami penyebaran dan perkembangan
syiar tashawuf di negeri ini, dan beberapa hari yang lalu kita juga telah
kedatangan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah Haqqani, Syaikh Nazim Adil Haqqani.
Dia merupakan Mursyid ke-40 dalam mata rantai
Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani. Ia ditahbiskan sebagai Mursyid pada tahun 1973
menggantikan Abdullah Faiz Ad Daghestani.
(Koran Republika, 28 April 2001 M, nomor 110 thn ke-9, Lihat Majalah As Sunnah, Edisi 170/ ThKe-2 )
(Koran Republika, 28 April 2001 M, nomor 110 thn ke-9, Lihat Majalah As Sunnah, Edisi 170/ ThKe-2 )
B. Perkembangan
Tasawwuf Masa Kini
Dalam
dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai kehidupan perkotaan. Tak
sedikit dari kalangan eksekutif dan selebriti menjadi peserta kursus atau
terlibat dalam suatu kamunitas tarekat tertentu. Alasan mereka mencebur kesana
memang beraneka ragam. Misalnya,
mengejar ketenangan batin atau demi menyelaraskan kehidupan yang gamang.
Secara
antoprologis, sufisme kota di kenal sebagai trend baru di Indonesia sepanjang
dua dekade ini.
Sebelumnya,
sufisme lebih dikenal sebagai gejala beragama di pedesaan. Sufisme kota, kata
Muslim Abdurrohman, bisa terjadi minimal karena dua hal:
pertama : hijrahnya para pengamal tasawwuf
dari desa ke kota, lalu membentuk jamaah atau kursus tasawwuf.
Kedua :
sejumlah orang kota bermasalah tengah mencari ketenangan ke pusat-pusat
tasawwuf di desa. Adapun sufisme secara sederhana didifinisikan sebagi gejala
minat masyarakat pada tasawwuf. Sufisme adalah istilah yang popular dalam
literatur barat (Sufism), sedangkan dalam literatur arab dan indonesia hingga
1980-an adalah tasawwuf.
Derektur
Tazkia Sejati Jalaluddin Rakhmat, berpendapat bahwa sufisme diminati masyarakat
kota sebagai alternatif terhadap bentuk-bentuk keagamaan yang kaku. Sufisme
juga menjadi jalan untuk pembebasan.
Azyumardi
Azra, Rektor IAIN Jakarta, telah memetakan dua model utama sufisme masyarakat
kota dewasa ini. Pertama : sufisme kontemporer (biasanya berciri longgar dan
terbuka siapapun bisa masuk) yang aktivitasnya tidak menjiplak model sufi
sebelumnya. Model ini dapat dilihat dalam kelompok-kelompok pengajian
eksekutif, seperti Paramadina, Tazkia Sejati, Grend Wijaya.dan IIMaN. Model ini
pula yang berkembang di kampus-kampus perguruan tinggi umum. Kedua : Sufisme
konvesionel. Yaitu gaya sufisme yang pernah ada sebelumnya dan kini diminati
kembali. Model ini adalah yang berbentuk tarekat (Qadiriyah Wa Naqsabandiyah,
Syatariyah, syadzziliyah, dan lain-lain), ada juga yang nontarekat (banyak di
anut kalangan Muhammadiyah yang merujuk tasawwuf Buya Hamka dan Syekh Khatib
al-Minangkabawi).
Asep Usman
Ismail, kandidat doktor bidang tasawwuf dari IAIN Jakarta, menilai bahwa
tasawwuf model tarekat lebih di terima di kalangan menengah kebawah. Sementara
kalangan menengah keatas cenderung memilih tasawwuf nontarekat".
"Tasawwuf
yang diminati masyarakat kota jelas model tarekat" kata Asep. Mereka tidak
berorientasi pada tasawwuf klasik, seperti model tarekat dengan segala
riyadhonya (pelatian). Itu tidak di minati kecuali tarekat yang bisa
menyesuaikan dengan suasana perkotaan", ia menambahkan.
Bentuknya
tentu yang singkat, esensial, dan instant. Dunia tasawwuf bagi masyarakat kota,
semacam obat gigi "saya resah, saya menemukan problem, saya setres, maka
saya belajar tasawwuf agar memperoleh ketenangan", ujar Asep, menirukan
keluhan para pengikut tarekat di kalangan perkotaan itu.
Asep juga
menilai, dari lima komponen tarekat : mursyid, murid, wirid, tata tertib, dan
tempat, yang paling berat bagi masyarakat kota adalah wirid dan tata tertib.
Adapun tata tertib yang paling tidak masuk dalam logika orang modern adalah
baiat kesetiaannya kepada guru. "Mereka ingin bebas tanpa baiat, dan tak
mau terjebak kultus", kata Asep. Orang-orang kota juga tidak berminat pada
zikir yang panjang-panjang, apalagi harus berpuasa. ( lihat Majalah Gatra, hal
: 65-67, edisi 30 September 2000 M ).
Abad Pertengahan
C.Perkembangan Tasawuf Di Barat
Ketika kontribusi ilmiah, filsafat, dan teologi dari peradaban Islam kepada
Eropa Pertengahan merupakan suatu fakta baku dan mendapatkan pengakuan relatif
di kalangan masyarakat Barat, pengaruh tasawuf dan spiritualitas Islam secara
umum, pada Eropa Daratan tidak dikenal. Kami memiliki sejumlah bukti di
lapangan ini, namun juga banyak titik simpang perihal cara yang di dalamnya
transmisi antara Timur dan Barat terjadi. Hal ini terutama karena kenyataan
bahwa tasawuf adalah ilmu yang subtil, suatu disiplin esoteris yang sering
dirahasiakan (sirr, dalam bahasa Arab).
Mari kita ambil contoh Ibn Sab’in (abad ke-13), yang menghabiskan sebagian
besar hidupnya di Ceuta—suatu komuni Spanyol di bagian utara Maroko. Sebagai
seorang filosof dan logikawan, ia dikenal karena pernah menjawab Sicilian
Questions-nya Frederic II dari Hohenstaufen, kaisar Jerman dan raja
Sicilia, yang merupakan mangsa bagi persoalan metafisis dan pencarian
solusi dalam pemikiran Islam. Akan tetapi, Ibn Sab’in juga seorang Sufi dan
guru ruhani penting, bahkan lebih berani daripada Ibn ‘Arabi mengenai doktrin
Sufi wahdat al-wujud, yang ia sebut “Kesatuan Mutlak” (al-wahdah
al-mutlaqah).
Kiranya penting untuk menunjukkan bahwa, tidak seperti mitra Kristen
mereka, yang fokus pada filsafat dan teologi Arab-Islam, para penulis Yahudi
Abad Pertengahan memperlihatkan ketertarikan besar pada tasawuf. Khususnya,
berdasarkan penggalian dokumen-dokumen Geniza Kairo, para peneliti menetapkan
pengaruh penting yang para Sufi seperti Hallaj, Ghazali, atau Suhrawardi telah
tujukan pada mistisisme Yahudi Abad Pertengahan. Para pemuka ruhani Yahudi,
Spanyol juga Mesir-Suriah menerbitkan dan dan menerjemahkan risalah-risalah
Sufi yang autentik yang ditulis dalam bahasa Yahudi-Arab, mengubah praktik
Islam atas zikir (penyebutan Nama-nama Tuhan), atau mengadopsi doktrin-doktrin
Sufi seperti Manusia Sempurna (al-insan al-kamil).[Karya-karya mereka
sampai di selatan Prancis, tetapi isyarat Islam pada karya-karya tersebut
secara berangsur berkurang. Kita
akan mengkaji peran yang mistisisme Yahudi mainkan dalam transmisi tema-tema
Sufi ke kalangan Kristen.
Bagaimanapun, ada kontak langsung, sekalipun samar,
antara spiritualitas Islam dan spiritualitas Eropa Kristen Pertengahan. Titik
temu mendasar antara tradisi Islam dan Kristen di abad pertengahan adalah Timur
Tengah, yakni perang salib, Sisilia dan Italia Selatan, dan tentu saja, Spanyol
Muslim. Bagaimanapun, penting kiranya untuk membedakan antara ilmu-ilmu gaib
Arab dan tasawuf: sekalipun keduanya memiliki keterkaitan, mereka tidak dapat
diasimilasikan. Penyebaran ilmu-ilmu kuno (occult sciences) oleh Eropa
seperti alkemi (alchemy) tidak tunduk pada keraguan. Hal ini dapat dibuktikan oleh Roger Bacon dari Inggris, Paracelse dari
Swiss dan yang lainnya. Mari kita ingat bahwa istilah alchemy itu
sendiri berasal dari kata Arab al-kimyiâ dan bahwa beberapa ilmu lain
seperti aljabar juga berutang nama mereka kepada para ilmuwan Muslim.
Di ranah tasawuf yang tepat, bukti tersebut kurang menyentuh dan tepat.
Mari kita pertama-tama memeriksa aspek-aspek yang tidak menimbulkan suatu
masalah. Kita tahu dari sumber-sumber terpercaya bahwa “Legenda Emas” Rabi’ah
‘Adawiyah, salah seorang wali perempuan paling menonjol di Dunia Islam, yang
tinggal di Irak pada abad ke-8 H, sampai di meja Raja Louis IX dari
Prancis—atau Santo Louis—pada abad ke-13. Demikianlah kesucian Muslimah Sufi
ini menyentuh jantung dunia Kristen. Dengan cara yang sama, sekarang diketahui
bahwa Divine Comedy karya Dante dari Italia (meninggal pada 1321) secara
signifikan berutang budi pada Book of Muhammad’s Ladder, yang menebarkan
versi popular peristiwa Mikraj Nabi di Italia Abad Pertengahan. Di sisi lain,
kiranya lebih hipotetis bahwa Sufi agung Andalusia Ibn ’Arabi mengilhami Dante
sebagaimana sering diakuinya.
Beberapa penulis Eropa, termasuk René Guénon
menyatakan bahwa organisasi inisiatori Kristen diinspirasi oleh tasawuf.
Berbagai indikator memperlihatkan bahwa ini adalah kasus para Templar, ordo
ksatria ini didirikan di Yerusalem pada 1119. Inspirasi mereka oleh tasawuf dan
Islam secara umum berbeda tetapi jelas. Bahkan mereka dituduh, selama
pengadilan atas mereka oleh Raja Philippe Le Bel dari Prancis pada awal abad
ke-14, memuja seorang tokoh panutan, Bafomet, yang niscaya mendukung Muhammad,
sang Nabi Islam. Tak ayal lagi, ini hanyalah dalih politis meskipun ia
menunjukkan nostalgia lama dari suatu pembukaan ritual Sufi yang tidak dapat
saya paparkan di sini. Mengenai St. Francis dari Assisi, ia pada awalnya pergi
ke Maroko sebelum melancong ke Mesir untuk menemui sultan kaum Muslim untuk
menganjurkan perpindahannya ke agama Kristen. Namun pada akhirnya Santo Francis
dan Ordo Francisan yang ia dirikan itu mengandung isyarat tasawuf alih-alih
sebaliknya!
Ordo asketik ini menganut—dalam sikap dan
busananya—etika “kefakiran ruhani” (faqr) yang sangat esensial dalam
tasawuf. Apa yang ingin dikatakan di sini tentang legenda cawan, seperti yang
muncul dalam Parzival oleh Wolfran von Eschenbach, suatu teks yang
ditulis di masa perang salib keempat, dan karena itu memperpanjang kontak
dengan Timur Muslim? Elemen-elemen yang tersebar, tetapi yang kemunculan
kembalinya signifikan, memeragakan suatu sumber awal Timur—Sufi tapi
juga bukan Mazdean.
Hal ini membenarkan, setidaknya, bahwa
organisasi-organisasi esoteris Islam dan Kristen terus melakukan kontak, tetapi
dalam suatu cara informal pada umumnya. Menurut sejumlah sarjana, yang pertama
akan membantu yang belakangan, setelah kehancuran Ordo Templar pada 1314, untuk
menjaga suatu transmisi awal yang hidup. Sedemikian itu merupakan persoalan,
misalnya, persaudaraan Rosicrucian, pewaris para Templar, dan siapa pun
memahami lebih baik mengapa Christian Rosenkreutz (abad ke-15), yang diberi
kemuliaan karena telah mendirikan persaudaraan ini, pastinya merampungkan
beberapa pelancongan di negeri-negeri Islam.[2] Ordo AMORC Rosicrucian adalah
suatu renaisans modern dari aliran Eropa kuno. Hal itu distimulasi di AS pada
awal abad ke-20. Pada masa kontak mereka yang panjang di era Abad Pertengahan
dan secara khusus dalam periode perang salib, kaum Muslim dan Kristen tidak
hanya melakukan peperangan. Mereka bahkan membentuk aliansi melawan
ko-religionis mereka sendiri masing-masing.
Di abad pertengahan dunia tempat bangsa Eropa
membaca-dengan benar berbicara dengan bahasa Arab dan mengikuti sekolah
ilmu-ilmu Arab-Islam, adalah logis bahwa spiritualitas Muslim dan Kristen hidup
berdampingan. Lagipula, orang-orang yang meneruskan pengaruh
tasawuf secara tepat diidentifikasi. The Catalan Raimon Lulle (dari abad
ke-14), yang menguasai bahasa Arab dan menulis berbagai buku dalam bahasa ini,
mengetahui tasawuf dengan benar, dan tak syak lagi diilhami oleh Ibn ‘Arabi.
Barangkali ia telah menghadiri lingkaran-lingkaran Sufi di Balearic Islands,
tempat ia tinggal, atau selama pelancongannya ke daerah Maghrib (ia diketahui
telah mengunjungi Tunis). Sebelum kita meninggalkan Timur, mari kita ingat
quasi-simbiosis yang eksis, menjelang abad ke-15, antara darwis-darwis Anatolia
dan Balkan di sisi lain, dan pendeta-pendeta Yunani di sisi lain.
Menurut sejumlah sumber, kadang-kadang mustahil
kiranya membedakan antara seorang Sufi dan seorang pendeta, pertukaran
terjadi menjadi subur. Darwis-darwis ini terutama golongan Bektashi, dikenal
karena keterbukaan mereka pada agama Kristen, dan dituduh melakukan sinkretisme
oleh kaum Muslim tertentu. Mereka memiliki ucapan yang demikian elok: “Seorang
wali adalah untuk setiap manusia.”
Persoalan hakiki tentang pengaruh mungkin tasawuf
pada mistisisme Kristen berkaitan dengan Spanyol. Hipotesis ini masih menjadi
subjek perdebatan karena ia menyoroti dua wali besar Iberia abad ke-16, atau
“Abad Keemasan”: Theresa dari Avila dan John of the Crew, perlambang kemenangan
Spanyol Katolik atas Islam. Pada 1930-an, seorang pendeta Spanyol melihat
keserupaan yang menonjol antara spiritualitas Sufi Afrika Utara dan
spiritualitas dari dua wali dan murid-murid mereka, Carmelites.
Tema-tema mistis seperti Malam Samar, tujuh kastil
konsentris hati, atau intoksikasi sebagai suatu simbol dari pengabaian atas
Tuhan, (kini ada pada Santa Theresa dan pada Santo John) mengkhianati pengaruh
tasawuf. Riset belakangan memperlihatkan bahwa warisan ini, yang, dalam
pandangan Asion Palacios, muncul melalui tarekat Sufi Syadziliyah
Spanyol-Afrika Utara (abad ke-13-15), pada faktanya kembali ke substratum
tasawuf sebelumnya. Harus dicatat bahwa ordo kontemporer Carmelite secara
global tampaknya membenarkan warisan historis ini: saya sampai pada kesimpulan
ini dalam suatu konferensi mistisisme perbandingan, yang diselenggarakan oleh
persaudaraan Carmelite Eropa, yang di dalamnya saya ambil bagian.
Persoalannya adalah mengetahui bagaimana Santa
Theresa dari Avila dan Santo John dari Crew mempunyai akses ke tema sufi ini.
Alih-alih merujuk transmisi oleh “Moriscos”, para eks-Muslim Spanyol ini
terpaksa pindah ke Katolik, atau terjemahan bahasa Arab ke dalam bahasa Romawi,
terjemahan yang atasnya kita tidak punya jejak, agaknya bahwa perhatian kita
harus berubah terhadap Yahudi Spanyol. Banyak Yahudi juga beralih ke Islam dan
Santa Theresa juga Santo John sendiri adalah keturunan Yahudi. Jalur
doktrin-doktrin Sufi niscaya telah ditransmisikan kepada mereka oleh Yahudi
Spanyol ini yang terbuka terhadap tasawuf selama berabad-abad. Sekarang
kesimpulan ini tetap merupakan hipotesis. Layak untuk diperhatikan juga bahwa
para penulis Eropa tertentu seperti Ignace de Loyola dari Spanyol, “The
Spiritual Exercise” yang mendirikan sekte Jesuit pada abad ke-16, menunjukkan
dirinya sendiri tanda tasawuf.
D.Masa-masa Modern
Tasawuf mulai sangat dihormati dalam Orientalisme
Eropa pada abad ke-19. Kajian-kajian dan terjemahan-terjemahan yang dilakukan
oleh para ilmuwan dan ulama telah memberikan kontribusi pada pengetahuan
tasawuf di Eropa dan dengan demikian penyebaran praktik-praktiknya. Meski
sejumlah Muslim mengkritik para orientalis Eropa—acap kali tanpa perbedaan—ada
bukti bahwa pertama-tama bahwa para orientalis ini mengetahui tradisi Islam
secara lebih baik ketimbang kaum Muslim ini, dan keduanya, bahwa mereka adalah
sangat mungkin tidak jahat.
Para ulama terkenal dijumpai dalam studi-studi
tasawuf dan yang mereka yang mempunyai pribadi kharismatik menyibukkan diri
mereka sendiri dalam pencarian keruhanian, dalam agama Kristen ataupun dalam
Islam, atau malah pada titik-kesamaan di antara dua agama besar ini. Contoh dalam persoalan ini adalah Annemarie Schimmel di Jerman dan di
Prancis, Louis Massignon, Henry Corbin, Eva de Vitray-Meyerovitch dan Michel
Chodkiewicz. Anda
tak akan menemukan implikasi pribadi tersebut dari para sarjana di
bidang-bidang kajian Islam lainnya. Banyak orang di Eropa, entah orang Eropa
atau Arab, tetap dibimbing secara intens melalui studi-studi dan
terjemahan-terjemahan para akademisi unggulan ini dan para penerus mereka
sekarang: kita tengah memiliki akses ke sebagian karya-karya utama peninggalan
sufi universal, baik di Prancis dan Inggris.
Mistisisme Islam, dengan demikian, tidak lagi
dikenal oleh para intelektual ataupun elit-elit kesenian Eropa tertentu.
Bagaimanapun, faktor-faktor lain menyumbangkan kemunculannya di Barat pada abad
ke-20 seperti kolonialisme yang barangkali telah menyebabkan pertemuan antara
Islam dan Barat, dalam suatu atmosfer yang kerap bergerak ke sana ke mari
antara daya tarik dan daya tolak. Selama periode kolonial, orang-orang Barat,
yang meninggalkan peradaban mekanis dan ideologi kemajuan, mulai mengakui apa
yang disebut “mistisisme padang pasir”. Sembari menyesalkan sekularisasi agama
Kristen, dan reduksinya atas etika keagamaan yang diadaptasi dengan baik oleh
imperialisme Eropa, sebagian mencari pembaharuan metafisik dalam tasawuf.
Hal ini adalah perhatian dari penulis Isabelle
Eberhardt dan pelukis Orientalis Etienne Dinet, yang telah mendapatkan
sumber-sumber baru di tasawuf Afrika Utara. Namun ada sebagian orang Eropa
lainnya dalam pencarian keruhanian terkait dengan tarekat Sanusiyah Libya, dan
barangkali dalam perlindungan pemimpin Aljazair Abdul Kadir. Sebelumnya
dokumen-dokumen tak tercetak baru-baru ini memperlihatkan bahwa sang amir
tersebut, pada masa penahanannya di Prancis antara 1847 dan 1852, menggunakan
kharisma besar melalui humanisme spiritual sucinya, dan bahwa ia bahkan
tertarik pada pendeta-pendeta Kristen yang mengekspresikan keinginan-keinginan
mereka untuk mengikutinya dalam pengasingannya di Turki, kemudian Suriah.
Sebagai hasil dari perluasan kolonialisme Eropa,
ada suatu gelombang imigrasi Asia dan Afrika di Eropa, dan dari tahun 1920-an
tasawuf muncul di Eropa. Salah satu tarekat sufi yang muncul di Eropa dalam
periode itu adalah tarekat Alawiyah Aljazair-Maroko yang diinisiasi oleh Syekh
Ahmad Alawi (w. 1934). Didorong oleh semangat universalis dari sang pendiri
tarekat, murid-muridnya menjadi pionir-pionir yang secara cepat mengadaptasi
diri mereka sendiri ke dalam konteks Eropa seraya meyakinkan, pada saat yang
sama, dukungan spiritual pada para pekerja imigran. Syekh Alawi sendiri
mengunjungi Prancis dua kali, dan selama dalam perjalanannya, pada tahun 1926,
ia ambil bagian dalam inaugurasi Masjid Agung Paris, yang dibangun dalam gaya Spanyol-Maroko.
Sejumlah tokoh Eropa tertentu yang mencari
spiritualitas sufi dikirim ke Syekh Alawi oleh René Guénon, seorang
metafisikawan Prancis yang mengikuti tasawuf di Paris, dan bermukim kemudian di
Kairo pada 1930. Ketika di Kairo, René Guénon menulis serangkaian buku mengenai
berbagai tradisi spiritual dunia, dan banyak memberikan nasihat kepada para
koresponden dan pengunjung Eropa. Menyusul Guénon, sejumlah penganut paham
Tradisionalis pindah ke Islam, karena mereka melihat di dalamnya ekspresi terakhir
Wahyu untuk zaman ini.
Contoh dari
hal ini adalah Frithjof Schuon, yang pertama-tama bergabung dalam tarekat
Alawiyah. Penulis dan seniman Swiss ini, yang menyoroti karakter universal
risalah Islam, pindah ke Amerika pada 1981 dan meninggal di sana pada tahun
1998. Ia meninggalkan banyak pengganti di bidang tasawuf dan islamologi
akademis sejenisnya, seperti Seyyed Hossein Nasr, yang sekarang ini mengajar di
Washington.
Tasawuf universal ini menganggap bahwa ada
“kesatuan transenden dalam agama-agama”, menurut ungkapan Schuon, yang
mendasari berbagai keyakinan eksoteris. Pengakuan akan agama-agama lain
bukanlah yang baru dalam tasawuf karena ia didasarkan pada prinsip al-Quran din
qayyim, Agama yang tidak berubah, Agama Adam yang di dalamnya semua agama
mendapatkan akar-akarnya. Para tokoh sufi klasik seperti Hallaj, Ibn ‘Arabi,
atau Rumi mengikuti agama Cinta ini, Cinta bukan di sisi pengertian
sentimental, tetapi sebagai pengetahuan gnostik (ma’rifah selanjutnya
ditulis makrifat), dan kedekatan Tuhan dan manusia.
Mari kita palingkan perhatian kepada Ibn ‘Arabi,
sufi Andalusia ini, yang pada sekitar tahun 1200, pindah dari apa yang umumnya
disebut bagian Barat dunia Muslim (Andalusia [Spanyol] dan Magribi) ke Timur
Tengah karena berbagai alasan yang saya tidak bisa masukkan di sini. Dewasa
ini, doktrin-doktrin universal Ibn Arabi telah mendapatkan profil tinggi di
Barat, karena mereka memberikan suatu jawaban total-holistik, seperti kami
sebutkan, atas pertanyaan kedudukan manusia di alam semesta dan hubungannya
dengan Yang Ilahi. Anda mungkin tahu frase yang dinisbatkan kepada penulis
Prancis André Malraux: “Abad 21 bisa merupakan [abad] spiritual ataupun
sebaliknya”. Banyak orang menganggap bahwa kita telah berada dalam konfigurasi
ini. Inilah sebabnya metafisika Ibn ‘Arabi sangat menarik perhatian bagi banyak
non-Muslim.
Secara umum, kita telah menyaksikan suatu
penyebaran tasawuf yang pesat di Barat sejak 1970-an. Dalam pandangan para
syekh “Timur”, ekspansi ini bukan karena kesempatan ataupun bahkan konsekuensi
sederhana dari imigrasi karena mereka telah lama menganggap Barat sebagai
negeri keberuntungan. Penting untuk diperhatikan bahwa karena tekanan
sosio-politik dari negeri asal mereka sendiri yang mencegah pertumbuhan
personal—ini tentu saja tidak berlaku untuk semua negeri Muslim—mereka melihat
suatu ruang kebebasan untuk spiritualitas di Barat. Sebenarnya, “kekecewaan
atas dunia” lahir dari materialisme Barat yang memberi andil kemunculan suatu
gelombang baru peziarah.
Sejumlah guru Timur segera bermukim di Barat,
sementara segelintir kecil Barat terdidik berperan sebagai para juru bicara
guru-guru Timur, atau mencapai status syekh.
E.Islam Eropa
Hari ini, sekitar lima belas juta Muslim tinggal di
Eropa Barat. Sedikitnya lima juta di antaranya bermukim di Prancis, yang
menjadikan negeri tersebut negeri yang memiliki jumlah penduduk Muslim
tertinggi di Eropa. Meskipun Islam masih dipandang sebagai agama imigran,
kehadiran kaum Muslim secara bertahap membentuk lanskap Eropa. Otoritas
Prancis, misalnya, mengafirmasi bahwa mereka lebih memilih untuk menyebutnya
“Islam Prancis” ketimbang sebuah “Islam di Prancis”. Akan tetapi, hal ini tidak
mencegah negeri ini dari menangani persoalan Islam dalam suatu pola
pascakolonial! Islam Eropa masih berkonfrontasi dengan beberapa rintangan.
Pertama, ia membawa beban kejahilan agama dari generasi imigran pertama, yang
tidak mengetahui bagaimana cara mengalihkan nilai-nilai sejati Islam. Kedua, ia
menanggung campuran yang diciptakan antara nilai-nilai esensial ini dan
kebiasaan-kebiasaan Arab, Berber, Afrika, Turki, dan yang lainnya.
Sekarang ini, sejumlah generasi muda Muslim Eropa
menolak Islam yang diturunkan dari orang tua-orang tua mereka yang direduksi
hanya menjadi aturan-aturan halal dan haram. Sebagai anggota
masyarakat lain, mereka harus mencapai suatu spiritualitas otentik, yang
merupakan sumber kesadaran dan pembebasan batin.
F.Peranan
Kaum Elit Maroko
Kawasan Magrib, dan khususnya Maroko, secara jelas
memainkan peranan avant-garde dalam keberadaan tasawuf yang
menguntungkan di Eropa. Karena kedekatannya dan kesamaan sejarahnya dengan
Prancis secara khusus, bagian dunia Arab ini berperan, sampai tingkat tertentu,
sebagai jembatan dalam pertukaran spiritual di Eropa. Mensyukuri tradisi
toleransi dan keterbukaannya kepada agama-agama lain, Maroko menikmati posisi
istimewa. Tradisi ini tidak pernah diperlemah dalam sejarah karena, secara
persis, Islam Maroko diserap dengan spiritualitas dan kesucian. Mari kita ingat
bahwa banyak Yahudi Spanyol dianiaya oleh Reconquista Katolik pada abad
ke-16 berlindung di Maroko, dan bahwa selama rezim Prancis Vichy yang
berkolaborasi dengan NAZI Jerman, Maroko, ketika di bawah protektorat Prancis,
menolak untuk menstigmasi penduduk Yahudinya.
Spiritualitas kasih sayang ini, dengan demikian,
merupakan kekuatan yang bersinar di Eropa. Tarekat Alawiyah, tarekat
Butsisyiyah Qadiriyah Maroko adalah salah satu persaudaraan spiritual utama
yang hadir di Eropa. Dua tarekat Sufi ini sangat aktif pada tingkatan inisiator
dan mereka berada di belakang perpindahan agama banyak warga Eropa ke Islam.
Namun yang menarik untuk dicatat adalah jangkauan internasional mereka ke
tengah-tengah bangsa-bangsa non-Muslim: mereka bertindak sebagai sebuah
jembatan sebenarnya antara agama-agama dan antara kebudayaan-kebudayaan.
Kedua-duanya terlibat dalam dialog intra-agama dan telah menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan kebudayaan dan kesenian di Eropa dan Maroko berdasarkan,
tentu saja, spiritualitas.
Festival Fez tentang “Musik Sakral” diarahkan oleh
Fawzi Skali, tak syak lagi merupakan contoh terbaik. “Spirit Fez” bertujuan
untuk menyebarkan pemahaman yang lebih damai dan mutual di dunia kita juga di
luar Maroko. Kelompok Sufi Maroko lainnya, yang merupakan turunan dari
Darqawiyah ataupun Tijaniyah, memiliki sedikit pengikut namun mereka tetap
figur di lanskap Sufi Eropa.
Otoritas Maroko mengetahui dengan baik bahwa
tasawuf, sebagai bentuk ruhani dari kesadaran dan wujud batin, adalah penyembuh
sejati untuk Islamisme dan berbagai bentuk ekstremisme. Sebagian rezim, di
dunia Muslim, menemukannya sedikit terlambat. Globalisasi tidak hanya
menyangkut dimensi ekonomi dan geopolitik. Ia mempunyai sisi yang lebih subtil
yang secara perlahan menjadi jelas, bahwa kesadaran spiritual, etis, dan
geologis mempertimbangkan kesalingbergantungan antara manusia dan alam semesta.
Dalam suatu dunia di mana jarak-jarak geopolitis juga perbedaan-perbedaan
kebudayaan menyempit setiap harinya, apakah perbedaan antara tasawuf Timur dan
tasawuf Barat masih memiliki maknanya? Dalam segala kemungkinannya, tasawuf
bukan lagi Timur ataupun Barat, lâ syarqiyyah wa lâ gharbiyyah,
sebagaimana al-Quran nyatakan dalam “ayat Cahaya”.
BAB II
PENUTUP
Al hamdulillah, penulisan makalah
yang berjudul "Perkembangan tasawwuf di Indonesia" dan “ perkembangan
tasawuf di barat”ini bisa tersusun, ini semua berkat pertolongan Allah dan
bantuan beberapa ikhwan yang ikut berusaha dalam penyusunannya. Namun kami yakin
bahwa makalah ini masih sangat banyak kekurangannya, terutama dalam
referensinya. Maka saran dan kritik yang bisa meningkatkan mutu makalah ini
kami sangat harapkan dari para pembaca. Semoga menjadi amal yang sholeh dan diridhoi Allah Ta'ala. Amin.
A.KESIMPULAN
- dari pembahasan di atas kita mampu mengetahui sejarah masuknya ajaran
tasawuf masuk ke indonesia
-kita mampu memahami akan pentingnya tasawuf untuk sarana mendekatkan diri
kepada sang kholiq
-ajaran tasawuf ternyata tidak hanya di indonesia saja melainkan mendunia
yaitu di barat,timur tengah, dll
-ajaran tasawuf sangatlah penting dan harus sesuai syariat islam.
B. SARAN
Dengan pembahasan ini tiuada lain
ialah sarana kita untuk mengetahui betapa pentingnya tasawuf guna untuk
mendekatkan diri kepada sang pencipta dan juga harus sesuai dengan syariat islam,
karena dalam ajaran tasawuf juga banyak ekali yang menyimpang yang tidak sesuai
dengan syariat yang di ajarkan oleh rosulullah saw, dan tidak berdasarkan al
quran dan al hadits.
DAFATAR PUSTAKA
1. Al Qur'an al karim
2. Majalah Gatra, 30 September 2000 M.
3. Majalah As Sunnah ,Edisi 17/Th.ke-2
4. Hartono Ahmad Jaiz, Tasawwuf Belitan Iblis, Cet. Ke-3 1422 H/2001 M, Darul Falah.
5. Koran Republika, 28 April 2001 M, nomor 110 tahun ke-9.
6. Al Jihad wal Ijtihad, Umar bin Mahmud abu Umar, Cet Pertama 1419 H/1999 M, Darul Bayariq.